Korupsi besar tidak akan terjadi tanpa adanya toleransi terhadap kesalahan-kesalahan kecil.
Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) lebih dari sekadar menghafal pasal atau sila, ia merupakan dasar untuk membangun karakter warga negara yang jujur, bertanggung jawab, dan beretika. Sayangnya, nilai-nilai tersebut perlahan-lahan tergerus oleh kebiasaan perilaku tidak etis yang dianggap sepele, seperti menyontek, membuang sampah sembarangan, titip absen, atau mengabaikan ketidakadilan. Korupsi bukanlah tindakan yang muncul tiba-tiba. Ia tumbuh dari “penyimpangan-penyimpangan kecil yang dibiarkan dan menjadi kebiasaan” dalam ruang sosial yang permisif terhadap pelanggaran etika (Setiawan, 2021).
Budaya Korupsi Dimulai di Meja Belajar
Pernahkah kita mempertimbangkan bahwa menyontek di sekolah sebenarnya merupakan bentuk awal dari pengkhianatan integritas? Atau bahwa membuang sampah sembarangan adalah tindakan yang meremehkan tanggung jawab sosial? Dalam jurnal yang ditulis oleh Fitria (2021), dijelaskan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) memiliki peran penting dalam menumbuhkan sikap antikorupsi, terutama jika diterapkan melalui pendekatan afektif dan kontekstual, bukan hanya dari segi kognitif. Itulah mengapa, jika kita ingin menciptakan generasi bebas korupsi, maka kita harus mulai dari pendidikan etika sejak dini. Guru, orang tua, dan masyarakat tidak boleh menyepelekan "kebohongan kecil" yang terjadi di rumah atau sekolah. Karena di situlah korupsi mulai tumbuh.
Sekolah Sebagai Taman Etika
Sekolah seharusnya berfungsi sebagai taman etika, bukan hanya sebagai tempat untuk belajar akademik. Pendidikan karakter-terutama mengenai kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian untuk menyampaikan kebenaran-harus menjadi inti dari semua aktivitas pembelajaran. Pendidikan antikorupsi yang efektif adalah yang melibatkan siswa secara aktif, melalui diskusi kasus nyata, refleksi moral, dan praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari di sekolah (Neliti,2022). Dengan demikian, ketika sekolah menegakkan aturan antre, memberikan sanksi untuk ketidakjujuran, dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyampaikan pendapat mereka secara terbuka, mereka sebenarnya sedang membangun pondasi untuk negara di masa depan.
Etika Warga Negara: Di Atas Hukum, Ada Hati Nurani
Dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn), siswa tidak hanya belajar mengenai hukum, tetapi juga bagaimana mengaktifkan hati nurani mereka. Menjadi warga negara berarti tidak hanya memahami aturan, tetapi juga merasakan rasa bersalah ketika melanggar nilai-nilai moral, meskipun tidak ada orang lain yang melihat. Pendidikan karakter antikorupsi akan lebih efektif jika diterapkan secara konsisten dan terintegrasi di seluruh mata pelajaran, bukan hanya dalam PPKn (AL-Makki,2023)
Ayo Mulai dari Diri Sendiri.
Referensi
- Setiawan, A. (2021). Pendidikan Anti Korupsi Sebagai Pembentukan Karakter, Perilaku Individu Melalui Potensi Mahasiswa di Perguruan Tinggi.
- Fitria, D. (2021). Pendidikan PPKn Sebagai Penguatan Nilai-Nilai Anti Korupsi.
- Neliti. (2022). Pendidikan Karakter Anti Korupsi sebagai Bagian dari Upaya Pencegahan Dini Korupsi.
- Al-Makki Publisher. (2023). Pendidikan Anti Korupsi sebagai Bentuk Penguatan Karakter Siswa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI