Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menuju Usia Seabad, Bank Tabungan Negara (Belum) Merakyat?

11 Februari 2019   05:43 Diperbarui: 11 Februari 2019   14:42 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Bisnis.com)

Enam puluh sembilan tahun. Bagi manusia, angka ini merupakan angka kematangan, kedewasaan dan penuh kebijaksanaan. Orang yang berusia 69 tahun, orang yang memiliki kematangan emosional, sosial dan spiritual.

Namun,  dalam kenyataan hidup manusia, usia biologis tidak menjamin kualitas pribadi seseorang. Kembali pada setiap pribadi. Bahkan pada usia tersebut, secara siklus hidup manusia, produktivitas seseorang semakin menurun. Daya ingat mulai menyusut. Fisik menua, dan sebagainya. Artinya, semakin tua manusia semakin menurun produktivitasnya.

Tapi, angka 69 bagi sebuah perusahaan atau lembaga seperti perbankan merupakan langkah menuju kematangan. Angka 69 telah melewati usia emas dan menuju usia seabad. Rentang perjalanan itu,  lembaga atau perusahaan melewati pasang dan surutnya bisnisnya. Kebalikan dari usia manusia, semakin tua sebuah lembaga atau perusahaan semakin mapan dan produktif lembaga perusahaan tersebut selama lembaga atau perusahaan tersebut terus melakukan inovasi supaya tetap eksis dan berdaya saing dengan perusahaan atau lembaga serupa.

Begitulah yang dialami oleh Bank Tabungan Negara (BTN) ini. Merayakan hari jadi yang ke-69 merupakan kebahagiaan tak terhingga yang pantas dirangkaikan dalam syair-syair dan nada syukur. Sebabnya apa? Ya, sepanjang usia itu pula BTN masih eksis di dunia perbankan di tengah persaingan yang semakin kompetitif. BTN telah melewati berbagai tantangan yang menjadikan dirinya matang dan tiba pada usia ke-69 tahun. Tentu saja, inovasinya pula yang memantapkan langkahnya menggapai angka tersebut. Sebuah pencapaian yang luar biasa, bukan?

Dengan jujur saja, penulis bukanlah nasabah BTN. Tapi berkenaan dengan perayaan ulang tahun yang ke-69, sebagai warga negara Indonesia memiliki tanggungjawab moril untuk mengkritisi sebagai sumbang saran dan pikiran untuk kemajuan BTN. Bagi penulis, BTN adalah aset negara yang memiliki andil besar bagi kemajuan bangsa ini.  Melalui jalan kritik ini, penulis kelak (mungkin) penulis akan menjadi "sahabat"  BTN. Who knows?

Kelangkaan BTN di tempat tinggal saya menjadi sebab penulis tidak terlalu mendapatkan informasi yang mendalam tentang bank ini.  Berbeda dengan bank BUMN lain yang tersebar hampir di pelosok daerah, sementara BTN baru sampai di ibukota provinsi. Belum lagi marketing BUMN lain dilakukan sangat masif dari kantor ke kantor. Serta testimoni nasbah-nasabah menjadi daya pikat masyarakat untuk bergabung di beberapa bank BUMN dan BUMD.

Potret perbankan di  Nusa Tenggara Timur menunjukan tanda-tanda positif. Bank-bank bermunculan di NTT. Baik itu bank swasta maupun BUMN. Begitu pula dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Koperasi-koperasi dari skala kecil hingga berskala besar. Mulai koperasi harian hingga koperasi credit union. Singkatnya, pertumbuhan sektor jasa keuangan di NTT terbilang sangat tinggi, meskipun sektor perbankan menurun tapi sektor perkoperasian meningkat.  Ini menjadi tantangan tersendiri bagi BTN untuk menjadi salah satu bank terdepan yang mengusung tagline "Sahabat Keluarga Indonesia", yang mana memiliki visi besar "Terdepan dan terpercaya dalam memfasilitasi sektor perumahan dan jasa layanan keuangan keluarga".

Memilih diksi "keluarga" dalam tagline, visi dan misi BTN tentu sangat berdasar. Keluarga merupakan segmen terkecil dalam masyarakat. Keluarga menjadi lembaga pendidikan mini. Sebelum orang mengenal pendidikan formal, seorang anak telah mengalami pendidikan di keluarga. Ayah dan ibunya adalah guru. Sementara saudara-saudari adalah sejawatnya atau murid yang sama-sama menerima  pendidikan. Pada narasi ini, BTN memiliki kehendak baik untuk menjadikan keluarga sebagai institusi pendidikan keuangan dan perbankan.

Memilih keluarga sebagai kata kunci dalam BTN, bisa jadi sebuah alasan watak pelayanan BTN berbasis keluarga. Nasabah BTN adalah keluarga, lebih dari sekedar makna mitra bisnis.

Dengan menggandeng "keluarga" sebagai nasabah, secara psikologis meningkatkan hubungan yang erat antara BTN dengan nasabah. Layaknya dalam sebuah keluarga. Ada nilai-nilai kebersamaan, suka dan duka serta saling dukung mendukung. Dan, keluarga menjadi bagian dari keluarga BTN dan BTN menjadi bagian keluarga nasabah.

Keluarga merupakan sel masyarakat terkecil. Namun, dalam kenyataan, keluarga memiliki tingkatan atau strata sosial. Ada kategori keluarga berdasarkan tingkat pendapatan. Ada kategori keluarga berdasarkan strata sosial yang "dikondisikan" masyarakat. Dan, banyak macam tingkatan keluarga berdasarkan disiplin ilmu pengetahuan. Pertanyaan penulis, pada strata sosial keluarga mana yang menjadi "keluarga" (nasabah) BTN?

Entah di bagian lain di negeri ini, dalam konteks NTT, BTN belum menunjukkan sebagai institusi perbankan yang "merakyat". Tesis ini dibenarkan oleh rendahnya sosialisasi BTN ke seluruh lapisan masyarakat terkecil, hanya menjangkau masyarakat menengah keatas yang umumnya PNS, pegawai swasta dan wiraswasta yang ada di ibukota provinsi.

Kedua, program-program pro rakyat masih terbatas pada perumahan  yang belum tentu dapat dijangkau oleh kelompok masyarakat menengah kebawah.  BTN harus perluas layanan berdasarkan situasi dan kondisi geografis wilayah pelayanan.

Ketiga, karena segmen utamanya adalah perumahan, sehingga penetrasi dan perluasan bank tidak sampai ke tingkat kabupaten apalagi tingkat kecamatan. Ini menjadi hambatan keterjangkaun BTN ke lapisan masyarakat bawah.

Harapannya, menuju usia emas, BTN harus sungguh-sungguh "merakyat" dengan cara mendekatkan pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat. Hadirkan program-program pro rakyat yang berskala kecil yang dapat dijangkau kelompok masyarakat menengah ke bawah. Terutama program-program yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. BTN dapat belajar dari salah satu bank nasional yang mendekatkan pelayanan kepada rakyat. Mereka mendatangi masyarakat seperti yang disaksikan penulis di Kampung Wolotopo, Kabupaten Ende, NTT (Desember, 2018). Para petugas mendatangi setiap individu dan kelompok masyarakat di Kampung Wolotopo untuk memungut angsuran. Kelihatan pekerjaan petugas bank melelahkan, tetapi inilah strategi "jemput bola" yang harus dilakukan pihak bank di tengah persaingan antar lembaga jasa keuangan yang kian kompetitif.

Di saat itulah, BTN harus menunjukkan bank memiliki tanggungjawab dan keberpihakan dalam pemberdayaan ekonomi rakyat melalui kegiatan usaha yang produktif bukan yang konsumtif. Bank yang merakyat adalah bank yang terjun langsung atau hadir di tengah masyarakat; memberikan akses dan kemudahan bagi  semua golongan rakyat; dan memberikan pelayanan yang prima kepada nasabah. Hal-hal ini menjadi bukti dan pembenaran tagline BTN sebagai "Sahabat Keluarga Indonesia". Jika ini tidak dilakukan, maka penggunaan diksi "keluarga" hanya tontoan verbalistis dan sloganistis, kenyataannya jauh dari harapan dibalik kemasan tagline, visi dan misi BTN.

Memang, upaya pendekatan secara fisik dengan nasabah sangat kontras dengan kemapanan teknologi digital yang memungkikan pertemuan antara bank dan nasbah tanpa batas ruang dan waktu. Kenyataan itu  tak bisa dipungkiri, tapi kita dihadapkan dengan kenyataan pula bahwa masih ada sebagian besar masyarakat yang belum  menjangkau teknologi tersebut. Nah, ini menjadi tantangan bagi BTN untuk mewujudkan teknologi digital yang murah bagi kelompok masyarakat tersebut. Membangun teknologi dan strategi yang menjembatani atau mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

Bila ini dilakukan BTN, maka impian masyarakat digital pun mendekati kenyataan. Nasabah BTN akan melek dengan teknologi. Mau tak mau, nasabah sedikit "dipaksakan" untuk menghadapi kenyataan ini. Atau dengan lain kata, nasabah tak boleh dimanjakan. Digitalisasi diharuskan. Ini pula bentuk lain pendidikan bagi masyarkat menyongsong digitalisasi perbankan di era mileanial ini. Muaranya, BTN kelak mentranformasi diri menjadi bank yang "merakyat". Tak tersegmentasi pada strata sosial tertentu. Dan, kiranya, kehadiran teknologi digital dapat mengatasi 'keterbatasan' geografis dan memperluas pelayanan yang pro rakyat.  BTN harus mampu  mewujudkan nasabah dalam satu keluarga digital yang terkoneksi tanpa sekat ruang dan waktu. 

Selamat merayakan Ulang Tahun ke-69. Semoga BTN semakin jaya dan merakyat di era milenial ini. BTN bisa! ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun