Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu Profesional Ini Namanya Septi Peni Wulandani (2)

23 Desember 2015   17:17 Diperbarui: 1 September 2017   11:12 3473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan Dodik dan Septi bersama anak- anaknya (foto: dok keluarga)

Nama Septi Peni Wulandani, ibu tiga orang anak warga Kota Salatiga mungkin agak asing bagi sebagian pembaca. Namun, untuk ibu- ibu di tanah air, ia telah lama dikenal sebagai ibu profesional. Benar, istri dari Dodik Mariyanto tersebut memang mengkalim dirinya sebagai sosok profesional. Berikut catatan saya, semoga mampu menginspirasi ibu- ibu di Indonesia.

Setelah menemukan metode Jarimatika dan mematenkannya, Septi mulai mendirikan gerai- gerai les di hampir 120 kabupaten/kota dengan cara franchise. Suatu perkembangan yang luar biasa bagi seorang ibu rumah tangga nan cerdas tersebut. Berkaitan hal tersebut, ia pun memberanikan diri mengajukan kredit bank untuk membuat kantor pusat Jarimatika di Jalan Margosari PR 4 Kota Salatiga.

Setelah metode Jarimatika mulai merambah di berbagai daerah, akhirnya Septi mampu melunasi hutangnya di bank. Perihal pelunasan beban hutang ini sebenarnya ada cerita tersendiri, di mana franchice atau waralaba yang dipatoknya hanya berkisar Rp 3 jutaan. Lucunya, angka tersebut dianggap sangat murah yang berimplikasi pada komitmen mitra menurun tajam. Pasalnya, uang Rp 3 juta dinilai bukan sebagai investasi. Hingga akhirnya nominal waralaba dinaikkan menjadi Rp 9 juta, ternyata malah mampu memacu gairah mitra untuk mengembangkannya.

Susah membayangkan jatuh bangunnya ibu rumah tangga professional ini, yang pasti, sekarang Septi telah memetik buah karyanya. Meski harusnya ia sudah mampu menikmati kehidupan yang nyaman, namun, dirinya tetap terus bergerak mengembangkan dunia pendidikan yang cukup lama digelutinya. Sembari mengasuh tiga orang anaknya, dia masih sempat menerbitkan buku- buku yang bermanfaat.

Tercatat sudah ada 6 judul buku yang ditulisnya, bahkan buku perdananya berjudul Jarimatika Perkalian Pembagian terbeitan Kawan Pustaka tahun 2003, meledak di pasaran. Dalam tempo singat, lebih dari 100 ribu eksemplar terjual. Begitu pula buku Jarimatika Penambahan Pengurangan yang juga diterbitkan Kawab Pustaka di tahun 2004, ternyata mendapat respon positif. Sementara empat judul buku lainnya, lumayan laku.

Sampai sekarang, Septi tetap konsisten menjadikan rumah sebagai kantor. Konsekuensi hal tersebut, kendati statusnya  ibu rumah tangga, namun jangan mempunyai persepsi bahwa gaya hidupnya mirip ibu- ibu rumah tangga kebanyakan yang menjadikan daster sebagai pakaian “dinas” tetap. Sejak pk 07.00, dirinya sudah berpakaian rapi, memakai sepatu kantoran dan siap beraktifitas selayaknya orang kantoran.

Selain sibuk di sekolah alam Lebah Putih dan Institut Ibu Profesional (IIP), Septi kerap diundang di berbagai seminar. Penampilannya senantiasa rapi, wangi serta memiliki gaya bicara yang komunikatif. Saat berkenalan, ia biasa memberikan kartu nama. Tulisannya, Septi Peni Wulandari : Ibu Rumah Tangga Profesional dilengkapi alamat rumah, nomor telepon tanpa embel- embel titel apa pun.

Lulus SMP Langsung Kuliah di Singapura

Sepertinya kurang lengkap mengupas sepak terjang Septi tanpa menyinggung keberadaan tiga orang anaknya. Sebagaimana diketahui, Tahun 1995, Dodik Mariyanto  meminangnya. Celakanya, calon suami juga meminta syarat untuk menjadi istrinya, yakni Septi harus menanggalkan status Pegawai Negeri Sipil (PNS)  yang baru saja disandangnya. Usai menikah ,  Dodik memboyong istrinya ke Depok, Jawa Barat. Septi nekad resign dari PNS dan menerima kodrat sebagai seorang istri sekaligus calon ibu. Keputusan melepas status di PNS tersebut, sebenarnya ditentang oleh ibu kandungnya, ibu Musriyati yang sepanjang hidupnya juga seorang PNS (baca : ibu-profesional-ini-namanya-septi-peni-wulandari).

Dari buah pernikahannya tersebut, Septi mendapat tiga orang anak, masing- masing Nurul Syahid Kusuma, biasa disapa Enes, Kusuma Dyah Sekar Arum biasa dipanggil Ara dan sibungsu Elan Jihad Kusuma disapa Ian. Seluruh anak- anaknya tak ada satu pun yang bersekolah TK mau pun SD. Ketiganya memilih menempuh pendidikan homeschooling. Baru setelah memasuki bangku SMP, Enes serta Ara bersekolah di SMP Negeri 1 Kota Salatiga yang merupakan sekolah paling favorit.

Dalam mendidik anak, Dodik dan Septi menyerahkan sepenuhnya terhadap passion masing- masing putra putrinya. Mereka enggan memaksakan kehendak karena implikasinya bisa fatal. Anak pertama, Enes yang sangat peduli terhadap lingkungan, kerap berkutat di berbagai project lingkungan hingga berhasil memperoleh beberapa penghargaan. Ia menempuh pendidikan SD melalui homeschooling.

Memasuki bangku SMP, Enes mendaftar di SMP Negeri 1 Kota Salatiga. Karena kemampuannya di atas rata- rata, ia dengan mudah mampu menyelesaikan pendidikannya di sekolah paling bergengsi tersebut. Selepas itu, tanpa ijasah SMA, dirinya meneruskan kuliah S 1 di Universitas College Dublin Singapura. Hebatnya, saat mendaftar Enes hanya bermodal presentasi dan dinyatakan lolos seleksi.

Pada awal kuliah, Enes masih ditopang biaya dari orang tuanya. Memasuki tahun kedua, ia menolak kiriman logistik. Dirinya membiayai  kuliahnya sendiri dengan menjadi financial analyst. Konon, uang kiriman di tahun pertama tersebut sebenarnya tidak digunakan membayar kuliah, namun dimanfaatkan untuk berdagang makanan yang dijajakan secara door to door. Sedang keuntungannya dipergunakan membiayai kuliah.

Adik Enes, yakni Ara yang tergila- gila dengan sapi, sekarang mengelola peternakan sapi di Boyolali. Seperti kakaknya, ia juga tercatat sebagai salah satu mahasiswi di Singapura. Perihal kecintaannya terhadap ternak penghasil susu tersebut, sebenarnya sudah dimulai sejak kecil. Sehingga, pada waktu berumur 10 tahun, Ara telah mengelola sekitar 5000 sapi yang tersebar di satu desa. Bisnisnya sekarang sudah semakin besar karena dikelola secara serius. Yang menarik, cewek ini juga merupakan atlet berkuda dan berulangkali menyabet kejuaraan. Baik Enes mau pun Ara saat ini tinggal menunggu wisuda.

Sedang sibungsu, yaitu Ian masih menempuh pendidikan homeschooling setingkat SMP. Ia maniak robot dan berulangkali melakukan eksperimen pebuatan robot menggunakan barang bekas. Sejak kecil dia menolak bersekolah secara formal, sepertinya Ian mengabaikan keberadaan pentingnya selembar ijasah. “ Biar yang lain sibuk cari ijasah, aku akan sibuk belajar membuat perusahaan yang nantinya akan menampung para pemilik ijasah,” tukasnya.

Itulah sedikit gambaran tentang pendidikan yang ditempuh oleh anak- anak Septi, hingga sekarang semuanya berjalan lancar tanpa hambatan. Sementara Enes, Ara dan Ian berkutat dengan aktifitasnya masing- masing, sang ibu juga sibuk mengelola Jarimatika, sekolah alam Lebah Putih dan IIP. Kendati begitu, setiap ada waktu senggang, keluarga tersebut senantiasa berkumpul, bercengkrama sembari berdiskusi. Seperti apa kegiatan ibu rumah tangga professional itu ? (bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun