Serangan Personal (Ad Hominem): Ketika argumen habis, data pribadi lawan diserang. "Ah, kamu kan cuma lulusan SMA, tahu apa soal ekonomi?" atau "Akun bodong kok ikut komentar, pasti buzzer!"
Logika Lompat Pagar (Straw Man Fallacy): Memelintir argumen lawan menjadi sesuatu yang konyol dan mudah diserang, padahal bukan itu yang dimaksud.
Merasa Paling Benar: Keyakinan buta bahwa pendapat pribadinya adalah kebenaran mutlak yang tidak bisa diganggu gugat. Diskusi pun berhenti, berganti menjadi ajang saling merendahkan.
Akibatnya? Orang-orang yang benar-benar paham dan memiliki kompetensi di bidangnya justru memilih diam. Mereka lelah dan enggan menghabiskan energi di tengah lumpur perdebatan kusir. Ruang publik digital pun akhirnya dikuasai oleh mereka yang paling vokal, bukan yang paling berisi.
Bisakah Kita Mengembalikan Diskusi Sehat?
Saya tidak pesimis, tetapi juga tidak naif. Mengubah ekosistem digital yang sudah terlanjur bising ini adalah pekerjaan raksasa. Namun, setidaknya kita bisa memulainya dari diri sendiri. Sebuah langkah kecil yang jika dilakukan bersama-sama, mungkin bisa membawa perubahan.
Pertama, mari menjadi pembaca yang lebih baik. Bacalah informasi secara utuh sebelum berkomentar. Biasakan diri untuk bertanya pada diri sendiri: "Apakah saya benar-benar paham topik ini, atau saya hanya ikut-ikutan?"
Kedua, belajar untuk tidak setuju secara terhormat. Kita boleh berbeda pendapat, itu esensi demokrasi. Namun, seranglah argumennya, bukan orangnya. Gunakan kalimat seperti, "Saya memahami sudut pandang Anda, tetapi menurut data yang saya baca..."
Ketiga, ketahui kapan harus berhenti. Tidak semua perdebatan harus dimenangkan. Jika diskusi sudah berubah menjadi ajang caci maki, mundur adalah pilihan paling bijak untuk menjaga kewarasan kita.
Kolom komentar adalah cerminan kecil dari masyarakat kita. Jika di ruang sekecil itu saja kita gagal membangun diskusi yang beradab, bagaimana kita bisa berharap untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa yang jauh lebih besar?
Mungkin sudah saatnya kita berhenti berlomba menjadi "ahli" di segala bidang, dan mulai belajar lagi untuk menjadi pendengar yang baik.