Pikiran saya kalut entah ke mana-mana. Dunia seperti sangatlah lambat sekali. Saya ingin ada pintu ajaib yang bisa menerbangkan jiwa dan raga ke beberapa tahun ke depan. Lagi-lagi ini bukan dunia Doraemon. Ini kenyataan yang dihadapi bagai kopi pahit yang saya kecap tiap malam.Â
Tentu, saya tidak sendirian. Mahasiswa 'abadi' lain di kosan tetangga kadangkala menendangkan lagu-lagu putus cinta tiap malam. Radio hampir 24 jam. Selera makan jangan ditanya. Tumpukan kertas tiap minggu ia berikan untuk nenek yang jualan gorengan di depan kosan kami.Â
Saya juga demikian. Mau tertawa ngakak tapi sedih.Â
Maaf!
Nggak ada lucunya, Kawan.Â
Kertas-kertas yang tanpa coretan itu, karena "Bab 2 ini tidak sesuai dengan isi bahasan, kamu ubah semua!"
What? 20 halaman lebih ubah semua?
Nenek depan kosan kami akan berkata, "Semoga minggu depan ada lagi ya?"Â
Bukan itu doa yang saya butuhkan, dan juga kawan yang sudah jadi penyanyi dadakan itu inginkan.Â
Tapi, seakan-akan kami memang dikehendaki untuk membantu nenek itu di minggu-minggu ke depan itu.Â
Saya mampir di magrib, saya kasih 1 bundel draft skripsi ke nenek itu karena, "Tiap halaman sudah saya coret, kami perbaiki semua karena tidak ada sinkronisasi antara bab 1 sampai bab 5!"Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!