Mohon tunggu...
Bakaruddin Is
Bakaruddin Is Mohon Tunggu... -

Saya pensiunan PNS di Departemen Pertanian, pendidikan terakhir Faculty of Agriculture and Forestry, Univesity of Melbourne, Australia. Saat ini giat dalam kegiatan Dakwah dan Tabligh serta menjalankan bisnis Air Oxy http://www.my-oxy.com/?id=rudinis dan kalung/ gelang biomagnet http://www.biomagwolrd.com 0815 910 5151

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sudahkah Nabi Muhammad SAW Jadi Idola Kita ?

25 Februari 2010   18:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:44 5008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nabi Muhham SAW adalah seorang manusia yang sangat sempurna, yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Dia-lah Kekasih Allah. Nama Nabi Muhammad SAW selalu ”digandengkan” dengan Nama Allah. Nama Muhammad Saw sendiri sudah ada sejak Nabi Adam diciptakan. Allah sendiri memuji akhlak dan budi pekerti Nabi Muhammad SAW sebagaimana firman-Nya:Sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam: 4).

Jangankan kita, para sahabat saja tak sanggup melukiskan keindahan akhlak Rasulullah SAW. Apabila mereka ditanya tentang bagaimana akhlak Rasulullah SAW, mereka hanya bisa menangis. Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi SAW. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu peristiwa yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

KetikaSiti Aisyah r.a, istri Nabi SAW ditanya oleh seorang Badui tentang akhlak Nabi SAW, beliau hanya menjawab: ”Akhlak Muhammad itu Al-Qur’an”. Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi SAW itu bagaikan Al-Qur’an berjalan. Badui itu tidak puas, bagaimana mungkin ia segera mengetahu akhlak Nabi kalau ia harus membaca seluruh kandungan Al Qur’an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak Surat Al-Mu’minun ayat 1-11, yaitu: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang khusuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuuatan dan perkataan yang tidak berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang selain itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan janjinya, dan orang-orang yang menjaga shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang mewarisi, mewarisi surga Firadaus. Mereka kekal di dalamnya”

Dan ketika didesak pertanyaan tentang kesan beliau terhadap suaminya, Nabi Muhammad SAW, Aisyah menjawab, “Ah semua perilakunya indah.” Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. “Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, ”Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.” Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Suatu saat, Nabi Muhammad SAW membuat khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. Dia terkejut bukan kepalang melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, “Mengapa engkau tidur di sini?” Nabi Muhammmad menjawab, “Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.”

Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi SAW mengingatkan, “Berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya.” Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

Ada seorang sahabat yang mempunyai kesan yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis SAW. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul SAW memanggilnya. Rasulullah SAW memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasulullah SAW pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi SAW tersebut.

Begitulah akhlak Rasulullah SAW, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia?.

Nabi Muhammad SAW juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasulullah SAW selalu memujinya. Abu Bakar- lah yang menemani Rasulullah SAW ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasulullah SAW sakit. Tentang Umar, Rasulullah SAW pernah berkata, “Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Nabi SAW bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi SAW memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta’wil) mimpimu itu? Rasulullah SAW menjawab “ilmu pengetahuan.”Tentang Utsman, Rasulullah SAW sangat menghargai Utsman karena itu Usman menikahi dua putri Nabi SAW hingga Utsman dijuluki Dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasulullah SAW bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. “Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.” “Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik.”

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah…ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.

Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad SAW Buktinya, dalam Al-Qur’an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad SAW Allah menyapanya dengan “Wahai Nabi”. Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.

Menjelang akhir hayatnya, Rasulullah SAW berkata pada para sahabat, “Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di Padang Mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!” Para sahabat terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisiku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut balas hari ini.” Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Umar langsung berdiri dan siap “membereskan” orang itu. Tapi Rasulullah SAW melarangnya. Rasulullah SAW menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi SAW keheranan ketika Nabi Rasulullah SAW meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasulullah SAW berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah tubuh Rasulullah SAW. Nabi SAW berkata, “Lakukanlah!” Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi Rasulullah SAW dan memeluk Nabi seraya menangis, “Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah”. Seketika itu juga terdengar ucapan, “Allahu Akbar” berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi SAW itu tidak mungkin diucapkan kalau Rasulullah SAW tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Rasulullah SAW sebelum Allah memanggil Rasulullah SAW ke hadirat-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun