Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ekskursus Odysseus [3]

20 Juli 2018   11:28 Diperbarui: 20 Juli 2018   11:31 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekskurus "Epos Odysseus"  [3] selesai

Tulisan ini adalah bagian riset kajian pustaka interprestasi hermenutika pada Wangsa Sailendra atau Syailendra dengan meminjam kajian mitos ["Odysseus"] yang dilakukan oleh (die Frankfurter Schule). 

Saya meminjam interprestasi dengan menggunakan pemikiran teori kritik Adorno, Horkheimer pada mahzab Frankfurt (die Frankfurter Schule)   dikaitkan dengan tema mitos dan dialektika pencerahan. Tulisan saya ini adalah kelanjutan atau post Adorno, Horkheimer atau pemikiran Adorno, Horkheimer yang ditafsir ulang, dengan mengembangkan beberapa catatan dan pemikiran.

Pada tulisan ke (3) ini saya menjelasakan tentang post Adorno, Horkheimer mengenai ["Odysseus", dan makna pengorbannya"] agar bisa kembali kekampung halamannya ["Ithaca"]. 

Narasi yang saya pahami, dan dapat saja berbeda tafsir, bahwa esensi ["Odysseus", dan makna pengorbannya"] mirip dalam riset saya pada wayang Jawa Kuna lakon "Bima mencari air purwita sari" , atau mitos pada "kisah Mahabrata", atau mitos Dayak Manyaan Kalimantan tentang "Etuh", atau "Nini Punyut" atau "Etuh Bariungan" atau "Narasi Dara Mula Lapeh". 

Jika pada Dayak maka karakteristiknya pada seksuasi sebagai perwujudan pengetahuan paling tua dalam peradabannya. Semua figure yang saya temukan secara umum bersifat repetitive untuk memperoleh dominasi bernama kekusaan atau memberikan pencerahan dalam idiologi manusia secara universal.

Pada perjalanan pulang ["Odysseus", dan makna pengorbannya"], sangat menarik di tafsir oleh tulisan post Adorno, Horkheimer.  Pada perjalanan pulang atau kembali kekampung halamannya ["Ithaca"] maka ["Odysseus"] mengalami apa disebut dengan "godaan" yang sungguh mematikan ditaklukkan oleh kekuatan mistis (mitos).

Ekskurus "Epos Odysseus"  [3] selesai
Ekskurus "Epos Odysseus"  [3] selesai
Ke [1]  tragedi  atau peristiwa pemberhentian ke (1) berupa perjumpaan ["Odysseus"] dengan mitos mistis  atau penampakan mistis bernama ["Sirens"] disuatu pulau yang dilalui saat kembali setelah berakhirnya perang Troya. Nama ["Sirens"] memiliki suara merdu, dan tak tertandingi oleh apapun di dunia nyata, dan dipastikan menggoda awak kapal ["Odysseus"] untuk singgah dan berhenti di pulau tersebut. 

Pada kasus ini ada dialektika perjumpaan ["Odysseus"] dengan ["Sirens"].  Suara ["Sirens"] mengundang persinggah di pulau itu untuk dimakan dan mematikan ketika menginjak tanah dipulau tersebut.

 "Sirens song" atau nyanyian ["Sirens"] supaya tidak terdengar maka wajib menutup seluruh telinga semua tim ["Odysseus"] untuk menghindari perjumpaan yang mematikan. Eksperiment yang dilakukan ["Odysseus"] mendekati pulau tersebut sebagai uji nyali memastikan kekuatan Sihir ["Sirens song"].  

Maka ["Odysseus"] menutup telinga semua awak kabin kapal, dan membuat komitmen jika ada anggota awak kapal kesurupan, wajib ditangkap dan diikat pada tiang kapal, kemudian anggota awak kabin lainnya  harus mendayung dengan lebih kuat supaya menjauh dari daratan yang dikuasai oleh ["Sirens"].

Tafsir oleh tulisan post Adorno, Horkheimer bahwa perjumpaan ["Odysseus"] dengan ["Sirens"] menghasilkan dua pencirian sistem kapitalisme pada "suara" . Satu kelompok menikmati suara lagu ["Sirens song"] disebut kaum buruh pegawai, atau kelompok yang hanya punya badan mengikuti kehendak badan untuk menjual tenaga kerja atau disebut kelompok "agent", dan golongan kedua adalah kelompok yang selalu berdiri dalam kemandirian tegak dan kokoh atau disebut pemilik "capital" yang memiliki kemampuan kepemilikan property dividen bunga sewa royalty atau disebut "pemilik atau "priciples. Maka tafsir agency theory pada Jensen dan Mackling (1976) dapat dijelaskan dengan teori perjumpaan ["Odysseus"] dengan ["Sirens"].

Ke [2]  tragedi  atau peristiwa pemberhentian ke (2) berupa perjumpaan ["Odysseus"] dengan mitos mistis  atau penampakan mistis bernama ["Polyphemus"] untuk menuju kepulangan.

Pada perjumpaan kali ini Adorno, Horkheimer sebagai reinkarnasi anak dari Dewa laut ["Poseidon"] ke ["Ithaca"]. Anak dewa laut ini ["Polyphemus"] pemakan manusia bermata satu, dan satunya adalah buta. Anak dewa ini kemudian diberikan anggur mabok dan di tusuk biji matanya sehingga akhirnya ["Odysseus"] dalam lulus dan menyelamatkan diri.

Dan dalam perjumpaan dengan ["Odysseus"] ada pada gua milik anak dewa laut ini ["Polyphemus"]. Semua pintu keluar sudah dikunci oleh ["Polyphemus"] dan siap memakan awak kapal dan ["Odysseus"] sendiri.  

Maka sebelum dimakan ["Odysseus"] menyamarkan diri dan memperkenalkan diri dengan menyebutnya  {"I am Nobody"}. Kemampuan melawan keturunan dewa yang luar bisa dengan menyatakan nama sebagai {"Nobody"} adalah sikap supaya tidak dapat dikenali, oleh pihak manapun. Kekuatan dan kemampuan mendalami jiwa dan bukan tubuh (konsep Rene Descartes dualitas tubuh dan jiwa). 

Maka {"I am Nobody"} bermakna kemampuan menghilangkan jejak, dan investigasi lawan kemudian hari dipakai dalam dunia "intelligent negara" seperti BIN, CIA, dan badan intelligent dunia, bidang audit forensic dan kepakaran dalam semua bidang audit bidang ilmu ekonomi dan akunansi. {"I am Nobody"} menunjukkan ketiadak adaan identitas untuk memahami dan menjawab pertanyaan bermakna (a) menyembunyikan diri, (b) membuat semua menjadi abstrak, (c) berada dalam zona territorial abu-abu. Inilah yang dipakai dalam semua bidang akuntansi dan audit keuangan sebagai berlanjutan pemikiran {"I am Nobody"}.

Dalam makna pencerahan, penelitian saya pada 3 orang mahasiswa dari kampung terpencil di kaki Gunung Sumbing, dan Gunung Sindoro Jawa Tengah masuk di Fakultas Ekonomi, dan Bisnis  Universitas Atma Jaya Jogjakarta akan mengalami pengalaman  reinkarnasi atau repetisi (pengulangan) apa yang telah memimpa perjumpaan ["Odysseus"] dengan penampakan mistis bernama ["Polyphemus"] harus menghilangkan identitas  {"I am Nobody"} pada kebisaan hidup kecil bermain disawah, bermain layangan, dan menikmati lagu "Macopat" oleh sinden alm, neneknya dikampung halaman. Ia menghilangkan diri melepur dalam globalisasi kota Jogja demi atas nama emansipasi.  

Apalagi kemudin hari si Mahasiswa tersebut kini berkerja di Kantor Akuntan Publik big 4 PWc, maka semua dirinya menghilang dia bukan dirinya yang ada atau {"I am Nobody"}.  Dan akhirnya harus menikah wanita kaya, berpendidikan, aristokrasi, dan bergaul dengan mall Grand Indonesia, atau Plaza Indonesia. Sebuah "pencerahan intelektual adalah proses alienasi diri" menjadi subjek diri yang lain, rumit, dan paradoks. Perjalanan mengubah nasib melawan nasib kehidupan  di kaki Gunung Sumbing, dan Gunung Sindoro Jawa Tengah.

Ke [3]  tragedi  atau peristiwa pemberhentian ke (3) berupa perjumpaan ["Odysseus"] dengan mitos mistis  atau penampakan mistis bernama ["Circe"]. Nama ["Circe"] adalah wanita cantik melebihi kecantikan Jessica Alba, atau Julie Estelle. Dan semua manusia didunia pasti terpikat dengan diri ["Circe"] tanpa ada obat atau kemampuan anti sihir atau diagnosis psikologi yang dapat menyembuhkan memulihkan keadaannya.  

Dengan kompetesi yang dimiliki maka ["Circe"] mengubah semua awak kapal Odysseus menjadi binatang. Dan meminta dirinya supaya dinikahin oleh Odysseus, melakukan hubungan seks dengannya sebagai wujud afirmasi dirinya. Ini adalah kendala paling dominan pada upaya Odysseus untuk kembali ke kampung halamannya di Ithaca.

Maka dengan alasan Odysseus merelakan dirinya  mengorbankan dirinya pada keinginan ["Circe"] atau apa yang disebut psikologis Sigmund Freud sebagai kecurigan pada seks atau libido seks umat manusia atau keterwakilan reproduksi umat manusia sebagai bentuk kehidupan yang lebih tua. Konsep ini sama penelitian saya pada nasarasi Dayak Manyaan Kalimantan tentang Dara Mula Lapeh pada saat perjalanan menuju manusia dan penelitian kedua saya pada Candi Sukuh Karanganyar (Candi Seksuasi).

Adorno, Horkheimer memahami peristiwa pemberhentian ke (3) ini adalah wujud manusia melepaskan diri pada kehendak seksuasi. Dan setelah seluruh awak kapal Odysseus bebas dari kutukan hewan, dan kembali menjadi manusia normal, maka kepemimpinan Odysseus tidak terjebak dalam kondisi menuju tujuan akhirnya (the journey).

Kekuatan pada wanita cantik dan umat wanita dunia mampu menundukkan pada laki-laki gagah perkasa, intelek, dan berdedikasi loyal padanya. Dan pada akhirnya akan mengalami paradoks kepatuhan pada laki-laki menimbulkan cinta mendalam, akhirnya justru memperlemah ["Circe"] dengan membiarkan laki-laki ["Odysseus"] pergi dari pangkuannya dan memberikan petunjuk dan peta jalan pulang kampung ke Ithaca. Namun pada sisi lain apresisasi luar bisa dalam kemampuan ["Odysseus"] larut dan menyerah, berani melepaskkan dominasi diri, dan mengingkari diri sendiri.

Ke [4]  tragedi  atau peristiwa pemberhentian ke (4) berupa perjumpaan ["Odysseus"] dengan dunia bawah Tanah Hades, atau dewa alam manusia yang telah meninggal. Perjumpaan  ["Odysseus"] dengan mitos mistis ["Teiresias"] adalah wujud utama dan paling akhir pada anti Mitos.  perjumpaan ["Odysseus"] dengan ["Teiresias atau dunia bayang-bayang"] untuk bertanya jalan dan arah menuju pulang ke Ithaca, dengan meredam atau memulihkan kepercayaan dan kemarahan Dewa laut ["Poseidon"] akibat kesombongan ["Odysseus"].

Bagimana cara supaya Dewa laut ["Poseidon"] membiarkan ["Odysseus"] bisa kembali kekampung halamannya ["Ithaca"] dan memaafkanya. Dengan makna lain bahwa kutukan Dewa laut ["Poseidon"] bisa lepas, dan  garis tangan akhir kehidupan ["Odysseus"] bisa kembali menjadi miliknya sendiri.

["Teiresias atau dunia bayang-bayang"] memberikan titah dan perintah kepada ["Odysseus"]  "supaya memikul memanggul  dayung dan terus berjalan  sampai berjumpa dengan berjumpa dengan orang yang tidak pernah melihat mengetauhi laut dan manusia itu tidak pernah memakan makanan yang diberikan dengan unsur garam".

Kekonyolan yang dipertontonkan ["Odysseus"] membuat manusia tertawa dan aneh alis melawak, atau lucu. Pentas dilakukan ["Odysseus"] demi apa tujuannya untuk membuat dewa laut ["Poseidon"] tertawa terpingkal-pingkal sehingga lupa "pada kemarahnya" dan membiarkan ["Odysseus"] berlalu dihadapannya dan seterusnya membiarkan ["Odysseus"] pulang kampung. Suatu tindakan ["Odysseus"] membuat lawan nya lupa dan tertawa, atau tertawa adalah lawan marah. Marah diatasi dengan lawan tertawa.

Akhirnya pada ["epos Odysseus"] menurut Adorno, Horkheimer adalah kualitas pemurnian diri (ego) individu mempertahankan diri dan berbagai kondisi perjalanan hidup, diawali ketika ["Odysseus"] menginggalkan pasangan hidupnya istrinya bernama  ["Panelope"], dan  kampung nya bernama ["Ithaca"], dan pulang kembali hidup bersama istrinya bernama  ["Panelope"].

Tindakan  dan pengalaman  ["Odysseus"] sekembalinya ke Ithaca menceritrakan bagimana pengalamannya bersama dunia Mitos mistis.  Pada episode ini Homerus membiarkan tindakan ["Odysseus"] berceritra tentang dirinya sebagai subyek yang otonom (bebas) dan berindentitas, gambaran kekejaman nasib dirinya dan memberikan jarak dan harga yang tidak murah pada pengalaman alienasi diri menjadi diri sendiri.

Tindakan  ["Odysseus"] telah berhasil melawan takdirnya untuk menentukan nasib diri sendiri dan menghapus segala aturan dan dominasi didalam alam semesta, dan pada faktanya umat manusia tidak bisa dilepaskan pada dunia Mitos yang menyetir kehidupan manusia yang memintanya "persembahan, pengorbanan", dan penyangkalan diri.

Tujuan akhir (the journey)   atau visi misi tindakan  ["Odysseus"] untuk dapat kembali ke kampung halamannya sendiri (Ithaca) atau mirip Jawa Kuna pada mitos Kejawen dokrin Manunggaling Kawula Gusti,  atau Kaharingan pada Dayak Wadian Welum, Wadian Matei.

Tanpa tujuan akhir kehidupan  memiliki implikasi dalam pola pikir dapat meluas bahwa logika negara, logika bangsa, perusahaan, individu harus berani melawan dominasi dan segala regulasi yang ada mengekang dan mengikat mereka, dengan melompat dan melampaui (beyond) atau semangat anti dominasi. Indonesia (NKRI) atau logika negara bisa maju bila berani melawan tradisi dominasi untuk menjadikan Indonesia yang memiliki kebebasan, dan manusia berkeutamaan (ugahari), dengan semangat anti dominasi.

Inilah model revolusi mental (Trisakti, Nawa Cita) episteme dokrin Homerus dan lakon ["Odysseus"] untuk bangsa dan logika mewakili negara untuk Indonesia bagi para punggawa negara ini. 

Saya sebut sebagai model Dekonstruksi Mental Negara Indonesia menjadi berciri dan beridentitas. Sudah cukup negara ini bereksperimen, coba-coba, mulailah saatnya kita semua Indonesia paham makna penyangkalan diri pada dan arti persembahan dan pengorbanan demi Ibu Pertiwi. Tanah  air Indonesia adalah wujud {["Teiresias atau dunia bayang-bayang"]} harus diwujudkan dengan menggunakan eliminasi pada dominasi dan kembali kepada cita-cita luhur dan mengatisiapasi nilai ganda pada emansipasi. Semoga demikian. Selesai***.

Daftar Pustaka: 

  1. Apollo Daito., 2018., Studi Estetika Komparasi pada Wangsa Sailendra dan Wangsa Syailendra Untuk Episteme bidang Auditing
  2. ___,.2016., Pembuatan Filsafat Ilmu Akuntansi, Dan Auditing (Studi Etnografi Reinterprestasi Hermenutika Pada Candi Prambanan Jogjakarta
  3. ___,.2011., Pencarian Ilmu Melalui Pendekatan: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi
  4. ____., 2011., Model dekontruksi teori akuntansi: suatu survey pada masyarakat Dayak Kaharingan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah: laporan penelitian hibah bersaing
  5. ____,, 2014., TEST VALIDITY MODEL AT INDONESIA STOCK EXCHANGE ACCOUNTING THEORY DECONSTRUCTION
  6. ___, 2007., Metodologi Penelitian Penyusunan Skripsi/Tesis/Disertasi
  7. ___,.2003., Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Earningss Management Serta Penerapannya Dalam Penyusunan Laporan Keuangan
  8. Katie Fleming.,  2012.,Odysseus and Enlightenment: Horkheimer and Adorno's "Dialektik der Aufklrung"  International Journal of the Classical Tradition ., Vol. 19, No. 2 (June 2012), pp. 107-128
  9. Theodor W. Adorno, Max Horkheimer and Robert Hullot-Kentor ., Odysseus or Myth and Enlightenment.,1992.,  New German Critique . No. 56, Special Issue on Theodor W. Adorno (Spring - Summer, 1992), pp. 109-141.
  10. ___., Dialectic of Enlightenment  Philosophical Fragments., is translated from Volume 5 of Max Horkheimer, Gesammelte Schriften: Dialektik der Aufklrung und Schriften 1940--1950, edited by Gunzelin Schmid Noerr, 1987 by S. Fishcher Verlag GmbH, Frankfurt am Main. Edited by Gunzelin Schmid Noerr, Translated by Edmund Jephcott., 2002., Stanford University Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun