"Mengapa? Apakah Gusti Pengeran menciptakan kita untuk mati dalam jepretan manusia-manusia durjana itu?"
"Tidak!"
"Kita harus lawan saudara-saudaraku!"
"Hidup Tengik!"
Saluran pembuangan air bawah kamar mandi sebuah rumah di Kampung Sengon malam itu begitu riuh. Sekumpulan kecoak sedang menggelar pertemuan akbar. Tengik di depan berorasi, gemuruh kecoak-kecoak lain yang melihatnya terpukau akan keberaniannya. Setelah riuh kepak sayap mereka reda, Tengik dengan gagah membacakan sebuah puisi setengah orasi singkat membakar semangat yang ia sudah hapalkan sedari tiga bulan yang lalu.
Hidup, tapi terus tersingkir,
Kami tak pernah kikir
Cuma sisa makananpun tak dibagi
Kami tak minta tinggi-tinggi
Kenapa terganggu?
Kami tak pernah berniat mengganggu