DPR RI memiliki fungsi pengawasan untuk melakukan kontrol terhadap kewenangan Pemerintah. Fungsi kontrol ini dilaksanakan untuk melakukan pengawasan terhadap penentuan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, rencana penganggaran dan belanja negara, pelaksanaan anggaran dan belanja negara, dan kinerja Pemerintah. Legislatif harus aktif melakukan pengawasan terhadap proses berjalannya pemerintahan untuk memastikan proses perjalanan pemerintah dan negara tidak bertentangan dengan undang-undang. Fungsi kontrol merupakan fungsi paling penting pada lembaga perwakilan rakyat, terlebih parlemen memiliki arti berbicara dalam hal mewakili rakyat. Kehadiran lembaga legislatif dalam proses pengambilan kebijakan dalam pemerintahan dan negara bukan sebagai penghambat kemajuan, tetapi memastikan bahwa suara rakyat tersampaikan dengan jelas dan tajam ke negara.
Contoh fungsi pengawasan DPR RI dipraktikkan pada pembentukan Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI yang bertugas melakukan pengawasan penyelenggaraan ibadah Haji pada tahun 2025. Timwas Haji menemukan dugaan pelanggaran pada praktik penyelenggaraan ibadah Haji tahun 2025 dan akan menyerahkan temuan tersebut kepada aparat penegak hukum. Anggota Timwas Haji DPR RI Selly Andriany Gantina menyampaikan dan mendorong rekomendasi untuk KPK dalam melakukan penyidikan dan pemanggilan kepada pihak terkait penyelenggaraan haji terkait penemuan kuota haji regular yang dialokasikan ke kuota haji khusus, sehingga berujung jual beli kuota haji. Evaluasi dilakukan oleh Timwas Haji DPR RI mengenai permasalahan vital seperti ketidaksinambungan anggaran, pelayanan dan fasilitas terhadap jamaah haji yang kurang maksimal, serta evaluasi peran Kementerian Agama dan lembaga yang menyelenggarakan ibadah Haji.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil melaksanakan fungsi pengawasan kepada Kejaksaan Agung dengan mempertanyakan kesepakatan tentang penyadapan oleh Kejaksaan Agung bersama operator telekomunikasi. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 5/PUU-VIII/2010 menyatakan bahwa tindakan penyadapan harus ditentukan oleh undang-undang. Nasir Djamil menjelaskan bahwa Pasal 30C UU No.11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan menyatakan Kejaksaan hanya bisa melaksanakan penyadapan atas undang-undang khusus. Komisi III DPR RI akan mendorong untuk meminta klarifikasi dan pertanyaan kepada Kejaksaan Agung tentang kesepakatan Kejaksaan Agung bersama operator telekomunikasi atas penyadapan. Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka menyatakan bahwa kesepakatan Kejaksaan Agung dengan operator telekomunikasi tentang penyadapan harus diawasi secara ketat, karena hal tersebut berkaitan dengan hak privasi masyarakat dan hanya terkhususkan pada kasus tertentu terutama pidana kelas berat. Komnas HAM dan Komisi Informasi Pusat harus dilibatkan secara maksimal dan efektif untuk menyeimbangan privasi data dan hak asasi manusia serta kebutuhan pelaksanaan penegakan hukum.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI