Mohon tunggu...
Alfiyah  Qurrotu A.
Alfiyah Qurrotu A. Mohon Tunggu... Penulis - guru

masih belajar, dan selamanya akan begitu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Orangtua Cakap Literasi Digital, Kenapa Tidak?

12 November 2019   08:26 Diperbarui: 12 November 2019   08:54 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Literasi Digital oleh Laduni.id

Internet adalah produk kebudayaan yang sudah semestinya diperuntukkan dalam pemanfaatan kehidupan berbudaya. Namun, internet juga memiliki posisi bak pisau bermata dua, yang sejatinya dapat menjadi dua hal dalam satu waktu. Internet dapat memberi dampak positif sekaligus dampak negatif bagi setiap penggunanya. Dewasa ini, berbagai informasi dapat diakses melalui gawai masing-masing individu, baik diharapkan atau tidak hal itu akan terus-menerus mengikuti kehidupan manusia. Maka dari itu, kemampuan memilah dan memilih tentu sangat dibutuhkan agar tidak terjadi hal diluar keinginan yang justru akan memberi dampak negatif bagi pemilik gawai.

Maraknya penggunaan internet dan gawai oleh anak-anak, terutama mereka yang masih berusia dini ini seringkali menggunakan internet tanpa pendampingan memadai dari orangtua. Beberapa orangtua bahkan dengan sengaja memberikan berbagai perangkat teknologi terkini agar anak diam dan sibuk bermain internet, sehingga tidak 'mengganggu' mereka. Bahkan tidak jarang, baik anak maupun orang tua masing-masing sibuk dengan gawainya. Fenomena ini menunjukkan kecakapan literasi digital orangtua masih minim yang mengakibatkan penyalahgunaan internet oleh anak.

Menurut UNESCO, Literasi Digital adalah kemampuan menggunakan teknologi inormasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengkomunikasikan konten atau informasi, dengan kecakapan kognitif, etika, sosial emosional dan aspek teknis atau teknologi. Singkatnya, cakap literasi digital merupakan kemampuan dalam memfilter beragam informasi dan hiburan yang disediakan oleh internet.

Salah satu unsur yang kurang diperhatikan dalam peningkatan literasi digital pada masyarakat di Indonesia adalah keluarga. Data dari Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) yang penulis dapatkan dari situs kemdikbud mengungkapkan bahwa keluarga belum sepenuhnya dilibatkan dalam upaya literasi. Hanya 12,23 persen aktivitas literasi digital menargetkan orangtua sebagai peserta aktif. Padahal, aktivitas digital anak dan remaja sebagian besar berlangsung di unit terkecil keluarga.

Literasi juga meliputi peran orangtua dalam mendampingi anak, terutama mereka yang berusia dini. Orang tua memiliki peran penting dalam memahami literasi digital. Menurut Sonia Livingston salah satu profesor psikologi sosial mengatakan bahwa pihaknya meyakini terkait pola asuh digital yang efektif pada negara berpenghasilan tinggi adalah ketika orang tua mengatakan boleh dibanding tidak boleh kepada anaknya.

Hal itu sebanding dengan maksimalnya waktu orang tua saat berkomunikasi, memandu, serta memberikan daran dan evaluasi terkait perilaku yang baik dikonsumsi untuk anaknya melalui konten internet. Tentu hal itu berbanding terbalik dengan kondisi negara kita yang masih minim dalam hal komunikasi orang tua dengan anak. Lalu bagaimana cara menjadi orang tua yang bisa dikatakan sebagai cakap literasi digital?

Lebih kritis terhadap teknologi

Mengetahui perkembangan teknologi dengan senantiasa mengontrol aktivitas penggunaan gawai anak. Mulai dari mengatur setelan pada telepon pintar yang disesuaikan dengan usia anak misalnya.

Ajak anak untuk tidak segan berkomunikasi dengan orang tua

Hal paling dasar dalam membangun sebuah jalinan kasih dalam hubungan adalah komunikasi. Orang tua dapat mengajak anak untuk tidak segan membuka percakapan dengan orang tuanya. Mulai dari hal kecil seperti kegiatan negosiasi dalam pembuatan jadwal batasan pemakaian gawai. Tentu jika orang tua mengajak anak untuk berembuk terkait hal yang demikian akan semakin membuat anak terbuka dengan orang tuanya. Dan ia akan merasa tidak dikekang karena telah diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Menjadi teladan bagi anak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun