Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengenal Lebih Jauh tentang Ghost Writer

7 April 2017   08:04 Diperbarui: 20 Agustus 2017   15:36 6213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerjaan GW erat kaitannya dengan kemampuan jurnalistik, terutama wawancara, termasuk investigasi dan riset. Beberapa film bertema GW sempat dirilis oleh Holywood, salah satunya yang berjudul Ghost Writer yang dibintangi Ewan McGregor dan Pierce Brosnan disutradarai Roman Polanski. Film GW itu menunjukkan betapa profesi GW juga berisiko jika ia malah terseret dalam investigasi dari konspirasi politik tingkat tinggi. Sang GW diceritakan terbunuh dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.

Tahun 2008 saya sempat membantu penulisan memoar seseorang yang menjadi konektor perdamaian RI-GAM. Si tokoh bertindak sebagai tokoh di belakang layar yang membantu keterhubungan antara pemerintah dan GAM. Ia memainkan posisi layaknya double agent, diutus pemerintah, tetapi juga dipercaya GAM karena banyak membantu. Dalam penulisan, saya beberapa kali harus ke Aceh mewawancarai tokoh GAM dan tokoh masyarakat di sana. Sewaktu menulis untuk PT Badak NGL tentang sejarah Kota Bontang, saya juga harus tinggal dua bulan lebih di Bontang meskipun ada masa beberapa hari saya balik ke Bandung. Saya sempat juga diundang ke Freeport untuk menulis dan menempuh perjalanan beberapa jam, serta naik helikopter dari Timika ke Tembagapura--sebuah perjalanan luar biasa ke negeri di awan. Namun, pekerjaan gagal saya dapatkan karena suatu hal. Ya, itu risiko.

Itulah bagian dari kerja sebagai GW yang kadang harus melakukan perjalanan demi perjalananan jarak jauh. Perjalanan terjauh yang saya lakukan untuk menulis adalah ke Mekkah-Madinah karena hendak menuliskan buku tentang perjalanan spiritual umrah. Saya juga pernah melawat ke Kyoto Jepang untuk menulis tentang pengusaha onderdil otomotif Jepang di Prefektur Siga. Pokoknya, profesi GW memang sangat menantang dan menarik, bukan soal bayaran saja. Profesi ini menghubungkan kita dengan banyak orang penting atau memiliki kisah luar biasa di dalam hidupnya serta menakdirkan kita mengunjungi tempat-tempat luar biasa. di muka bumi ini.

Proses menjadi GW memang bukan sim salabim atau semudah membalikkan taplak meja. Saya memulainya dari proses menjadi penulis level rendah yaitu penulis artikel opini di koran dan tabloid lokal. Lalu, menanjak sebagai penulis buku dan editor buku. Saya baru benar-benar menjadi GW ketika menuliskan memoar seorang dokter TNI yang pernah menjadi direktur RSCM. Itu terjadi sekira tahun 2000 setelah saya melakoni pekerjaan sebagai penulis-editor selama enam tahun. Tantangan profesi ini adalah pengetahuan komprehensif tentang dunia tulis-menulis sekaligus ilmu penerbitan karena klien umumnya akan banyak bertanya tentang hal-hal yang tidak mereka pahami soal penerbitan. GW harus siap dengan manajemen penerbitan seperti yang sederhana, yaitu draf perjanjian kerja sama (bukan MOU), surat penawaran atau proposal, standar tarif jasa,  dan juga bahan presentasi kepada klien.

Umumnya GW bekerja sendiri, tetapi ada juga yang membentuk tim dan perusahaan. Selain terkadang persoalan jarak, tantangan yang harus ditaklukkan juga soal tenggat (deadline). Pekerjaan GW kadang menyita waktu karena sulitnya mencari celah mewawancarai tokoh yang hendak ditulis, sulitnya mencari data-data, dan juga banyaknya permintaan perubahan yang dilakukan klien. Satu hal yang harus dipahami para GW--dan semestinya para GW sudah mafhum--bahwa 'buku' adalah produk intelektual yang memiliki daya untuk mengenalkan pikiran seseorang, memopulerkan sosok seseorang, dan juga menguatkan pemosisian seseorang dalam bidang tertentu. Karena itu, pekerjaan sebagai GW untuk buku tidak akan pernah habis, bahkan pasar ini terbuka luas di Indonesia, baik lokal maupun nasional, bahkan internasional seperti yang telah saya alami. Saya ibaratkan masih banyak tokoh luar biasa atau perusahaan/lembaga luar biasa yang sama sekali tidak memiliki 'buku sejarah' mereka, padahal kiprah mereka terkadang sudah mencapai level internasional.

Seorang GW juga jangan lupa untuk menghasilkan karya buku sendiri atau karya tulis lainnya karena itu merupakan portofolionya. Ya lucu saja ketika seseorang menawarkan diri sebagai GW, tetapi ketika ditanya "sudah berapa karyanya?", jawabnya "baru tiga buku". Ketika menjadi GW kali pertama, saya sudah menulis puluhan buku dan ratusan artikel.  Hal sama juga terjadi pada co-writer (CW) yang diposisikan sebagai penulis pendamping bagi seorang tokoh ataupun pengarang. Portofolionya haruslah meyakinkan.


Saya beri tahukan bahwa sebuah proyek penulisan jasa di Indonesia sudah menyentuh angka ratusan juta, bahkan menyentuh miliar rupiah, terutama jika bersentuhan dengan perusahan-perusahaan multinasional atau BUMN. Ada paket pekerjaan penulisan, penerbitan, dan pencetakan, lalu ada pula paket hanya penulisan. Paket penulisan dapat dihargai secara "gelondongan" per proyek atau per halaman. Per halaman pekerjaan GW dapat mulai dari Rp100.000,00. Tentulah di sini reputasi seorang GW yang "bermain" dalam soal tarif pekerjaan. Apakah ada GW yang masih dibayar puluhan ribu per halaman, ya tentu saja ada karena didasarkan pada hasil dan pengalaman.

Saat ini, produksi tulisan makin terjadi secara besar-besaran, apalagi karena didorong oleh teknologi digital. Perseorangan atau lembaga sama-sama memerlukan produk tulisan untuk kepentingan mereka. Karena itu, posisi GW menjadi sangat membantu dan menjadi solusi buat mereka. Belum ada riset tentang berapa sebenarnya pasar tulis-menulis ini di Indonesia. Pasar ini juga dapat dikembangkan di daerah-daerah karena di setiap daerah ada tokoh, ada perusahaan, dan ada pula pemerintah daerah yang pasti memerlukan jasa seorang GW ataupun CW.

Bagaimana duka menjadi GW? Singkat saja ketika hasil kerja tidak dibayar. Hehehe.

***

Di Hotel Lumire, saya dan mitra sekantor bertemu dengan seorang pejabat dari Kemenhan. Urusannya masih seputar buku. Setengah jam mengobrol dan sang pejabat berpamitan pulang, datang seorang penulis profesional dari Bogor. Ia memang ada janji berjumpa saya. Namanya sudah tidak asing di jagat maya. Ia Yusran Darmawan yang juga melakoni diri sebagai GW. Kami berbincang soal pekerjaan menulis sampai juga hal yang menyerempet-nyerempet politik. Saya dan Bang Yusran mulai intens bertukar pengalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun