Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Monochrome

25 November 2020   14:34 Diperbarui: 25 November 2020   14:35 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dunia Maryam selama ini tidaklah berwarna. Sebelumnya ia tak mengenal warna-warna yang ada di dunia. Apa itu merah, kuning, biru, dan segala warna yang dihasilkan oleh percampuran ketiganya ia tak tahu. Baginya, yang dilihat oleh kedua matanya hanya hitam dan putih.

Dunia ketika itu begitu usang, begitu mencekam. Hanya perihal gelap terang. Ia hanya tahu bahwa malam itu gelap dan siang itu terang. Malam itu hitam dan siang itu putih.  
Ia tak pernah tahu apapun selain itu. Pergi kemanapun ia hanya melihat hitam dan putih.

Gadis itu pernah mencoba mencongkel kedua matanya, dan memasukkannya ke dalam air, dipasangnya lagi, namun tak ada yang berubah. Tetap sama. Pergi ke dokter manapun tak ada guna. Mereka tak tahu dan tak dapat menyembuhkannya.

Mulailah ia berburu bola mata. Satu per satu mata orang-orang dicongkelinya, tapi semua tak berguna. Dalam keputusasaannya, ia terus mencongkel semua mata orang-orang yang ditemuinya, semakin hari semakin membabi buta, dan terjadi keributan di kota itu.

Korban-korbannya mencarinya, semua petugas polisi dikerahkan mengejarnya, tapi tak pernah mendapatkannya. Itu karena tak pernah ada yang mengenali ciri-cirinya. Kasus pencongkelan mata terus digoreng media selama seminggu penuh dan jadi bahan omongan semua orang, Namun tak pernah ada yang mengetahui siapa yang melakukan kekejaman itu, dan semua mata korban dikembalikan seperti tak terjadi apa-apa, kepolisian menilai korban-korban itu hanya berhalusinasi.

Merasa terus putus asa, sang gadis melupakan segalanya. Ia tak lagi peduli akan warna-warna itu. Dihabiskannya waktu mengurung diri dalam kamar apartemennya. Menikmati sloki demi sloki arak dan berbatang-batang rokok dalam kesendiriannya. Semua masih sama, hanya ada hitam dan putih, membuatnya muak, membuatnya gelisah. Itu hari-hari panjang yang begitu gersang. Seakan waktu tak pernah berputar. Seakan dirinya bukanlah bagian dari dunia ini.

Orang-orang kamar sebelah di lantai yang sama, selalu mendengar teriakan dan tangisan seorang gadis. Merasa terusik dan mencoba mencari-cari asal suara tapi mereka tak pernah melihat wujudnya. Kamar itu  pernah beberapa kali diperiksa tapi tak menemukan apa-apa. Hanya sebuah kamar gelap tak bercahaya.

"Barangkali kamar apartemen itu berhantu." Kata orang-orang.

Di antara desas-desus, sang gadis terus berada di sana. Tak mempedulikan segala yang terjadi di dunia. Ia telah lelah dengan segala. Maryam tak pernah tahu, benda-benda yang tampak memiliki warna hanyalah penerima, penyerap, dan penerus warna cahaya yang ada dalam spektrum. Bagaimana mungkin ia bisa melihat semua warna, apabila kegelapan pekat menyelimuti jiwanya.

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun