Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Kecemburuan Duryodana dan 10 Anak Yakub

14 September 2022   09:15 Diperbarui: 14 September 2022   09:28 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Mahabharata adalah peristiwa besar yang pernah ada dalam sejarah manusia. Pertempuran yang awalnya adalah kecemburuan / iri dengki antar saudara sedarah, kemudian makin membesar melibatkan banyaknya beberapa sekutu antar kerajaan lain/ dinasti dalam peperangan besar tersebut. Dewasa ini, rupanya memang masih relevan untuk dikaji. 

Dalam tulisan pada Wikipedia tentang Mahabharata, Secara tradisional, Mahabharata dikarang oleh Kresna Dwaipayana Byasa. Telah banyak upaya membongkar perkembangan sejarah dan komposisinya. 

Sebagian besar naskah Mahabharata kemungkinan disusun pada abad ke-3 sebelum Masehi hingga abad ke-3 Masehi, dan bagian tertua yang dilestarikan disusun tidak sampai 400 SM. Peristiwa asli yang berhubungan dengan wiracarita tersebut kemungkinan terjadi antara abad ke-9 hingga ke-8 SM. Mahabharata sendiri adalah seloka-seloka yang ditulis untuk turunan Pandawa yang menceritakan tentang peristiwa-peristiwa leluhur mereka. 

Bila dibandingkan dengan kisah Yusuf misalnya, yang hidup 1745 Sebelum Masehi (SM). Hal tersebut menjadi menarik, karena kisahnya yang pasti jauh lebih dahulu daripada masa dinasti Kuru, notabene adalah nenek moyang atau leluhur mereka yang menarik menjadi bahan kajian yang dapat diambil hikmah atau pelajaran di dalamnya, karena penulis merasa bahwa ada kesamaan yang terulang dalam kedua kisah tersebut. 

Pada tulisan ini Penulis akan membahas suatu peristiwa yang menjadi titik permasalahan, pada bagian peristiwa Istana dari Kayu dalam wiracarita Mahabharata ini yang menceritakan sebuah siasat yang digunakan pihak kurawa untuk melenyapkan pihak Pandawa. Siasat tersebut ditulis sebagai "Istana dari Kayu" atau biasa dikenal dalam lakon perwayangan bernama Bale Sigala-gala. Peristiwa ini sebenarnya memang salah satu usaha/siasat dari pihak Kurawa, di antara banyaknya siasat yang kemudian satu-per-satu digunakan untuk menghancurkan pihak Pandawa. Secara plot, kita dapat memahami, bahwa sebuah peristiwa dibangun atas dasar kausalitas atau sebab-akibat. Maka kita mesti mencari sebab dari sebuah peristiwa terjadi. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Staton dan kenny dalam (Nurgiyantoro, 2015:167) yang mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,peristiwa yang di sebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Siasat Istana dari Kayu ini adalah satu siasat yang sebenarnya direncanakan oleh Sengkuni untuk meredakan keresahan keponakannya yaitu Duryodana. Rencana tersebut adalah membuat sebuah istana dari kayu pada sebuah hutan Waranawata untuk membuat para Pandawa lengah.

Digambarkan dalam cerita bahwa, pada siasat tersebut, diaturlah agar para senapati Hastina sengaja memuji-muji keindahan Waranawata di hadapan Pandawa. Mereka membisikkan, bahwa di sana akan diadakan upacara pemujaan Batara Shiwa secara besar-besaran. Pandawa sama sekali tidak curiga mendengar semua itu. Lebih-lebih setelah Dritarastra menyuruh mereka mengikuti upacara itu. Mahabharata-Nyoman S. Pendit : 114 -115) 

Bersama Karna dan Sakuni, ia menyusun rencana untuk membunuh Dewi Kunti dan Pandawa di Waranawata. Pertama-tama mereka mengirimkan Purochana dengan perintah rahasia yang harus dilaksanakan dengan taat dan hati-hati. Jauh sebelum Pandawa berangkat ke Waranawata, Purochana sudah mendahului pergi ke sana dengan tugas membangun istana peristirahatan untuk Pandawa. 

Istana itu dibangun dari papan-papan kayu yang diukir indah. Di sudut-sudut tersembunyi disisipkan bahan-bahan yang mudah terbakar, seperti lak, minyak kental, dan karung kering. Semua perabotannya juga terbuat dari bahanbahan yang mudah terbakar. Penjagaan diatur secara ketat dan rahasia agar Pandawa tidak curiga. Sebelum upacara dilaksanakan, di Waranawata diadakan pesta meriah, lengkap dengan bermacam-macam hiburan dan pertunjukan kesenian. Rencananya, lewat tengah malam, ketika Pandawa tidur pulas kecapekan setelah berpesta, istana itu akan dibakar. Kaurawa akan menyambut Pandawa dengan ramah dan penuh hormat. Jika istana terbakar, rakyat tidak curigabdan mereka menyimpulkan bahwa kebakaran itu terjadi tanpa sengaja dan tidak akan melemparkan tuduhan kepada mereka. Tak seorang pun akan menyalahkan Kaurawa, sementara Duryodhana akan puas karena berhasil memusnahkan Pandawa. (Mahabharata-Nyoman S. Pendit : 17-118)

Bila kita membandingkan pada peristiwa Yusuf dijual ke tanah Mesir, 10 anak-anak Yakub juga memiliki kesamaan dalam hal ini, yaitu ingin menyingkirkan  yusuf,  dengan membuat siasat untuk membuangnya ke dalam sebuah sumur ketika mereka sedang menggembalakan domba.  Hal itu dilukiskan dalam kutipan berikut :

 Ketika Yusuf berjalan ke sana ke mari di padang, bertemulah ia dengan seorang laki-laki, yang bertanya kepadanya: "Apakah yang kaucari?" Sahutnya: "Aku mencari saudara-saudaraku. Tolonglah katakan kepadaku di mana mereka menggembalakan kambing domba?"  Lalu kata orang itu: "Mereka telah berangkat dari sini, sebab telah kudengar mereka berkata: Marilah kita pergi ke Dotan. f " Maka Yusuf menyusul saudara-saudaranya itu dan didapatinyalah mereka di Dotan.  Dari jauh ia telah kelihatan kepada mereka. Tetapi sebelum ia dekat pada mereka, mereka telah bermufakat mencari daya upaya untuk membunuhnya. g   Kata mereka seorang kepada yang lain: "Lihat, tukang mimpi h  kita itu datang!  Sekarang, marilah kita bunuh dia dan kita lemparkan ke dalam salah satu sumur ini, i  lalu kita katakan: seekor binatang buas j  telah menerkamnya. k  Dan kita akan lihat nanti, bagaimana jadinya mimpinya l  itu!"  Ketika Ruben 6  m  mendengar hal ini, ia ingin melepaskan Yusuf dari tangan mereka, sebab itu katanya: "Janganlah kita bunuh dia! 

 Lagi kata Ruben kepada mereka: "Janganlah tumpahkan darah, lemparkanlah dia ke dalam sumur o  yang ada di padang gurun ini, tetapi janganlah apa-apakan dia" --maksudnya hendak melepaskan Yusuf dari tangan mereka dan membawanya kembali kepada ayahnya. Baru saja Yusuf sampai kepada saudara-saudaranya, merekapun menanggalkan jubah Yusuf, jubah maha indah q  yang dipakainya itu. Dan mereka membawa dia dan melemparkan dia ke dalam sumur. r  Sumur itu kosong, tidak berair. (Kejadian 37:16-25)

Dalam cerita Mahabharata, pada awalnya siasat tersebut dibangun atas dasar motivasi yang dilatarbelakangi perasaan iri-dengki dari Duryodana sebagai perwakilan pihak Kurawa. Duryodana dan para kurawa semakin dewasa semakin menyadari bahwa, dirinya dan kelompoknya adalah suatu kelompok yang secara kepribadian, maupun kemampuan olah senjata selalu saja kalah oleh para pandawa. Hal ini menjadi-jadi ketika kemudian, rakyat di luar istana selalu memuja-muji para pandawa. Hal itu tergambar dalam kutipan berikut:

Demikianlah rakyat berbicara di mana-mana. Mendengar semua itu, telinga Duryodhana terasa panas. Hatinya sakit didera rasa iri dan kebencian. Ia menghadap ayah-nya, mengadukan hal itu...... Karena itu, Yudhistiralah yang paling pantas dinobatkan menjadi raja. Hanya Dialah yang akan dapat memerintah wangsa Kuru dan kerajaan ini dengan adil."(Mahabharata-Nyoman S. Pendit : 114 -115) 

Hal itu berlanjut pada kutipan selanjutnya. Ketika Duryodana seringkali mengadukan apa yang dirasakannya pada Dristarasta 

"Ayahanda, sejujurnya hatiku terasa sesak, penuh dendam dan iri hati. Aku tak tahan lagi memendam semua perasaan ini. Aku selalu gelisah, tak enak makan dan tak enak tidur. Semua ini seakan-akan merobek-robek dada-ku. Hidupku terasa penuh siksa dan derita. "Ayahanda, segera kirimlah Pandawa ke Waranawata.VSetelah itu, kita akan menghimpun kekuatan kita.""(Mahabharata-Nyoman S. Pendit : 114 -115) 

Bila dibandingkan, perasaan dendam, iri dengki sebagai latar belakang permasalahan perselisihan saudara sedarah ini, juga kita akan temukan pada kisah 10 anak-anak Yakub. Seperti kita ketahui, dalam kisah yusuf, kita akan menemukan kesamaan motif sehingga melahirkan  siasat para saudaranya dikemudian hari untuk mebuat tipu daya dan membuang Yusuf dalam sumur untuk melenyapkan Yusuf dari kehidupan mereka. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut :

 Israel lebih sayang kepada Yusuf daripada semua anaknya yang lain,f karena Yusuf lahir ketika dia sudah tua. Israel membuatkan jubah yang sangat bagus* untuknya. Saudara-saudaranya melihat bahwa ayah mereka lebih sayang kepadanya, maka mereka mulai membencinya dan selalu berbicara kasar kepadanya. Setelah itu, dia mendapat mimpi lain, dan dia menceritakan itu kepada saudara-saudaranya, "Aku mimpi lagi. Kali ini matahari, bulan, dan 11 bintang membungkuk kepadaku." Lalu dia menceritakan mimpi itu kepada ayahnya dan saudara-saudaranya, dan ayahnya menegur dia, "Apa maksudnya mimpi kamu itu? Apa Ayah, ibumu, dan saudara-saudaramu akan sujud kepadamu?" Maka saudara-saudaranya menjadi iri kepadanya, tapi ayahnya terus mengingat kata-katanya itu. (Kejadian 4-11)

Ketidakadilan yang dirasakan anak-anak yakub, bila kita analisa lebih dalam, hal yang  sama juga terjadi dalam cerita mahabharata. Bahwa yang menyebabkan iri dengki tersebut bila dikaji,  disebabkan  karena para orangtua yang cenderung dinilai tidak adil, dalam kasus Mahabharata, misalnya diceritakan bahwa Tetua Bhisma seakan memang lebih menyayangi para Pandawa karena sifat-sifatnya, juga Resi Drona diketahui lebih menyayangi Arjuna karena kemahirannya memanah dan keluhuran budinya. Sementara tidak ada tindakan tegas/ ketegasan dari orangtuanya sendiri yakni Dristarasta untuk atau upaya untuk menjelaskan dengan benar pada semua anak-anaknya tentang apa yang dilakukan anak-anaknya adalah hal yang buruk.

Bila merujuk apa yang ditulis dalam   Journal of youth and adolescence, menyatakan bahwa salah satu dampak yang akan terjadi bila orangtua membanding-bandingkan anak, mungkin saja anak diam-diam akan membenci saudara Ia mungkin berasumsi orangtuanya lebih menyukai dan mencintai anak yang dibandingkannya. Akibatnya, anak akan berperilaku agresif, memicu anak bertengkar, dan menimbulkan kebencian.

Kebencian itulah yang bila dibiarkan menjadi konflik yang banyak sekali terjadi pada fenomena dewasa kini. Menurut penulis hal ini masih kadangkala kita temui di kehidupan sehari-hari. Perasaan anak yang diperlakuan orangtua yang terkadang terasa pilih kasih atau cenderung membanding-bandingkan sifat anak salah-satu diantara lainnya menjadi penyebab timbulnya kecemburuan di antara saudara. Bila dibiarkan dan tidak ditangani secara serius, maka akan timbul konflik yang berbahaya antar saudara sedarah. 

Sebenarnya banyak kisah/peristiwa besar  yang hampir sama dapat kita temui, yang bila ditelaah kebanyakan dilatarbelakangi oleh perasaan diperlakukan tidak adil. Kisah-kisah di atas sejatinya mesti menjadi pembelajaran untuk kita semua. Bahwa perasaan suatu kelompok yang mengalami  ketidakadilan mestilah didengar, dan jangan dibiarkan berlarut-larut agar tidak menjadi konflik berdarag di kemudian hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun