Mohon tunggu...
Azillatin Qisthian Diny
Azillatin Qisthian Diny Mohon Tunggu... -

Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember- Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Urbanisasi dan Infrastruktur dalam Tata Kelola Perkotaan

28 Maret 2018   09:43 Diperbarui: 28 Maret 2018   09:50 1961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan kota (urban development) dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik (Hendarto, 1997). Perkembangan kota-kota sangat cepat seiring dengan pesatnya pembangunan yang dilaksanakan.

Pada prisipnya hal ini menggambarkan proses berkembangnya suatu kota yang diiringi oleh berbagai isu yang disebut sebagai permasalahan, seperti isu kemacetan, urbanisasi, pelayanan sarana prasarana, masalah permukiman kumuh, dan lain lain. Oleh karena itu, dibutuhkan tata kelola perkotaan yang baik dalam perencanaan kota.

Menurut Bapak Ridwan Sutriadi, ST, MT, PhD yang merupakan salah satu dosen Program Studi Planologi ITB, berpendapat bahwa terdapat 6 komponen dalam tata kelola perkotaan yaitu sebagai berikut :

Planning Procces (Proses Perencanaan)
Planning Procces merupakan tahap paling awal dalam tata kelola perkotaan. Dengan tahapan : formulation, implementation, controllingdan reporting.

Competitives(Daya Saing)
Competitives merupakan kemampuan suatu kota untuk berkompetisi dengan kota -kota yang lain.

Land and Urban Form Management(Pegelolaan lahan perkotaan)
Land and Urban Form Management merupakan hal yang penting dan harus jelas seperti apa nantinya kota tersebut dibentuk.

Infrastructure and Service Management(Pengelolaan prasarana dan sarana)
Infrastructure and Service Managementmerupakan penyelenggaraan sekaligus mengintegrasikan  sarana dan prasarana perkotaan.

Urban Institutional Management (Pengelolaan Institusi Perkotaan)
Urban Institutional Management , komponen ini menitik beratkan adanya control dalam pembangunan. Serta kerjasama pemerintah dengan stakeholder lain yang terlibat, dan juga fiskal.

Urban Space and Hinterland Management
Pembangunan perkotaan harus berorientasi pada pembangunan jangka panjang.

Berbicara tentang tata kelola perkotaan dalam paradigma perkembangan perkotaan, muncul berbagai isu strategis yang berkembang karena kurang baiknya tata kelola perkotaan. Yang mana tujuan perencanaan adalah untuk memenuhi kebutuhan guna mensejahterakan masyarakat. Namun, tujuan tersebut tidak sepenuhnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Urbanisasi merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk di perkotaan karena semakin banyaknya penduduk dari daerah perdesaan yang menjadi penduduk kota. Berdasarkan perkiraan pada tahun 2025 jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan akan mencapai 60%.

Dengan kondisi tersebut, maka berbagai kebutuhan seperti tempat tinggal, sarana dan prasarana akan meningkat. Jika urbanisasi tersebut tidak terkendali maka akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan antara jumlah penduduk yang masuk dan kebutuhan penduduk di kota, sehingga akan muncul berbagai masalah seperti kemiskinan, permukiman kumuh, kurangnya pelayanan sarana dan prasarana, dan menimbulkan tingginya tingkat pengangguran serta intensitas kejahatan.

 Penyediaan sarana dan prasarana di perkotaan masih belum terintegrasi dan menyebar penyediannya. Bagi penduduk perkotaan, sarana dan prasarana masih belum dirasakan di seluruh lapisan masyarakat karena tingginya jumlah penduduk yang tidak sesuai dengan kondisi sarana dan prasarana yang ada.

Hal ini mengakibatkan terjadinya berbagai permasalahan dalam penyediaan sarana prasarana seperti masalah dalam drainase, air minum, persampahan, dan lain-lain. Singkatnya, permasalahan tersebut muncul akibat pemanfaatan lahan menjadi acak-acakan karena adanya urbanisasi yang tidak terbendung, sehingga masing-masing masalah berkembang sangat kompleks.

Sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat di fungsikan secara optimal. Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters).

Sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari genangan air bahkan banjir yang menyebabkan lingkungan menjadi kotor dan jorok, menjadi sarang nyamuk, dan sumber penyakit lainnya, sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan, dan kesehatan masyarakat.

Jika dirunut ke belakang, akar permasalahan banjir di perkotaan berawal dari pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan nasional, akibat urbanisasi, baik migrasi musiman maupun permanen. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang tidak memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan yang tidak tertib sehingga menyebabkan persoalan yang sangat kompleks.

Selain drainase, kurangnya pelayanan sarana dan prasarana terhadap air bersih juga dirasakan oleh penduduk perkotaan dimana tingginya kebutuhan air bersih di area perkotaan disadari muncul akibat tingginya tingkat urbanisasi. Untuk mendukung aktivitas setiap orang, dibutuhkan air bersih berkisar 60-210 liter/orang/hari. Hal itu tentu memberikan tekanan tersendiri dalam kebijakan penyediaan air bersih, distribusi air bersih, serta kualitas air bersih.

Melihat berbagai permasalahan di Kota, Pemerintah perlu menganalisa permasalahan yang ada di perkotaan terkait dengan urbanisasi yang berdampak terhadap pelayanan sarana dan prasarana di perkotaan. Untuk mengatasi permasalahan urbanisasi yang dari tahun ke tahun, diperlukan berbagai upaya untuk menekannya.

Upaya tersebut dilakukan sebagai solusi masalah urbanisasi di antaranya melalui peningkatan aspek pendidikan, aspek aksesibilitas, serta pengembangan aspek potensi desa.

Pertama, upaya peningkatan aspek pendidikan di desa dapat dilakukan dengan menggalakkan pendidikan menengah yang bersifat kejuruan, yang menghasilkan SDM yang berkompeten dan berwawasan wirausaha sehingga mereka nantinya yang akan membuka lapangan pekerjaan baru di desa. 

Kedua, aspek aksesibilitas di desa seperti pembangunan jalan dan jembatan serta sarana telekomunikasi. Dengan pembangunan tersebut, pemberdayaan potensi sumber daya yang terdapat di desa dapat dikembangkan secara optimal karena adanya kemudahan akses tersebut juga bisa menjadi faktor penarik bagi pihak pemerintah dan swasta untuk bermitra dan mengembangkan aspek unggulan di desa yang bersangkutan.

Ketiga, pemberdayaan potensi utama desa yaitu mengembangkan potensi desa dapat dilakukan sesuai dengan sumber daya yang ada seperti potensi agrobisnis maupun aspek pariwisatanya.

Dengan melakukan pencegahan melalui urbanisasi, kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana dapat di kalkulasikan sesuai dengan permintaan penduduk. Lalu, penyediaan dan perkembangannya harus dilakukan terus menerus serta dalam pembangunannya direncanakan dengan perencanaan yang matang melalui berbagai pendekatan perencanaan dan melakukan implementation, controllingdan reportingterhadap eksekusi perencanaan pembangunan tersebut.

Agar hasilnya memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak terjadi praktek tumbal sulam terhadap prasarana yang ada. Melalui perencanaan yang baik dengan pemeliharaan sarana dan prasarana yang direncanakan secara berkala dan tertib dapat merubah suatu struktur kota secara signifikan.

Selain faktor urbanisasi yang berdampak terhadap pelayanan sarana dan prasarana perkotaan, salah satu komponen tata kelola perkotaan yaitu Infrastructure and Service Managementdi kota belum mendukung adanya pertumbuhan kota yang cepat dan berkelanjutan.

Dilihat dari sudut pandang seluruh lapisan masyarakatnya, bahwa masyarakat menilai pengelolaan kota sepenuhnya merupakan  tugas dan kewajiban pemerintah kota, sementara masyarakat masih bersikap pasif terhadap tata ruang dan sekedar menuntut adanya fasilitas-fasilitas yang mereka butuhkan.

Parahnya, jika pemerintah kota gagal dalam memberikan fasilitas dan kenyamanan, warga kota akan diam saja atau protes kepada pemerintah. Mereka tidak melakukan analisis yang lebih luas dan mendalam untuk mengetahui buruknya tata kelola perkotaan serta mendukung berbagai upaya perubahan yang diperlukan untuk memperbaiki tata kelola kota, demi perbaikan dan perwujudan tata kelola kota yang berkelanjutan.

Karena pada dasarnya tata kelola perkotaan bukan hanya tanggung jawab pemerintah maupun swasta, tapi tanggung jawab dari seluruh elemen masyarakat yang terlibat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun