Jaksa yang bertindak sebagai eksekutor dalam perkara ini adalah Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bojonegoro Hendro Sasmito. Namun, yang mengantarkan terpidana dari kantor kejari menuju LP Bojonegoro adalah kuasa hukum terdakwa, Hasnomo SH, dan staf pidana khusus, Priyono.
Bayar Rp. 22 juta
Kasiyem (55), warga Desa Kalianyar, Kecamatan Kapas, mengeluarkan uang Rp22 juta agar dirinya tidak masuk penjara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) kelas IIA Bojonegoro.Ia mengaku uang tersebut diserahkan kepada penasehat hukumnya sebelum dieksekusi tanggal 27 Desember 2010. "Saya minta tidak masuk penjara itu saja," katanya di LP Bojonegoro, Selasa (4/1/2011). Ia tidak menyangka cara yang digunakan penasehat hukumnya agar dirinya tidak mendekam di penjara dengan menerapkan joki napi. "Tidak punya niat untuk ditukar dengan orang," ujarnya.
Diperiksa Polisi Bojonegoro
Kapolres Bojonegoro, Jatim, AKBP Widodo menyatakan, polisi akan memeriksa sembilan orang yang diduga terlibat kasus "joki" napi Lapas Bojonegoro, Karni (51) yang menggantikan posisi napi Kasiyem (56), warga Desa Kalianyar, Kecamatan Kapas.
"Kami sudah memintai keterangan Kasiyem dan Karni," kata AKPB Widodo, ketika mengunjungi lapas setempat, Selasa (4/1). Menyusul kemudian, tujuh orang juga akan dimintai keterangan yaitu tiga staf kejaksaan, termasuk jaksa Trimurwani, juga bagian registrasi lapas Atmari dan pengacara Hasnomo. Dari perkembangan yang ada, lanjutnya, kasus "tersebut, menyangkut masalah tindak pidana umum. Namun, dia mengatakan, polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus itu.
Patrialis Lepas Tangan
Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, mengatakan adanya kasus joki-napi di Bojonegoro, Jawa Timur bukan merupakan kesalahan Kementerian Hukum dan HAM, ataupun Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang bersangkutan."Kalapas sudah laksanakan tugas sebagaimana protap (prosedur tetap) yang ada. Tapi kan tidak mungkin Kalapas cek dan ricek ke Pengadilan," kata Patrialis di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 4 Januari 2011.
Bahkan Patrialis seakan lepas tangan terhadap permasalahan itu. Menurut Patrialis, itu merupakan urusan Kejaksaan, karena Lapas hanya menerima tahanan berdasarkan data dari Kejaksaan. Bahkan penyerahan tahanan tidak disertai foto. "Itu bukan urusan kita. Itu sepenuhnya urusan eksekutor, Kejaksaan," ucap Patrialis. "Yang paling bertanggung jawab bukan Kemenkumham atau Lapas," lanjutnya.
Humas Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Chandra Nestiyono mengatakan, kasus terpidana yang membayar Rp 10 juta kepada orang lain untuk menggantikan dirinya dipenjara menjadi tanggung jawab Kejaksaan selaku eksekutor. Pasalnya, pihak LP tidak mungkin menerima orang yang menjadi narapidana dengan data yang tidak valid. “Pihak LP sendiri tidak bisa menerima orang baru yang masuk dengan data yang tidak valid dari kejaksaan. Jadi, tanya jaksanya, dikembalikan ke kejaksaan,” ujar Chandra di Jakarta, Sabtu (1/1/2011).
Kejaksaan Agung Masih Melakukan Pemeriksaan
Sementara itu, Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan Kejaksaan masih melakukan pemeriksaan terhadap kasus joki-napi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA di Bojonegoro, Jawa Timur. Tapi Basrief membantah adanya joki-napi hanya merupakan kesalahan Kejaksaaan semata.
"Bahwa ada keterlibatan di situ, pengacara juga di sana, petugas pengawal tahanan kita, juga petugas dari Lapas itu sendiri," kata Basrief di Istana Kepresidenan, 4 Januari 2010.
Jangan-jangan Lelaki Yang Ditahan Di Rutan Cipinang Itu Joki Juga?