Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Bapak Ingin Bunuh Diri?

29 Maret 2023   19:59 Diperbarui: 30 Maret 2023   19:30 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : unsplash.com

Tanpa kejelasan tujuan bernama kemajuan, semua itu dihadapkan pada kita: masyarakat negara dunia ketiga, yang serba harus mengikuti standar-standar demikian, inilah realitanya dalam pemaksaan atas modernisasi,

Teknologi menginvasi, infrastruktur dikebut supaya mendatangkan investasi, katanya: demi kemajuan negara; kemakmuran rakyat; demi kemakmuran dan kebahagiaan manusia.

Kehidupan masyarakat agraris pun berubah, Sawah-sawah, ladang, dijual pada pengembang,  diuruk dan dijadikan properti dengan nilai jual tinggi. Hutan dibabat, minyak dikuras, nikel, batubara, semua dihabisi untuk keperluan produksi-produksi, sebagai sumber energi.

Industrialisasi yang dipaksakan pada manusia-manusia dunia ketiga memberikan problematika yang nyata kita alami: bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, apa yang kita konsumsi sehari-hari, energi, tempat bernaung, tetek-bengek lain, yang kita coba untuk penuhi kebutuhan itu semua setiap hari. Sementara ukuran harga barang itu tak lagi jelas karena mesti mengikuti harga pasar dunia, semakin keras kita berusaha, semakin tinggi harga semakin hari.

Ya. Begitulah. Tibalah masa produktif seorang manusia itu kemudian menghadapi akhirnya. Dalam kasus Bapak dan mungkin orang-orang tua kita sebagai kelas pekerja, yang menghabiskan hampir seluruh tenaga masa mudanya untuk mencari nafkah bagi keluarga, manusia itu memiliki batasan juga, tenaga, waktu, pikiran. Orang tua-orang tua kita itu, hidup di masa senja, berakhir tanpa pesangon, tanpa tunjangan hari tua, sakit dan menderita, sementara kehidupan harus tetap berjalan.

Maka wajar jika, apa yang dialami orang tua-orang tua semacam Bapak menimbulkan permasalahan mental; terbiasa bekerja, memiliki produktivitas, nyatanya kemudian dipaksa oleh fisik yang tidak memungkinkan, harus di rumah tanpa beraktivitas apa-apa. Timbul kecemasan, nyaris punya pikiran ingin mengakhiri hidup, karena sudah merasa tidak berguna, tidak punya sumbangan apa-apa dalam kehidupan. Itulah pikiran yang sekian lama dikonstruksi oleh  modernisasi dengan dasar materialistik dan  kapitalistik sebagai dasar negara-negara maju dan adidaya menghegemoni dunia

Maka hari ini, timbullah sebuah pertanyaan di diri saya; benarkah itu semua yang dibutuhkan manusia?

Bagaimana bisa kita dipaksa mengikuti homogenisasi semacam itu? Sehingga ukuran-ukuran yang dipaksakan pada kita ini membuat manusia menjadi satu bentuk, satu model dengan ukuran angka-angka yang telah diatur sedemikian rupa oleh negara-negara maju dan adidaya.

Dalam teori modernisasi, Alex Inkeles menguraikan bahwa masyarakat maju memerlukan "manusia modern" yang mampu mengembangkan sarana materiil agar menjadi produktif. Karakteristik "manusia modern" dibuat seragam. Ukurannya adalah, menerima hal baru, progresif, lalu ujungnya ada pada penilaian "produktivitas" dan menghasilkan  keadaan seperti ini; manusia yang dianggap tidak progresif, tidak produktif akan tergerus, terpinggirkan.

Bagaimana mungkin ukuran kemajuan selalu dinilai dengan pertumbuhan ekonomi yang diatur patokannya oleh mereka?

Bila saya coba menelaah, apakah takaran produktivitas Bapak semasa muda sampai masa pensiun berarti tidak membuat kemajuan bagi kehidupan keluarga kita? Saya mencoba menjawabnya; karena selama ini tolak ukur kita adalah apa yang masyarakat kita alami, maka Bapak akan dinilai kurang produktif. Contoh dalam lingkungan keluarga besar, kemudian tetangga-tetangga se lingkungan, pastilah menilai bahwa produktivitas Bapak selama ini kurang berarti, tidak sebesar anggota keluarga lain karena diukur dari : lebih tinggi gajinya, lebih banyak asetnya dan aspek materil lain yang pastilah Bapak jauh dari kata produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun