Naturwissenschaften adalah ilmu-ilmu alam (fisika, kimia, biologi, astronomi, dsb). Objek kajiannya adalah fenomena alam, yang umumnya dianggap bersifat deterministik atau sebab-akibat. Cara mengetahui dalam ilmu alam adalah dengan adanya Erklren (penjelasan), yakni menjelaskan fenomena melalui hukum, sebab-akibat, model matematis, hubungan kausal, generalisasi, dan prediksi. Pengetahuan dalam ilmu alam biasanya bersifat universal, objektif, dan bebas subyektivitas (diusahakan). Di bidang akuntansi positif/kuantitatif, pendekatan serupa sering digunakan, biasanya pada pengukuran, model ekonomi, statistik, dan hipotesis kuantitatif semacam "menjelaskan" hubungan variabel akuntansi-ekonomi berdasarkan data empiris.
Geisteswissenschaften dan Verstehen
Geisteswissenschaften mencakup ilmu sejarah, sosiologi, psikologi, sastra, filsafat, antropologi, ekonomi humanistik, dan bidang-bidang yang mempelajari ekspresi manusia, institusi sosial, budaya, pengalaman. Cara mengetahui dalam ilmu-ilmu ini adalah dengan adanya Verstehen (pemahaman), yaitu upaya memahami makna, intensi, tujuan, latar pengalaman dan interpretasi subyektif manusia dalam konteks historis, sosial, dan budaya. Pengetahuan yang dihasilkan lebih hermeneutik, interpretatif, dan kontekstual.
Dilthey menekankan bahwa Geisteswissenschaften tidak dapat "dijelaskan" seperti ilmu alam, tetapi perlu "dipahami" dengan menempatkan diri dalam pengalaman orang lain, melihat ekspresi, memaknai simbol, dan merekonstruksi proses historis dan sosial.
Selain itu, untuk Dilthey, pengalaman (Erlebnis) manusia adalah titik tolak pengetahuan dalam ilmu kemanusiaan yang kemudian melalui ekspresi (Ausdruck) manusia menyatakan pengalaman itu, dan akhirnya dipahami (Verstehen).
Hubungan dan Batasan Antara Keduanya
Dilthey tidak memandang perbedaan ini sebagai dualisme mutlak yang memisahkan keduanya secara absolut, artinya ilmu alam dan ilmu kemanusiaan tetap dapat "bersinggungan" atau saling mempengaruhi. Namun, metodologi dan epistemologi dasarnya berbeda. Dalam Geisteswissenschaften, unsur kausalitas mungkin tetap muncul (misalnya dalam sosiologi, psikologi), tetapi bukan sebagai penjelasan tunggal dan deterministik, melainkan sebagai faktor-faktor yang harus dipahami dalam makna dan konteks.
Dilthey berusaha mendirikan suatu "kritik akal historis" yang melengkapi kritik Kant terhadap akal murni, dengan memperhatikan dimensi historis, nilai, dan pengalaman manusia. Akan tetapi dalam praktiknya, banyak ilmu sosial modern cenderung "meminjam" metode dari ilmu alam (kuantitatif, statistik) dan mengabaikan aspek hermeneutik. Pendekatan hermeneutik ala Dilthey berupaya mengembalikan keseimbangan dan keragaman metode dalam kajian sosial-humaniora.
Relevansi Dualitas bagi Akuntansi
Dalam konteks akuntansi, paradigma positivistik cenderung mengadopsi model Naturwissenschaften, dimana hubungan kausal antara variabel ekonomi, analisis regresi, penjelasan teoritik, generalisasi, objektivitas, dan prediksi. Tetapi praktik, kebijakan, dan interpretasi akuntansi sering melibatkan aspek manusia seperti niat manajerial, kepentingan stakeholder, relasi kuasa, manipulasi, pemilihan asumsi, etika, konteks historis.
Di sinilah pendekatan Geisteswissenschaften, yakni hermeneutika menawarkan cara lain, yaitu dengan memahami proses dan makna di balik tindakan akuntansi. Oleh karena itu, pendekatan hermeneutik ala Dilthey mendorong agar peneliti dan praktisi akuntansi tidak hanya terpaku pada "apa yang bisa diukur dan dijelaskan secara kuantitatif," tetapi juga mempertimbangkan dimensi interpretatif, historis, kontekstual, dan nilai.
Mengapa Akuntansi Perlu Pendekatan Hermeneutika?
Mengapa kita perlu memperkenalkan pendekatan hermeneutik ke dalam akuntansi? Berikut beberapa alasan utamanya:
Adanya Keterbatasan Paradigma Positivistik
Asumsi netralitas angka tidak realistis
Angka-angka dalam laporan keuangan adalah hasil keputusan manusia, pilihan asumsi, estimasi, metode pengukuran, pengakuan, serta pengungkapan yang tidak bebas nilai. Paradigma positivistik cenderung mengabaikan bahwa keputusan manusia tersebut mengandung bias, tujuan manajerial, kepentingan stakeholder, dan konflik kepentingan.