Di tengah laut, langit berair mata, hangat terasa. Sangatlah haru, paksa menyibak awan, agar tak hujan. Dia lah pawang, berbekal mantra, selamatkan acara.
Memindah kapan, geser lokasi, menuju ke lautan. Langit berair mata, terharu juga, kenapa bisa.
Ku ingin mampu, menyibak duka lara, dari mimpiku. Mengambang di lautan, berarak awan, kibaskan hujan.
Langit berair mata, melihat tingkah, amati "polah". Tersering lupa, makna yang esensial, manusiawi.
Insan dan hewan, bernafsu semuanya, memburu senang. Benci penderitaan, kasih slalu terbang, terkenang-kenang. Riang sekarang, tak mungkin jadi haru, di masa datang.
Langit berair mata, saksikan lupa, inti etika. Nafsu diumbar, agar makin terkenal, berkibar-kibar.