Mohon tunggu...
Ayunda IzzatulIman
Ayunda IzzatulIman Mohon Tunggu... Psikolog - mahasiswi

saya mahasiswi biasa aja, bikin akun cuma buat tugas tapi semoga akun ini berguna kedepannya. terimakasih :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Komunikasi Non-Verbal dan Verbal dalam Interaksi antara Anak Autis dan Normal, Berbeda atau Tak Bisa?

13 Juni 2019   01:51 Diperbarui: 13 Juni 2019   01:58 1603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

In this scenario, autism may be caused by many genes, each of small effect, in interaction, and each gene (or set of genes) may be a risk factor for a specific component of the autism phenotype. It may be easier to find genes associated with these so-called "endophenotypes" than to find genes associated with autism. (Nicolson & Szatmari, 2016)

Selain 2 faktor yang telah dipaparkan diatas, (Nicolson & Szatmari, 2016) menambahkan bahwa seks dan urutan kelahiran mempengaruhi IQ,namun tidak pada gejala autistik.

Focusing on the core features of autism may be more helpful. In a recently completed factor analysis, we found that symptoms from the 3 ADI domains (that is, reciprocal social interaction, communication, and repetitive activities) and measures of IQ and adaptive behaviour load on 2 discrete factors, which we call autistic symptoms and level of functioning (50). 

Level of functioning is usually measured with IQ (51) or the Vineland Adaptive Behavior Scales (VABS) (52) and refers, in general, to the extent to which typical adaptive behaviours needed for daily functioning are reached at appropriate developmental benchmarks. It appears that sex (53) and birth order (54) affect IQ but not autistic symptoms, further supporting the distinction between these 2 factors.

Anak autis memiliki kemampuan dalam merespon sesuatu jika mendapat imbalan secara langsung serta memiliki respon stimulus yang tinggi dalam merangsang dirinya selama proses belajar berlangsung. Perilaku nonverbal juga banyak diperlihatkan anak autis dalam proses belajar dengan gurunya. 

Perilaku nonverbal yang biasa dilakukan oleh anak autis yaitu bertepuk tangan, menyembunyikan tangan,menggoyangkan pensil,memukul kepala dan lain-lain. Awalnya banyak perilaku mereka yang tidak dipahami oleh gurunya, hal ini menyebabkan para anak Autis marah,menangis,dan bahkan mengamuk. Respon tersebut juga merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang ditunjukkan oleh anak Autis saat ia tidak bisa mengutarakan emosinya dengan kata atau kalimat penjelas.

Anak Autis sering dianggap berbeda dengan anak normal,tak hanya dianggap berbeda,terkadang banyak dari anak normal mengucilkan temannya yang Autis. Hal ini dikarenakan oleh perilaku yang berbeda dan juga kurang mampunya anak Autis berkomunkasi dengan bahasa lisan. Anak autis memiliki gangguan pada bagian broca dan wernicke pada otaknya,sehingga mereka kesulitan mengucapkan dan memproduksi kata yang diungkapkan untuk mewakili apa yang ingin mereka sampaikan.  

Pada usia anak-anak,anak normal sedang ditahap ingin bermain dan berteman,sehingga diperlukan komunikasi dan interaksi dalam bentuk apapun. Pada usia anak-anak, komunikasi yang dilakukan mulai menggunakan komunikasi verbal, dan bukan lagi komunikasi nonverbal seperti saat bayi. Pada tahap anak-anak,anak normal biasanya sudah mengenal kata pengganti yang mengisyaratkan apa yang mereka rasakan. 

Seperti pada saat lapar, anak normal akan mengatakan "aku lapar", tidak seperti saat bayi yang hanya menangis. Namun,hal tersebut tidak terjadi pada anak dengan gangguan Autis. Contoh kasus yang sering ditemui yaitu pada saat lapar, mereka cenderung akan mengutarakannya dalam perilaku nonverbal seperti memegang perut,menunjuk makanan yang diinginkan, atau bahkan langsung mengambil makanan yang diinginkan.  Disini penulis akan menyanggah mitos yang berhubungan dengan hambatan komunikasi verbal yang dialami oleh anak dengan gangguan Autis saat berkomunkasi dengan anak normal.

Berdasarkan pengalaman pribadi, penulis pernah mengenyam pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 16 Surabaya yang merupakan sekolah dengan konsep bermain dan belajar. Di sekolah ini, penulis tidak hanya berteman dengan anak yang normal,tapi juga anak yang memiliki gangguan autism spectrum disorder. 

Di sekolah ini juga tidak membedakan kategori kelas berdasarkan kondisi fisik maupun psikologis anak,semua anak dipandang sama dan mampu memahami pelajaran dengan caranya sendiri,bukan paksaan dan tidak ada paksaan wajib membawa buku tulis karena setiap materi dicatat pada worksheet dan dihiasi oleh anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun