Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kenangan saat Berpuasa di Lombok dan Bima

15 Mei 2018   20:59 Diperbarui: 15 Mei 2018   21:21 1446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi gelap gulita, jalan yang sempit, dan dekat dengan jurang, membuatnya harus ekstra hati-hati.  Untunglah pekerjaaan monitoring jalan selesai sebelum hari beranjak gelap. Kami harus kembali ke Kota Bima sebelum waktu berbuka puasa.

Pukul 17.00 kami selesai survei dan kembali ke Hotel Marina.   Kota Bima menjelang berbuka puasa kali ini begitu lenggang karena memang sedang hujan deras.   Dari jendela hotel di lantai 4 saya bisa melihat suasana menjelang maghrib.  

Tak banyak orang terlihat di jalan.  Di Jakarta atau Bandung, menjelang Maghrib justru banyak orang tumpah ke jalan untuk 'ngabuburit' menunggu azan berkumandang.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
 Hari kedua di Bima, kami melanjutkan survei jalan di beberapa ruas.  Ada beberapa tempat gorong-gorong ditutup batu oleh warga.  Dalam hati saya bertanya, nanti airnya malah mengalir ke jalan dong.  Lapisan aspalnya bisa-bisa rusak.

Sebelumnya batu-batu di gorong-gorong itu pernah dipindahkan oleh pekerja di lapangan.  Tapi keesokan harinya sudah ditutupi batu kembali oleh warga.  Ketika kembali akan dibuka, beberapa warga datang sambil marah-marah.  Mereka mengancam akan menutup jalan kalau batu itu dipindahkan.

Mengapa?  Rupanya gorong-gorong yang ada dijadikan tempat persembunyian babi liar.  Babi-babi inilah yang merusak lahan dan tanaman warga.  Saya juga heran kalau siang babi-babi itu tak terlihat.  Tetapi kalau malam gelap, puluhan babi muncul entah dari mana.  Akhirnya, batu-batu itu dibiarkan dulu menutupi gorong-gorong.

Cobaan puasa di Bima adalah terik matahari.  Kata teman-teman di Bima, di kota ini mataharinya dua.  Lebih terik dibandingkan Jakarta atau Tangerang.   Rata-rata yang kami temui adalah saluran yang tertimbun tanah, ilalang yang tinggi hingga ke badan jalan, beberapa titik longsor, dan tiadanya saluran sehingga menimbulkan genangan bila hujan.  Untungnya di Bima saat itu jarang hujan.

Seperti biasa kami berbuka puasa di kota Bima.  Kali ini kami berbuka puasa di Rumah Makan Putra Semarang.  Meski kondisi hujan deras, rumah makan ini tetap ramai.  Nikmatnya berbuka puasa dengan ikan bakar, sayur asem, dan teh manis hangat.    Rasa haus seharian tadi hilang sudah.   Sambil makan diiringi dengan nyanyian pengamen jalan yang mampir.    

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Pengamen di sini suaranya lebih enak didengar dibanding pengamen Jakarta.  Tidak asal nyanyi saja.  Ikan di Bima memang segar-segar karena daerah ini memang dikelilingi laut.   Setelah itu baru kami shalat di mushola yang ada di bagian belakang rumah makan.   Setelah itu, lanjut makan lagi.

 

Rabu, 14 Juni 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun