Mohon tunggu...
bambang riyadi
bambang riyadi Mohon Tunggu... Praktisi ISO Management Sistem dan Compliance

ISO Management System and Compliance Practices. https://www.effiqiso.com/ is my blog about ISO 9001, ISO 14001, ISO 45001, and ISO 45001 topics. Menulis Buku: The Best Way to Keep Your ISO 50001 Certification Current, ISO 9001:2015: A Useful Narrative Handbook for Novices, preserving mental well-being in the digital age.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mengapa Generasi Z Tak Percaya pada Politik Konvensional? Saat Demokrasi Digital Menantang Sistem yang Usang di Era Kebijakan 2025

1 Oktober 2025   19:00 Diperbarui: 9 Oktober 2025   13:13 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suara dari Balik Layar | Canva.com

---

Pada 2 April 2025, tagar #TolakRUUKorupsi meledak di jagat media sosial. Bukan karena orasi di depan gedung DPR atau kampanye partai, melainkan dari sebuah video TikTok berdurasi 58 detik buatan seorang mahasiswi hukum di Malang. Dalam videonya, ia menjelaskan dengan tenang—tapi tajam—mengapa rancangan undang-undang baru justru bisa membuka celah korupsi sistemik.

Video itu ditonton lebih dari 3 juta kali dalam 48 jam. Aksi jalanan pun digelar di 12 kota, diprakarsai bukan oleh organisasi mahasiswa tradisional, melainkan oleh jejaring akun anonim di X dan grup Discord.

Peristiwa ini bukan kebetulan. Ia adalah bukti nyata bahwa Generasi Z tidak apolitis—mereka sedang mengganti skrip politik yang usang.

Politik yang Palsu vs Politik yang Autentik

Lama kita diberi narasi bahwa anak muda masa kini acuh tak acuh terhadap urusan negara. Survei tentang rendahnya minat Gen Z terhadap partai politik sering dikutip sebagai bukti “kemandulan politik” generasi muda.

Namun, klaim itu keliru. Masalahnya bukan pada Gen Z, tapi pada definisi politik yang kaku.

Bagi generasi sebelumnya, politik = partai, pemilu, jabatan, dan struktur formal.
Bagi Gen Z, politik = keadilan, etika, dan partisipasi kolektif.

Mereka tidak menolak politik—mereka menolak politik yang palsu: pencitraan tanpa substansi, janji yang tak ditepati, dan sistem yang terus menguntungkan elite sambil mengabaikan rakyat kecil. Mereka tidak percaya pada retorika “perubahan” yang hanya muncul lima tahun sekali. Mereka ingin bukti, bukan pidato.

Dan ketika sistem konvensional gagal merespons, mereka menciptakan saluran sendiri.

Demokrasi Digital: Gerakan Tanpa Pemimpin, Tapi Penuh Suara

Dari Hong Kong hingga Kenya, gerakan sosial yang dipimpin Gen Z menunjukkan pola serupa: cair, transnasional, dan didorong oleh kreativitas digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun