Kayu: Paku, kamu telah melukai ku begitu dalam
paku: kayu, kalau kamu melihat pukulan di atas kepala ku , pasti kamu memaafkan mu
Kayu : ia terdiam sejenak, merasakan eorih yang masih tertinggal di tubuhnya. Namun ia menatap paku dengan mata yang mulai mengerti. Dan ia berkata" Mungkin aku terlalu sibuk merasakan sakit ku, hingga lupa melihat luka yang kau tanggung.
paku : Aku tidak pernah ingin melukaimu, kayu. Tapi aku juga tak punya pilihan. Tangan yang memukulku lebih kuat dari kehendak ku.
Kayu: " lalu kita berdua adalah korban dari tangan yang tak terlihat. Tapi mengapa kita saling menyalahkan?
Angin menghembus Pelan, membawa suara alam yang seolah ikut mendengarkan percakapan mereka .
Paku : Karena rasa sakit membuat kita buta. kita lupa bahwa luka bukan hanya milik satu pihak.
kayu: Dan mungkin....maaf bukan tentang siapa yang salah, tapi tentang siapa yang mau mengerti lebih dulu.
paku mulai bergetar, seolah ingin keluar dari tubuh kayu.
paku: jika aku bisa memilih, aku ingin dilepaskan. Tapi aku tahu, bekas luka akan tetap ada."
kayu : Bekas itu akan menjadi pengingat. Bahwa kita pernah saling melukai, tapi juga pernah saling memahami".
Makna di balik kisah ini
luka tidak selalu datang dari niat jahat. kadang, orang melukai karena mereka sendiri sedang terluka.Â
Empati adalah jembatan menuju penyembuhan. ketika kita berhenti melihat dari sudut kita sendiri, kita mulai memahami bahwa setiap orang punya beban yang tak terlihat.
Maaf bukan akhir dari luka, tapi awal dari pemulihan.
Bekasnya mungkin tetap ada, tapi makanan bisa berubah menjadi pelajaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI