Mohon tunggu...
Ayu Ariani
Ayu Ariani Mohon Tunggu... Universitas Mercu Buana

Nama : Ayu Ariani | NIM : 43223010085 | Mata Kuliah : Sistem Informasi Akuntansi | Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr. M.Si.Ak | Program Studi Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

A301_Kuis 1_Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

15 Oktober 2025   02:27 Diperbarui: 15 Oktober 2025   10:42 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wilhelm Dilthey (Sumber: https://geopolicraticus.substack.com/p/dilthey-on-our-lived-experience-of)

Kuis 1

Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Nama Mahasiswa : Ayu Ariani

NIM : 43223010085

Mata Kuliah : Teori Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Program Studi S1 Akuntansi

Universitas Mercu Buana

Pendahuluan

Dalam perkembangan disiplin akuntansi, selama ini dominasi paradigma positivistik sangat kuat, dimana akuntansi dianggap sebagai alat mekanis untuk mencatat, mengukur, dan melaporkan transaksi ekonomi dengan menggunakan prinsip dan model yang dianggap "objektif" dan bebas nilai. Namun, kritik terhadap keterbatasan paradigma ini muncul terutama dari kalangan pemikir interpretif dan kritis yang melihat bahwa angka-angka dan laporan keuangan tidak sekadar "data netral," melainkan memiliki makna, konteks, tujuan, dan nilai moral. Salah satu jalur pemikiran yang menarik dalam upaya memperluas epistemologi akuntansi adalah dengan menggunakan pendekatan hermeneutik, terutama dengan mengacu pada karya filsafat Wilhelm Dilthey, yang membedakan cara-cara memahami fenomena manusia melalui "Verstehen" (pemahaman) dibandingkan "Erklren" (penjelasan kausal). Dalam konteks akuntansi, pendekatan hermeneutik berusaha menggali makna-makna di balik angka, memahami konteks historis/sosial, serta mengaitkan nilai dan etika dalam praktik akuntansi.

Pendekatan ini muncul sebagai respons terhadap keterbatasan paradigma positivistik yang terlalu menekankan aspek kuantitatif dan teknis tanpa cukup memperhatikan konteks sosial, nilai, dan interpretasi subjektif dalam praktik akuntansi. Dengan menggunakan kerangka hermeneutik, akuntansi dapat diperluas menjadi ilmu sosial-humaniora yang tidak hanya mencatat dan melaporkan angka, tetapi juga menafsirkan dan memahami tindakan manusia yang menghasilkan angka-angka tersebut.

Pengertian Hermeneutika dalam Akuntansi

Pengertian Hermeneutika dalam Akuntansi (Sumber: Gambar Pribadi)
Pengertian Hermeneutika dalam Akuntansi (Sumber: Gambar Pribadi)

Hermeneutika dalam Sekilas Konsep Filosofis

Hermeneutika secara tradisional adalah ilmu atau seni penafsiran, terutama penafsiran teks suci, sastra, atau dokumen hukum. Seiring perkembangan pemikiran, hermeneutika diperluas sebagai teori interpretasi dalam hubungannya dengan makna, bahasa, dan pemahaman manusia. Dalam tradisi modern, tokoh-tokoh seperti Friedrich Schleiermacher, Wilhelm Dilthey, Martin Heidegger, Hans-Georg Gadamer, dan Paul Ricoeur telah mengembangkan hermeneutika menjadi suatu landasan metodologis dan epistemologis bagi ilmu-ilmu humaniora dan sosial.

Wilhelm Dilthey melihat hermeneutika sebagai metode khusus bagi Geisteswissenschaften (ilmu-ilmu humaniora atau ilmu-rohani/kemanusiaan), yakni ilmu yang memfokuskan pada ekspresi kehidupan manusia (life expressions) yang memerlukan pemahaman (Verstehen) daripada penjelasan kausal (Erklren). Menurut Dilthey, aspek-aspek kehidupan manusia seperti perasaan, pengalaman, tindakan sosial, tidak bisa sepenuhnya dikenali melalui metode ilmiah alamiah semata. Proses hermeneutik melibatkan penafsiran atas pengalaman, ekspresi, dan konstelasi historis-kultural yang melatarbelakangi tindakan manusia.

Dalam hermeneutika Dilthey, terdapat gagasan-rangkaian, seperti Erleben (pengalaman hidup), Ausdruck (ekspresi), dan Verstehen (pemahaman). Hidup manusia dialami (Erleben), kemudian diekspresikan dalam simbol, tindakan, bahasa, karya, institusi (Ausdruck), dan akhirnya ditafsirkan atau dipahami (Verstehen) dalam kerangka historis dan sosial. Inilah proses hermeneutic, yang bergerak dari pengalaman immanent ke ekspresi ke pemahaman dalam konteks.

Dengan demikian, hermeneutika bukan sekadar interpretasi pasif, tetapi suatu proses dinamis di mana penafsir (scientist) terlibat dalam "menghidupkan kembali" pengalaman orang lain melalui empati, penafsiran konteks, serta relasi antara bagian dan keseluruhan (hermeneutic circle).

Hermeneutika dalam Konteks Akuntansi

Ketika hermeneutika dibawa ke ranah akuntansi, gagasannya adalah bahwa laporan keuangan, angka, kebijakan akuntansi, keputusan pengukuran, dan praktik akuntansi secara keseluruhan dapat dilihat sebagai sebuah "teks" atau ekspresi tindakan manusia dalam organisasi dan masyarakat. Angka-angka bukan sekadar representasi netral, tetapi sarat dengan konteks, nilai, pilihan, interpretasi, dan tanggung jawab moral.

Beberapa aspek bagaimana hermeneutika dalam akuntansi dapat dipahami:

  1. Laporan keuangan sebagai teks yang perlu ditafsirkan
    Setiap angka di neraca, laporan laba rugi, catatan kaki, serta di kebijakan akuntansi adalah "representasi" dari keputusan manusia, asumsi, interpretasi, dan prioritas. Untuk memahami makna sebenarnya, seorang penafsir (stakeholder, auditor, manajer, pengguna) harus "memasuki" konteks organisasi, kebijakan manajemen, latar sosial, dan relasi kuasa di balik angka tersebut. Dalam perspektif hermeneutik, laporan keuangan bukan sekadar informasi kuantitatif, melainkan narasi ekonomi-sosial-moral.
  2. Interpretasi konteks historis dan sosial
    Praktik akuntansi dipengaruhi oleh budaya organisasi, regulasi, norma sosial, praktik manajerial, tekanan eksternal, dan sejarah perusahaan. Dengan pendekatan hermeneutik, peneliti dan praktisi akuntansi harus mengaitkan angka dengan konteks historis dan makna sosial di mana tindakan akuntansi itu berlangsung.
  3. Peran subjektivitas penafsir dan "pra-pemahaman" (pre-understanding)
    Penafsir (akuntan, auditor, pengguna) tidak memasuki teks laporan secara kosong, akan tetapi ia membawa latar belakang, pengalaman, asumsi, nilai, dan "prasangka" (prejudices). Dalam hermeneutika, penafsiran melibatkan kesadaran akan pra-pemahaman ini dan refleksivitas terhadap bagaimana hal itu memengaruhi proses interpretasi.
  4. Lingkar hermeneutik (hermeneutic circle)
    Proses penafsiran bergerak bolak-balik antara bagian dan keseluruhan. Misalnya, untuk memahami satu angka (bagian) kita perlu melihat kebijakan akuntansi, struktur organisasi, tujuan manajerial (keseluruhan). Dan untuk memahami keseluruhan organisasi atau narasi keuangan, kita kembali meninjau bagian-bagian (angka, kebijakan) dan interpretasi mereka. Ini adalah proses siklis dan terbuka, bukan interpretasi tunggal yang final.
  5. Moral, nilai, dan etika
    Karena interpretasi berkaitan dengan pilihan manusia, pendekatan hermeneutik membuka ruang bagi refleksi nilai, seperti mengidentifikasi ketidakadilan, konflik kepentingan, distorsi pengungkapan, manipulasi angka, dan aspek moral lainnya. Akuntansi hermeneutik tidak hanya "apa angkanya," tetapi "mengapa demikian," dan "apa akibatnya bagi berbagai pihak."

Dalam riset akuntansi, pendekatan hermeneutik telah digunakan sebagai metodologi interpretif, terutama dalam penelitian kualitatif, studi kasus, ataupun etnografi, di mana data berupa narasi, wawancara, dokumen, catatan manajerial, dan interaksi sosial lainnya. Ada literatur yang menyebut bahwa riset akuntansi hermeneutik dapat memperkaya pemahaman terhadap interaksi antara praktik akuntansi dan lingkungan sosial-budaya di mana ia beroperasi.

Dengan demikian, hermeneutika dalam akuntansi bukanlah sekadar "metode kualitatif," melainkan suatu paradigma epistemologis yang memandang akuntansi sebagai aktivitas manusiawi, bermakna, dan tercakup dalam konteks sosial-historis.

Dualitas Pengetahuan: Naturwissenschaften vs Geisteswissenschaften (Erklren vs Verstehen)

Naturwissenschaften vs Geisteswissenschaften (Sumber: https://prezi.com/p/bwikt-kg1081/naturwissenschaft-vs-geisteswissenschaft/)
Naturwissenschaften vs Geisteswissenschaften (Sumber: https://prezi.com/p/bwikt-kg1081/naturwissenschaft-vs-geisteswissenschaft/)

Salah satu kontribusi utama Dilthey ialah membedakan dua jenis sains atau cara-cara pengetahuan yang mendasari tradisi filsafat Jerman, yaitu Naturwissenschaften (ilmu alam) dan Geisteswissenschaften (ilmu-rohani/humaniora/ilmu kemanusiaan). Perbedaan ini berkaitan dengan cara mengetahui, objek kajian, metode, dan tujuan pengetahuan.

Naturwissenschaften dan Erklren 

Naturwissenschaften adalah ilmu-ilmu alam (fisika, kimia, biologi, astronomi, dsb). Objek kajiannya adalah fenomena alam, yang umumnya dianggap bersifat deterministik atau sebab-akibat. Cara mengetahui dalam ilmu alam adalah dengan adanya Erklren (penjelasan), yakni menjelaskan fenomena melalui hukum, sebab-akibat, model matematis, hubungan kausal, generalisasi, dan prediksi. Pengetahuan dalam ilmu alam biasanya bersifat universal, objektif, dan bebas subyektivitas (diusahakan). Di bidang akuntansi positif/kuantitatif, pendekatan serupa sering digunakan, biasanya pada pengukuran, model ekonomi, statistik, dan hipotesis kuantitatif semacam "menjelaskan" hubungan variabel akuntansi-ekonomi berdasarkan data empiris.

Geisteswissenschaften dan Verstehen

Geisteswissenschaften mencakup ilmu sejarah, sosiologi, psikologi, sastra, filsafat, antropologi, ekonomi humanistik, dan bidang-bidang yang mempelajari ekspresi manusia, institusi sosial, budaya, pengalaman. Cara mengetahui dalam ilmu-ilmu ini adalah dengan adanya Verstehen (pemahaman), yaitu upaya memahami makna, intensi, tujuan, latar pengalaman dan interpretasi subyektif manusia dalam konteks historis, sosial, dan budaya. Pengetahuan yang dihasilkan lebih hermeneutik, interpretatif, dan kontekstual.

Dilthey menekankan bahwa Geisteswissenschaften tidak dapat "dijelaskan" seperti ilmu alam, tetapi perlu "dipahami" dengan menempatkan diri dalam pengalaman orang lain, melihat ekspresi, memaknai simbol, dan merekonstruksi proses historis dan sosial.

Selain itu, untuk Dilthey, pengalaman (Erlebnis) manusia adalah titik tolak pengetahuan dalam ilmu kemanusiaan yang kemudian melalui ekspresi (Ausdruck) manusia menyatakan pengalaman itu, dan akhirnya dipahami (Verstehen).

Hubungan dan Batasan Antara Keduanya

Dilthey tidak memandang perbedaan ini sebagai dualisme mutlak yang memisahkan keduanya secara absolut, artinya ilmu alam dan ilmu kemanusiaan tetap dapat "bersinggungan" atau saling mempengaruhi. Namun, metodologi dan epistemologi dasarnya berbeda. Dalam Geisteswissenschaften, unsur kausalitas mungkin tetap muncul (misalnya dalam sosiologi, psikologi), tetapi bukan sebagai penjelasan tunggal dan deterministik, melainkan sebagai faktor-faktor yang harus dipahami dalam makna dan konteks.

Dilthey berusaha mendirikan suatu "kritik akal historis" yang melengkapi kritik Kant terhadap akal murni, dengan memperhatikan dimensi historis, nilai, dan pengalaman manusia. Akan tetapi dalam praktiknya, banyak ilmu sosial modern cenderung "meminjam" metode dari ilmu alam (kuantitatif, statistik) dan mengabaikan aspek hermeneutik. Pendekatan hermeneutik ala Dilthey berupaya mengembalikan keseimbangan dan keragaman metode dalam kajian sosial-humaniora.

Relevansi Dualitas bagi Akuntansi

Dalam konteks akuntansi, paradigma positivistik cenderung mengadopsi model Naturwissenschaften, dimana hubungan kausal antara variabel ekonomi, analisis regresi, penjelasan teoritik, generalisasi, objektivitas, dan prediksi. Tetapi praktik, kebijakan, dan interpretasi akuntansi sering melibatkan aspek manusia seperti niat manajerial, kepentingan stakeholder, relasi kuasa, manipulasi, pemilihan asumsi, etika, konteks historis.

Di sinilah pendekatan Geisteswissenschaften, yakni hermeneutika menawarkan cara lain, yaitu dengan memahami proses dan makna di balik tindakan akuntansi. Oleh karena itu, pendekatan hermeneutik ala Dilthey mendorong agar peneliti dan praktisi akuntansi tidak hanya terpaku pada "apa yang bisa diukur dan dijelaskan secara kuantitatif," tetapi juga mempertimbangkan dimensi interpretatif, historis, kontekstual, dan nilai.

Mengapa Akuntansi Perlu Pendekatan Hermeneutika?

Mengapa Akuntansi Perlu Pendekatan Hermeneutika? (Sumber: Gambar Pribadi)
Mengapa Akuntansi Perlu Pendekatan Hermeneutika? (Sumber: Gambar Pribadi)

Mengapa kita perlu memperkenalkan pendekatan hermeneutik ke dalam akuntansi? Berikut beberapa alasan utamanya:

Adanya Keterbatasan Paradigma Positivistik

Asumsi netralitas angka tidak realistis

Angka-angka dalam laporan keuangan adalah hasil keputusan manusia, pilihan asumsi, estimasi, metode pengukuran, pengakuan, serta pengungkapan yang tidak bebas nilai. Paradigma positivistik cenderung mengabaikan bahwa keputusan manusia tersebut mengandung bias, tujuan manajerial, kepentingan stakeholder, dan konflik kepentingan.

Keterasingan dari konteks sosial-historis

Pendekatan positivistik sering mengabstraksikan entitas bisnis dari konteks sosial, budaya, kelembagaan, regulasi, norma, dan sejarah. Padahal akuntansi tidak beroperasi dalam ruang hampa, tetapi ia dipengaruhi oleh lingkungan institusional, regulatif, politik, budaya perusahaan, tekanan pemangku kepentingan, dan relasi kekuasaan.

Kurangnya refleksi nilai dan etika

Akuntansi tidak sekadar teknis tetapi juga moral, misalnya dalam pengungkapan, pengukuran risiko, konservatisme, manipulasi akuntansi, pengungkapan yang bias, transparansi, tanggung jawab sosial. Paradigma teknis saja tidak memadai untuk mengkaji aspek moral tersebut.

Fenomena kompleks dan makna ganda

Banyak fenomena dalam akuntansi bersifat kompleks, ambigu, dan ganda (multiinterpretasi). Contohnya seperti goodwill, estimasi cadangan kerugian piutang, penurunan nilai aset, penyajian laporan manajemen, akuntansi keberlanjutan. Interpretasi atas hal-hal ini membutuhkan pemahaman mendalam, tidak sekadar model matematis.

Kebutuhan interpretasi stakeholder

Pengguna laporan keuangan (investor, kreditur, regulator, masyarakat) tidak hanya membaca angka, tetapi menginterpretasi maknanya, memahami kebijakan manajemen, mempertanyakan asumsi dan relevansi. Oleh karena itu, akuntansi harus menyediakan ruang interpretasi, bukan sekadar penyajian angka statis.

Gambar Pribadi 
Gambar Pribadi 

Keunggulan Pendekatan Hermeneutik dalam Akuntansi

  1. Mengkaitkan angka dengan narasi dan makna
    Pendekatan hermeneutik memungkinkan menghasilkan pemahaman mendalam tentang bagaimana angka dihasilkan, apa maksudnya, dan apa dampaknya bagi berbagai pihak. Hal ini membuat akuntansi menjadi lebih reflektif dan bermakna.
  2. Memunculkan dimensi etika dan tanggung jawab
    Dengan menyoroti nilai, makna, dan empati, pendekatan hermeneutik membuka ruang bagi diskusi tentang tanggung jawab sosial, keadilan, transparansi, dan hak stakeholder dalam praktik akuntansi.
  3. Memahami konteks historis-sosial
    Pendekatan ini memaksa peneliti untuk memperhatikan latar institusional, historis, budaya organisasi, regulasi, tradisi perusahaan, dan tekanan sosial dalam interpretasi akuntansi. Hal ini memperkaya pemahaman dan meminimalisir reduksionisme.
  4. Fleksibilitas metodologis
    Hermeneutika tidak menetapkan satu metode tunggal, melainkan kerangka interpretative. Sehingga peneliti dapat menggunakan wawancara mendalam, analisis dokumen, etnografi organisasi, interpretasi naratif, studi kasus, dan teknik yang cocok dengan konteks subjek penelitian.
  5. Keterbukaan interpretasi dan pluralitas perspektif
    Karena makna tidak tunggal, hermeneutika mengakui bahwa akan ada interpretasi yang berbeda dari pihak yang berbeda. Hal ini merangsang dialog kritis, refleksi, dan keterbukaan atas berbagai sudut pandang.
  6. Mengembalikan manusia ke dalam akuntansi
    Akuntansi hermeneutik menempatkan aktor manusia (manajer, akuntan, auditor, stakeholder) bukan sebagai entitas pasif, tetapi sebagai subjek bermakna yang berinteraksi, berinterpretasi, dan bertanggung jawab atas angka. Dengan demikian, akuntansi menjadi bagian dari ilmu sosial-humaniora, bukan hanya teknik.

Beberapa literatur akuntansi telah menyebut bahwa teori akuntansi hermeneutik memperluas epistemologi akuntansi dengan mengintegrasikan dimensi moral, historis, dan sosial dalam proses interpretasi realitas ekonomi. Selain itu, tulisan "Mengungkap Jiwa di Balik Angka" menyebut bahwa akuntansi hermeneutik berupaya melampaui angka untuk menemukan makna moral, nilai, dan tanggung jawab yang tersemat dalam praktik bisnis.

Dengan demikian, pendekatan hermeneutik tidak bertujuan menggantikan paradigma positivistik sepenuhnya, melainkan sebagai pelengkap atau penyeimbang yang mampu menangkap aspek-aspek makna, nilai, dan interpretasi yang tidak dapat dijangkau oleh model teknis saja.

Aksiologi: Nilai, Empati, dan Makna Moral dalam Angka (Akuntansi)

Aksiologi: Nilai, Empati, dan Makna Moral dalam Angka (Akuntansi) (Sumber: Gambar Pribadi)
Aksiologi: Nilai, Empati, dan Makna Moral dalam Angka (Akuntansi) (Sumber: Gambar Pribadi)

Salah satu aspek penting dalam pemikiran hermeneutik dan sangat khas dalam pemikiran Dilthey adalah perhatian terhadap nilai, makna moral, dan empati. Dalam kerangka akuntansi, aspek aksiologis ini menjadi penting untuk menjembatani antara angka dan tanggung jawab manusiawi.

Posisi Aksiologi dalam Hermeneutika

Dilthey menyadari bahwa dalam ilmu kemanusiaan, nilai (value) tidak bisa dieliminasi dari proses pengetahuan. Pengetahuan manusiawi selalu terkait dengan nilai-nilai budaya, etika, dan cita-cita (Weltanschauung). Oleh karena itu, hermeneutika tidak hanya soal interpretasi makna, tetapi juga menyadari peran nilai dalam menangkap makna tersebut.

Dalam pandangan Dilthey, tiga kategori penting dalam ilmu kemanusiaan adalah makna (meaning), nilai (value), dan tujuan (purpose), hal-hal ini berhubungan dengan aspek temporal (keterkaitan masa lalu, masa kini, masa depan) dan pengalaman manusia. Nilai, dalam konteks pengalaman manusia, lebih dari sekadar preferensi, tetapi ia menyangkut orientasi moral, estetika, dan dunia pandang manusia.

Empati (empathy) atau penempatan diri dalam pengalaman orang lain juga menjadi kunci, dimana seorang penafsir harus mampu "merasakan" pengalaman aktor yang mendasari tindakan yang diinterpretasi, agar interpretasi tidak kosong atau reduksionis. Dalam hermeneutika, empati bukan sekadar peniruan, tetapi rekonstruksi makna melalui dialog antara penafsir dan teks/aktornya.

Nilai, Moral, dan Makna dalam Akuntansi

Dalam akuntansi hermeneutik, angka dan laporan keuangan bukan netral secara moral. Terdapat sejumlah dimensi aksiologis yang harus diperhatikan:

Gambar Pribadi 
Gambar Pribadi 
  • Nilai transparansi dan kejujuran
    Keputusan pengungkapan, estimasi, klasifikasi, dan kebijakan akuntansi mengandung pilihan nilai, seperti apakah menyajikan informasi dengan "jujur" atau "mengaburkan fakta," apakah memberikan informasi yang cukup atau menahan informasi yang merugikan manajemen. Pendekatan hermeneutik menuntut pemahaman nilai-nilai yang melatarbelakangi pilihan tersebut.
  • Responsibilitas dan akuntabilitas moral
    Ketika angka berdampak pada pemangku kepentingan (investor, kreditor, karyawan, masyarakat), maka manajer dan akuntan memiliki tanggung jawab moral. Akuntansi hermeneutik memandang bahwa pembuatan, penyajian, dan penggunaan angka memiliki implikasi etis, sehingga harus ditafsirkan dalam kerangka tanggung jawab moral.
  • Keadilan dan keadilan distributif
    Dalam menyusun laporan keuangan, keputusan dapat menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Pendekatan hermeneutik memungkinkan kita melihat siapa yang mendapatkan manfaat atau kerugian dari interpretasi angka tertentu, dan mempertimbangkan keadilan dalam distribusi informasi dan konsekuensinya.
  • Makna dan interpretasi stakeholder
    Stakeholder akan menginterpretasi angka berdasarkan pengalaman dan nilai mereka sendiri. Nilai yang berbeda ini dapat memunculkan konflik interpretasi. Oleh karena itu, akuntansi hermeneutik harus sensitif terhadap pluralitas interpretasi dan nilai.
  • Dampak moral tindakan akuntansi
    Manipulasi, window dressing, penggelembungan laba, pengeluaran tersembunyi, penghindaran pajak, hal-hal tersebut memiliki implikasi moral. Pendekatan hermeneutik dapat membantu "membaca di balik angka" dan membuka wacana moralnya.
  • Empati sebagai alat interpretasi
    Untuk memahami keputusan manajerial di balik angka, penafsir harus menggunakan empati. Penafsir harus mencoba menempatkan diri dalam perspektif manajer, memahami tekanan, tujuan, konteks operasional, dan konflik internal yang mungkin mereka hadapi. Dengan demikian, interpretasi angka menjadi lebih manusiawi dan bernuansa.

Dengan demikian, aksiologi dalam akuntansi hermeneutik bukan tambahan yang terpisah, melainkan bagian integral dari proses interpretasi. Nilai, empati, dan makna moral memandu bagaimana angka dibaca, apa pertanyaan yang diajukan, dan bagaimana interpretasi dihasilkan.

Bagaimana Cara Penerapan Pendekatan Hermeneutik dalam Akuntansi?

Cara Penerapan Pendekatan Hermeneutik dalam Akuntansi (Sumber: Gambar Pribadi)
Cara Penerapan Pendekatan Hermeneutik dalam Akuntansi (Sumber: Gambar Pribadi)

Setelah memahami "apa dan mengapa," selanjutnya menjadi penting untuk melihat bagaimana pendekatan hermeneutik dapat diterapkan secara konkret dalam akuntansi (baik penelitian maupun praktik). Di bawah ini adalah kerangka cara atau mekanisme penerapannya, disertai tantangan dan langkah-langkah yang mungkin dilakukan.

Langkah-langkah Umum dalam Penelitian Akuntansi Hermeneutik

Berikut langkah-langkah umum yang dapat diadaptasi dalam penelitian akuntansi menggunakan pendekatan hermeneutik:

  1. Pemilihan fenomena/kasus yang bermakna
    Pilih fenomena akuntansi yang kaya makna dan kontradiktif, misalnya kebijakan pengungkapan, estimasi akuntansi, pelaporan keberlanjutan, perubahan kebijakan akuntansi, whistleblowing akuntansi, praktik "window dressing," audit etika, akuntansi ekstrak lingkungan, dan lain-lain.
  2. Pengumpulan data kualitatif
    Data yang sesuai meliputi wawancara mendalam (dengan manajer, akuntan, auditor, pengguna laporan), dokumen internal (memo manajerial, kebijakan akuntansi, keputusan dewan direksi), laporan keuangan, catatan rapat, diskusi informal, observasi organisasi, media dan narasi eksternal, catatan sejarah perusahaan. Pendekatan hermeneutik lebih mengedepankan kualitas dan konteks data dibanding jumlah besar.
  3. Membawa pra-pemahaman (pre-understanding)
    Peneliti harus menyadari latar belakang, asumsi, nilai, dan "prasangka" yang dibawa ke dalam proses interpretasi. Refleksivitas terhadap bagaimana prasangka itu mempengaruhi penafsiran sangat penting.
  4. Membaca teks (angka, dokumen, narasi) dalam konteks
    Mulailah membaca "teks" (laporan keuangan, dokumen kebijakan) dengan memperhatikan konteks historis, institusional, budaya perusahaan, dan regulasi eksternal. Jangan langsung melihat angka sebagai makna final, tetapi sebagai ekspresi manusiawi yang perlu ditafsirkan.
  5. Berinteraksi dengan aktor/pengarang laporan
    Jika memungkinkan, lakukan dialog dengan aktor yang terlibat, seperti manajer, akuntan, auditor. Tanyakan alasan, nilai, latar keputusan akuntansi, tantangan, konflik internal. Hal ini memungkinkan peneliti "memasuki" perspektif mereka dan memperoleh pemahaman empiris yang lebih kaya.
  6. Lingkar hermeneutik (antara bagian dan keseluruhan)
    Proses interpretasi dilakukan secara bolak-balik, yaitu pada bagian-bagian (angka, catatan kaki, kebijakan) hingga keseluruhan (visi perusahaan, strategi, konteks industri, tujuan manajerial). Penafsiran angka harus selalu dilihat dalam keseluruhan narasi organisasi, dan sebaliknya.
  7. Analisis makna, nilai, dan implikasi etis
    Setelah interpretasi, identifikasi makna yang terkandung, seperti apa pesan yang disampaikan, apa nilai yang dibawa, implikasi bagi stakeholder, konflik interpretasi, konsekuensi moral dari tindakan akuntansi tersebut.
  8. Refleksi kritis dan validasi interpretasi
    Peneliti harus melakukan verifikasi kepada aktor (member checking), triangulasi data, diskusi dengan kolega, mempertanyakan interpretasi alternatif, dan menjelaskan secara transparan bagaimana interpretasi dihasilkan (termasuk refleksi atas prasangka peneliti).
  9. Pelaporan interpretatif
    Hasil penelitian disajikan dalam bentuk naratif interpretative, yaitu dengan memadukan kutipan aktor, interpretasi peneliti, refleksi nilai, dan makna. Tidak sekadar laporan hasil pengukuran atau statistik, tetapi narasi yang menggambarkan proses makna dan nilai dalam praktik akuntansi.

Penerapan dalam Praktik Akuntansi 

Walaupun hermeneutika lebih sering digunakan dalam penelitian, pendekatan ini juga dapat diaplikasikan dalam praktik akuntansi (internal perusahaan, auditor, konsultan). Berikut ide bagaimana praktik akuntansi dapat mengadopsi logika hermeneutik:

Audit interpretatif

Auditor tidak hanya memverifikasi angka dan kepatuhan terhadap standar, tetapi juga melakukan dialog interpretative, seperti memahami alasan manajer memilih kebijakan akuntansi, mengecek konsistensi narasi manajerial, mempertanyakan nilai dan asumsi yang mendasari pengukuran. Auditor juga dapat menggali apakah ada konflik interpretasi atau distorsi moral dalam penyajian laporan.

Penyusunan laporan naratif manajerial

Dalam laporan tahunan atau laporan keberlanjutan, manajemen dapat menyertakan narasi interpretatif yang menjelaskan keputusan akuntansi, konteks sosial, strategi, tantangan etis, dan dampak bagi stakeholder. Dengan demikian, laporan keuangan bukan hanya angka, tetapi "kisah" organisasi yang bermakna.

Kebijakan akuntansi reflektif dan keterlibatan stakeholder

Saat memilih kebijakan akuntansi atau estimasi, manajemen dapat membuka dialog dengan stakeholder (misalnya melalui diskusi publik, dewan komisaris, komite audit, pemangku kepentingan) mengenai nilai-nilai yang menjadi dasar keputusan. Hal ini lebih demokratis dan bermakna moral dibanding penetapan kebijakan secara sepihak.

Pelatihan interpretatif untuk akuntan/manajer

Akuntan dan manajer dapat dilatih untuk tidak hanya berpikir dalam kerangka teknis, tetapi juga mempertanyakan asumsi moral, konteks historis, interpretasi, dan implikasi nilai dari setiap keputusan akuntansi.

Pemanfaatan narasi dan visualisasi interpretatif

Dalam presentasi laporan kepada pemangku kepentingan, manajemen dapat menggunakan elemen naratif, grafis interpretatif, cerita kasus (contoh nyata), dan interpretasi bagian angka agar pemangku kepentingan memahami konteks dan makna di balik angka.

Refleksi internal organisasi

Organisasi dapat melakukan sesi refleksi internal, dengan cara mengevaluasi secara kritis bagaimana keputusan akuntansi dibuat, apakah ada konflik internal, bias interpretatif, apakah nilai organisasi tercermin, serta dampak moral keputusan keuangan terhadap masyarakat internal dan eksternal.

Tantangan dan Keterbatasan

Penerapan pendekatan hermeneutik dalam akuntansi juga sering menghadapi tantangan, berikut tantangan dalam penerapan pendekatan hermeneutik:

Gambar Pribadi
Gambar Pribadi
  1. Tuduhan subjektivitas dan relativisme
    Karena interpretasi tergantung perspektif penafsir dan nilai yang dibawa, ada risiko interpretasi menjadi sangat subjektif atau terjebak relativisme (semua interpretasi sama valid). Untuk itu, peneliti harus menjalankan validasi interpretatif, refleksivitas, triangulasi, dan keterbukaan atas interpretasi alternatif.
  2. Kesulitan generalisasi dan replikasi
    Interpretasi yang sangat kontekstual sulit untuk digeneralisasikan secara luas atau direplikasi dalam penelitian lain. Jadi, penelitian hermeneutik cenderung memiliki sifat studi kasus yang dalam, bukan generalisasi kuantitatif.
  3. Beban waktu dan intensitas data
    Proses interpretasi, dialog, dan refleksi memerlukan waktu, usaha, dan kepekaan hermeneutik yang tinggi. Tidak cocok untuk semua penelitian atau organisasi yang terbatas sumber daya.
  4. Resistensi paradigmatik
    Dalam dunia akuntansi yang selama ini dikuasai paradigma teknis-kuantitatif, pendekatan hermeneutik mungkin dipandang sebagai "kurang ilmiah," "too soft," atau "kurang objektif." Peneliti dan praktisi perlu meyakinkan bahwa interpretasi makna dan nilai juga merupakan pengetahuan ilmiah, meskipun berbeda tipe.
  5. Problematika verifikasi interpretasi
    Validasi interpretasi (misalnya melalui member checking atau triangulasi) bisa sulit jika aktor tidak bersedia atau interpretasi sensitif. Ada juga kemungkinan penolakan interpretasi oleh aktor jika interpretasi menyentuh nilai pribadi atau konflik internal.
  6. Keterbatasan data akses
    Data internal manajerial, memo kebijakan, atau keputusan strategis seringkali bersifat rahasia atau sensitif, sehingga sulit diakses untuk penelitian interpretatif.

Meskipun demikian, dengan kesungguhan reflektifitas, transparansi metodologis, dan keterbukaan dialog, pendekatan hermeneutik dapat memberikan kontribusi ilmiah yang kaya, bermakna, dan relevan dalam akuntansi.

Contoh Ilustratif Singkat

Sebagai gambaran, misalkan sebuah perusahaan memutuskan untuk menetapkan cadangan kerugian piutang yang cukup tinggi di tahun tertentu, hal ini mempengaruhi laba bersih, cadangan kerugian, dan persepsi investor. Dengan pendekatan hermeneutik, peneliti/auditor dapat:

  • Mewawancarai manajer ataupun akuntan, misalnya dengan mengajukan pertanyaan mengapa mereka memilih taksiran tinggi? Apakah karena kehati-hatian di tengah krisis ekonomi? Apakah tekanan dari auditor? Apakah ada potensi manipulasi laba?
  • Menganalisis dokumen internal, seperti memo manajerial, proyeksi penjualan, kebijakan kredit, catatan rapat dewan komisaris.
  • Memahami konteks historis,misalnya apakah perusahaan baru mengalami penurunan permintaan, gangguan pembayaran piutang, kondisi industri, regulasi baru.
  • Menginterogasi nilai dan dampak, misalnya apakah keputusan ini melindungi kreditor, apakah merugikan pemegang saham, apakah transparan?
  • Menginterpretasi angka cadangan tidak hanya sebagai angka teknis, tetapi sebagai ekspresi kehati-hatian manajerial, persepsi risiko, konflik nilai antara keuntungan dan konservatisme.
  • Mengajukan interpretasi alternatif, misalnya apakah ada bias pesimistis atau manipulatif dalam menetapkan cadangan, dan membandingkan dengan interpretasi manajer.

Dari proses ini akan muncul pemahaman yang lebih kaya dan kritis, bukan sekadar angka cadangan piutang.

Penutup

Pendekatan hermeneutik ala Wilhelm Dilthey menawarkan kerangka epistemologis dan metodologis yang sangat relevan bagi akuntansi modern, di mana praktik akuntansi tidak hanya soal angka tetapi juga soal manusia, nilai, makna, dan konteks sosial-historis. Dengan membedakan antara pengetahuan alamiah (Erklren) dan pengetahuan kemanusiaan (Verstehen), pendekatan ini membuka ruang bagi interpretasi angka, refleksi nilai, empati terhadap aktor, dan tanggung jawab moral dalam akuntansi.

Walaupun penerapannya tidak mudah (karena tantangan subjektivitas, validasi, keterbatasan generalisasi), namun akuntansi hermeneutik memungkinkan kita melihat "jiwa di balik angka," memperkaya pemahaman dan menjadikan akuntansi sebagai aktivitas ilmiah-humanistik yang lebih utuh dan kontekstual.

Citasi:

  • Apollo, A., Hariani, S., & Herliansyah, Y. (2025). Hermeneutics of Schleiermacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer on Financial Statements in the Indonesia Stock Exchange (2010--2024). Journal of Accounting and Finance Management, 6(3), 1397--1408. https://doi.org/10.38035/jafm.v6i3.2284
  • Ary Wirajaya, I. G. (2012). Hermeneutika dalam Interpretive Paradigm sebagai Metodologi Penelitian Akuntansi. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 7(1). Universitas Udayana.
  • Kristiantari, I. A., Sudarma, M., Purwanti, L., & Djamhuri, A. (2023). Pragmatic and Idealist Public Accountants: Interpretation of Professional Ethics through Ricoeur's Hermeneutics. Australasian Accounting, Business and Finance Journal, 17(3), 140-154. https://doi.org/10.14453/aabfj.v17i3.09
  • Murniati, M., Sa'diyah, M., & Subadriyah, S. (2019). Hermeneutics of Earning Management: Between Pressure and Opportunity. JEMA: Jurnal Ilmiah Bidang Akuntansi dan Manajemen, 16(1), 46-59. https://doi.org/10.31106/jema.v16i1.1666 
  • "Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey." (2025). Modul Kuliah Prof Apollo FEB UMB
  • "Wilhelm Dilthey's Thoughts on Understanding, Hermeneutics and Communication." (2024). Asian Journal of Philosophy and Religion, 3(1), 17--28. Financy, F., & Sitorus, F. K. https://doi.org/10.55927/ajpr.v3i1.9360

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun