Sebagai bekas kota militer di zaman pemerintahan kolonial Belanda, Salatiga memiliki banyak gedung peninggalan masa lalu yang telah berusia ratusan tahun. Salah satunya adalah Benteng Hock yang sekarang dijadikan markas Satlantas Polres setempat. Seperti apa sisa keangkuhan asrama serdadu tersebut? Berikut penelusurannya.
Seperti layaknya bangunan zaman Belanda, Benteng Hock yang terletak di Jalan Diponegoro Kota Salatiga, terkesan angkuh. Bangunan yang bagian bawahnya berupa bebatuan, memiliki pintu dan jendela yang lebar. Ketinggian pintunya berkisar 6 meter, sedangkan jendelanya 3 meter. Ada nuansa keangkeran bila berkunjung ke sini di malam hari, pasalnya di bagian belakang terdapat bunker yang dulunya dijadikan tempat tinggal personil Polres Salatiga.
Rabu (14/9) sore, saya melongok bekas markas militer Belanda ini. Sisa-sisa keangkuhan masih terasa lekat di bangunan berusia 166 tahun tersebut. Gedung utama dijadikan tempat penjagaan, ruang SIM, ruang tilang dan ruangan perwira. Sementara di sampingnya terdapat bangunan tambahan untuk ruang kerja Kasat Lantas, begitu pun di sebelah baratnya difungsikan sebagai kantor Laka. Pada bagian samping kiri, ditemui ruangan bawah tanah semacam bunker.
Kesan keangkuhan Benteng Hock semakin terasa karena suasananya sangat sunyi, nyaris tak terdengar perbincangan di antara petugas. Satu-satunya yang terus bersuara adalah radio komunikasi yang berada di ruang piket. Di gedung yang termasuk cagar budaya ini, tidak ditemui literatur yang mampu menjelaskan sejarah panjangnya. Artinya, bila ingin mengetahui detail keberadaannya ya harus menyigi tempat lain.
Beruntung, di buku Inventarisasi Benda Purbakala dan Bangunan Bersejarah Kota Salatiga sejarah benteng Hock bisa dirunut. Di mana, di tahun 1700-an, Salatiga dianggap sangat strategis bagi Vereenigde Oostindische Cimpagnie (VOC) yang merupakan perusahaan dagang penjajah. Terkait hal tersebut, di tahun 1746 dibangunlah Benteng Fort De Hersteller. Konon, nama De Hersteller merupakan nama kapal yang dipergunakan Gustaaf Willem Barin van Imhoff untuk berlayar dari Belanda menuju Batavia tahun 1742.
Entah dengan pertimbangan apa, belakangan keberadaan Benteng Fort De Hersteller diabaikan pihak Belanda. Memasuki tahun 1825, terjadi perang melawan Pangeran Diponegoro yang menguras dana dan mengakibatkan ribuan tentara Belanda tewas. Pasca tertangkapnya Pangeran Diponegoro yang lagendaris tersebut, rupanya bule-bule tersebut mulai berpikir pentingnya sebuah benteng baru.
Menempati lahan yang luas, berada di kawasan elite, dibangunlah markas tentara dengan desain terdiri atas bangunan induk, kanan-kirinya berupa bangunan mirip sayap berjendela besar-besar. Karena arsiteknya adalah orang Belanda bernama Hock, akhirnya bangunan tersebut diberi nama Benteng Hock (Fort Hock). Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya di tahun 1947, setelah Belanda ngacir ke negerinya, benteng ini dijadikan kantor polisi dan sekarang menjadi kantor Satlantas Polres Salatiga.
Kendati di tangan polisi Benteng Hock lumayan terawat, bagian sayapnya yang berupa jendela-jendela besar telah raibnya kusen- kusennya. Sementara untuk gedung utama, relatif utuh. Tambahan bangunan yang ada sama sekali tak mengusik bangunan utamanya, sehingga kesan garangnya masih terlihat. Itulah penelusuran tentang Benteng Hock yang pernah berjaya di masa lalu. Bila ingin melongoknya, silakan bertandang kapan pun. Jangan khawatir dengan adanya peringatan tertulis dilarang masuk, abaikan saja. Toh gedung kuno tersebut layak dinikmati siapa pun. (*)