Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebuah Pertanggungjawaban Buku Anak

9 Desember 2019   08:11 Diperbarui: 9 Desember 2019   11:27 2000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku anak Indonesia di Frankfurt Book Fair (Sumber: Bambang Trim)

Kajian-kajian tentang sastra anak minim sekali dilakukan. Buku yang pernah terbit terkait sastra anak dapat saya sebutkan di sini adalah karya Riris K. Toha Sarumpaet (Pedoman Penelitian Sastra Anak/Penerbit Obor), Burhan Nurgiyantoro (Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak/UGM Press), Christantiowati (Bacaan Anak Indonesia Tempo Doeloe/Balai Pustaka), dan juga karya Murti Bunanta tentang cerita rakyat. 

Masih ada beberapa buku lainnya juga, tetapi saya kira jumlahnya tidak lebih dari 20 judul.

Sastra anak kita memang dunia yang terpinggirkan dari dahulu--seperti yang saya tuliskan di dalam skripsi dan buku. Para penulis buku anak dibiarkan tanpa pembinaan yang berarti. Sementara itu, gerakan literasi digaungkan di sana-sini. Tak ada guna gerakan literasi itu jika tidak ada buku yang pantas untuk dibaca anak-anak.

Dewan Juri SCA DKJ meskipun hanya bertiga, telah memantik emosi bahwa memang penulis buku anak dianggap sebagian besar belum becus. Alhasil, buku anak yang dihasilkan juga tidak bergema di dalam dunia kanak-kanak negeri ini. 

Penulis kita tidak mampu menciptakan karakter (tokoh) yang kuat layaknya karakter yang dciptakan oleh Amerika, Eropa, atau Jepang dan Korea. 

Mengambil contoh Jepang, mengapa penulis kita tidak mampu menciptakan semacam Doraemon, Kapten Tsubasa, atau Sailor Moon? Mengapa yang masih tertancap kuat adalah tokoh Si Unyil dkk. dan Si Komo?

Soal ini sudah pernah juga saya gugat, tetapi harus disadari lahirnya karakter-karakter kuat itu karena industrinya memang mendapat dukungan dari pemerintah. Kemunculan sebuah karakter dalam bentuk buku harus didukung dengan alihwahana lainya, yaitu film animasi, gim (game), bahkan juga produk pernak-pernik. 

***

Saya kira diperlukan semacam kajian mendalam, ruang-ruang diskusi yang intens, atau apa pun namanya untuk mengembangkan strategi melahirkan para penulis buku anak yang mumpuni. 

Mereka tidak dapat lahir tiba-tiba seperti halnya J.K. Rowling yang sudah terdidik dalam pendidikan bahasa dan sastra bermutu. Sebagai anggota panitia penilaian buku nonteks sejak 2017 di Pusat Perbukuan, saya sendiri sudah cukup mengurut dada, leher, dan kepala melihat buku-buku yang dinilaikan.

Mau mencari kambing hitamnya siapa? Tidak jelas karena sang kambing hitam sudah mengecat bulunya menjadi belang tiga.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun