Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Kecemburuan Duryodana dan 10 Anak Yakub

14 September 2022   09:15 Diperbarui: 14 September 2022   09:28 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Lagi kata Ruben kepada mereka: "Janganlah tumpahkan darah, lemparkanlah dia ke dalam sumur o  yang ada di padang gurun ini, tetapi janganlah apa-apakan dia" --maksudnya hendak melepaskan Yusuf dari tangan mereka dan membawanya kembali kepada ayahnya. Baru saja Yusuf sampai kepada saudara-saudaranya, merekapun menanggalkan jubah Yusuf, jubah maha indah q  yang dipakainya itu. Dan mereka membawa dia dan melemparkan dia ke dalam sumur. r  Sumur itu kosong, tidak berair. (Kejadian 37:16-25)

Dalam cerita Mahabharata, pada awalnya siasat tersebut dibangun atas dasar motivasi yang dilatarbelakangi perasaan iri-dengki dari Duryodana sebagai perwakilan pihak Kurawa. Duryodana dan para kurawa semakin dewasa semakin menyadari bahwa, dirinya dan kelompoknya adalah suatu kelompok yang secara kepribadian, maupun kemampuan olah senjata selalu saja kalah oleh para pandawa. Hal ini menjadi-jadi ketika kemudian, rakyat di luar istana selalu memuja-muji para pandawa. Hal itu tergambar dalam kutipan berikut:

Demikianlah rakyat berbicara di mana-mana. Mendengar semua itu, telinga Duryodhana terasa panas. Hatinya sakit didera rasa iri dan kebencian. Ia menghadap ayah-nya, mengadukan hal itu...... Karena itu, Yudhistiralah yang paling pantas dinobatkan menjadi raja. Hanya Dialah yang akan dapat memerintah wangsa Kuru dan kerajaan ini dengan adil."(Mahabharata-Nyoman S. Pendit : 114 -115) 

Hal itu berlanjut pada kutipan selanjutnya. Ketika Duryodana seringkali mengadukan apa yang dirasakannya pada Dristarasta 

"Ayahanda, sejujurnya hatiku terasa sesak, penuh dendam dan iri hati. Aku tak tahan lagi memendam semua perasaan ini. Aku selalu gelisah, tak enak makan dan tak enak tidur. Semua ini seakan-akan merobek-robek dada-ku. Hidupku terasa penuh siksa dan derita. "Ayahanda, segera kirimlah Pandawa ke Waranawata.VSetelah itu, kita akan menghimpun kekuatan kita.""(Mahabharata-Nyoman S. Pendit : 114 -115) 

Bila dibandingkan, perasaan dendam, iri dengki sebagai latar belakang permasalahan perselisihan saudara sedarah ini, juga kita akan temukan pada kisah 10 anak-anak Yakub. Seperti kita ketahui, dalam kisah yusuf, kita akan menemukan kesamaan motif sehingga melahirkan  siasat para saudaranya dikemudian hari untuk mebuat tipu daya dan membuang Yusuf dalam sumur untuk melenyapkan Yusuf dari kehidupan mereka. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut :

 Israel lebih sayang kepada Yusuf daripada semua anaknya yang lain,f karena Yusuf lahir ketika dia sudah tua. Israel membuatkan jubah yang sangat bagus* untuknya. Saudara-saudaranya melihat bahwa ayah mereka lebih sayang kepadanya, maka mereka mulai membencinya dan selalu berbicara kasar kepadanya. Setelah itu, dia mendapat mimpi lain, dan dia menceritakan itu kepada saudara-saudaranya, "Aku mimpi lagi. Kali ini matahari, bulan, dan 11 bintang membungkuk kepadaku." Lalu dia menceritakan mimpi itu kepada ayahnya dan saudara-saudaranya, dan ayahnya menegur dia, "Apa maksudnya mimpi kamu itu? Apa Ayah, ibumu, dan saudara-saudaramu akan sujud kepadamu?" Maka saudara-saudaranya menjadi iri kepadanya, tapi ayahnya terus mengingat kata-katanya itu. (Kejadian 4-11)

Ketidakadilan yang dirasakan anak-anak yakub, bila kita analisa lebih dalam, hal yang  sama juga terjadi dalam cerita mahabharata. Bahwa yang menyebabkan iri dengki tersebut bila dikaji,  disebabkan  karena para orangtua yang cenderung dinilai tidak adil, dalam kasus Mahabharata, misalnya diceritakan bahwa Tetua Bhisma seakan memang lebih menyayangi para Pandawa karena sifat-sifatnya, juga Resi Drona diketahui lebih menyayangi Arjuna karena kemahirannya memanah dan keluhuran budinya. Sementara tidak ada tindakan tegas/ ketegasan dari orangtuanya sendiri yakni Dristarasta untuk atau upaya untuk menjelaskan dengan benar pada semua anak-anaknya tentang apa yang dilakukan anak-anaknya adalah hal yang buruk.

Bila merujuk apa yang ditulis dalam   Journal of youth and adolescence, menyatakan bahwa salah satu dampak yang akan terjadi bila orangtua membanding-bandingkan anak, mungkin saja anak diam-diam akan membenci saudara Ia mungkin berasumsi orangtuanya lebih menyukai dan mencintai anak yang dibandingkannya. Akibatnya, anak akan berperilaku agresif, memicu anak bertengkar, dan menimbulkan kebencian.

Kebencian itulah yang bila dibiarkan menjadi konflik yang banyak sekali terjadi pada fenomena dewasa kini. Menurut penulis hal ini masih kadangkala kita temui di kehidupan sehari-hari. Perasaan anak yang diperlakuan orangtua yang terkadang terasa pilih kasih atau cenderung membanding-bandingkan sifat anak salah-satu diantara lainnya menjadi penyebab timbulnya kecemburuan di antara saudara. Bila dibiarkan dan tidak ditangani secara serius, maka akan timbul konflik yang berbahaya antar saudara sedarah. 

Sebenarnya banyak kisah/peristiwa besar  yang hampir sama dapat kita temui, yang bila ditelaah kebanyakan dilatarbelakangi oleh perasaan diperlakukan tidak adil. Kisah-kisah di atas sejatinya mesti menjadi pembelajaran untuk kita semua. Bahwa perasaan suatu kelompok yang mengalami  ketidakadilan mestilah didengar, dan jangan dibiarkan berlarut-larut agar tidak menjadi konflik berdarag di kemudian hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun