Mohon tunggu...
Azahra Yustia Yusuf
Azahra Yustia Yusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa aktif di Uhamka

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Apakah Komunikasi Agresif Dapat Berhasil dalam Hubungan Keluarga?

16 Januari 2023   19:05 Diperbarui: 16 Januari 2023   19:18 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga yang harmonis tidak pernah terlepas dari komunikasinya yang baik, baik pola komunikasi orang tua maupun pola komunikasi si anak yang pastinya tidak terlepas dari bagaimana pola komunikasi orang tuanya. Bagaimana sih komunikasi yang baik itu? Komunikasi yang baik itu adalah komuikasi yang efektif, dimana maksud dari pesan yang diterima oleh komunikan sama ataupun mirip dengan yang dipikirkan atau yang dimaksud oleh sang komunikator (Rahmawati, 2018), sehingga tidak terjadi missunderstanding antar anggota keluarga.

Untuk menuju komunikasi yang efektif tentunya setiap keluarga memiliki gayanya masing-masing karena beda orang, beda pula gayanya salah satunya adalah gaya komunikasinya, menurut Hutapea (2016) ada tiga gaya komunikasi, yaitu:

  • Gaya Komunikasi Asertif 

 Gaya komunikasi asertif adalah gaya komunikasi yang sangat memerhatikan dan mengahargai perasaan lawan bicara, oleh karena itu gaya komunikasi ini membuat sang komunikator sangat berhati-hati dalam memilih kata-kata yang akan disampaikan, sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator dapat tersampaikan dengan baik tanpa melukai perasaan dan harga diri sang komunikan.

  • Gaya Komunikasi Non-asertif           

Berbeda dengan gaya komunikasi asertif yang mampu menyampaikan pesan dengan baik, gaya komunikasi non-aserif lebih condong pada rasa takut, bimbang, dan mengingkari diri, sehingga sang komunikator tidak dapat menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dengan baik, sang komunikator lebih memilih untuk diam karena rasa takut dan bimbangnya itu, hal itulah yang membuat komunikan lebih diuntungkan karena komunikator tidak berani untuk mengungkapkan ataupun menyampaikan pesan yang ingi disampaikan.

  • Gaya Komunikasi Agresif

Bertolak belakang dengan gaya komunikasi non-asertif, gaya komunikasi agresif memiliki gaya komunikasi yang lebih berani sampai-sampai sang komunikator tidak memikirkan perasaan dan harga diri komunikan. Sang komunikator hanya berusaha untuk menyampaikan dan memperjuangkan pesan yang ingin disampaikan tanpa memerhatikan lawan bicaranya.

Dari ketiga gaya ini mungki yang paling ekstrim adalah gaya komunikasi agresif, tapi tanpa disadari gaya komunikasi inilah yang paling sering diterapkan didalam keluarga, hal ini mungkin disebabkan oleh pola pikir yang merasa sebagai "keluarga" sehingga tidak menyadari bahwa akan menyakiti hati dan perasaan dan juga melukai harga diri sang komunikan, sehingga membuat sang komunikator memakai gaya komunikasi agresif ini dalam menyampaikan pesan. 

Pertanyaannya adalah apakah gaya komunikasi agresif ini dapat works atau tidak didalam hubungan keluarga? Works atau tidaknya tentu saja tergantung keluarga itu sendiri, ada beberapa keluarga yang memang lebih efektif komunikasinya dengan menggunakan gaya komunikasi agresif ini, tapi ada beberapa juga keluarga yang tidak efektif bahkan menjadi bencana bagi keluarga tersebut jika menggunakan gaya komunikasi agresif.

Contoh kasus berikut mungkin bisa menjadi salah satu referensi bagi kita untuk menentukan apakah komunikasi agresif dapat works dalam keluarga, didalam kasus ini kita diperlihatkan bagaiman perubahan gaya komunikasi seseorang mulai dari gaya komunikasi non-asertif sampai ke gaya komunikasi agresif. 

Seorang anak yang dalam keluarganya kedatangan orangtua (ibu) baru tentunya akan memiliki perilaku berbeda, ada beberapa perilaku atau komunikasi non-verbal yang dilakukan anak tersebut untuk menyampaikan rasa ketidaksukaannya atau rasa ketidaknyamanannya, tanpa si anak  sadari bahwa perilaku tersebut menyakiti hati orang tua sambungnya ini, awalnya orang tua sambungnya ini hanya membiarkan masalah ini karena beliau tahu bahwa si anak masih menyesuaikan diri dengan keadaan yang berat ini, tapi sampai suatu hari meledaklah orang tua sambungnya ini, beliau langsung membahas ketidaksukannya akan perilaku yang dilakukan anaknya semua yang beliau pendak selama ini beliau sampaikan tanpa disadari bahwa si anak sedang rapih-rapih untuk pergi keluar, beliau menyampaikan bahwa keadaan ini berat untuk semuanya tapi bukan berarti si anak bisa semena-mena dan melakukan perilaku tersebut,walau bagaimanapun juga  beliau tetaplah orang tua si anak yang harus dihormati dan dihargai. 

Setelah ia menyampaikan apa yang dipendamnya selama ini, si ibu baru menjelaskan alasannya menyampaikan hal tersebut secara mendadak dan sang ibu meminta maaf karena dikapnya yang terlalu mendadak dan terkesan kasar, si anakpun awalmnya merasa kesal, marah, jengkel tapi hany di salurkan melalui tangisan, dikepala si anak terus berputar pertanyaan-pertanyaan mengapa, kenapa, apaan sii, dan lain sebaginya, tapi selama ibunya menjelaskan si anak terus coba menyimak dan menangkap maksud dari si ibu, selama ia menyimak ia menemukan jawaban akan pertanyaan-pertanyaan yang di selalu tanyakan dalam pikirannya tapi tak pernah ia sampaian, yang mana hal tersebut membuat hatinya lega dan merasa bahwa memang apa yang dia lakukan selama ini salah. Sehabis itu apa yang terjadi antara keduanya? Keduanya saling meminta maaf, keduanya jadi saling tahu akan keadaan satu sama lain, dan hubungn keduanya menjadi lebih baik lagi.

Kita bisa lihat dari kasus diatas bahwa terkadang gaya komunikasi agresif tidaklah selalu salah, ada beberapa kasus dalam keluarga yang bisa diselesaikan dengan komunikasi agresif, tapi terlepas dari gaya komunikasi menurut Rahmawati (2018) ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar komunikasi efektif dalam keluarga bisa terlaksanakan, yaitu:

  • Respek, komunikasi harus diawali dengan menghargai lawan bicara kita, sang komunikator memahami bahwa si anak ataupun orang tua memiliki hak dan harga diri, sehingga akan tercipta pola komunikasi yang baik.
  • Jelas, pesan yang disampaikan itu jelas, terbuka dan transparan sehingga dapat di mengerti dan dipahami oleh anak maupun orangtua.
  • Empati, yaitu kemampuan menempatkan diri pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain.
  • Dan yang terakhir adalah rendah hati, walaupun gaya bicara kita tetap ceplas-ceplos tapi tetap dalam bekomunikasi harus mengandung kata-kata yang menghargai satu sama lain, tidak sombong, lemah lembut, dan penuh denganpengendalian diri.

Menurut Rahmawati (2018) dengan memerhatikan 4 hal tersebut dalam berkomunikasi akan mengahsilkan komunikasi yang efektif dan efisien. Dengan begitu bagaimapun gaya berkomunikasinya jika tetap memerhatikan 4 hal diatas maka akan terbentuk komunikasi yang efektif dan efisien.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun