Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Lama Tak Perlu Bersemi Kembali

28 November 2023   19:17 Diperbarui: 28 November 2023   19:26 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Art And Illustration/La Daniela dari Pinterest

Kota Lovtown memamerkan kecantikannya pagi itu. Semua orang menjadi senang dan bergairah. Mereka melakukan aktivitas dengan senyum lebih cerah.

Setelah  membersihkan diri dan benar-benar wangi, kukenakan dress motif bunga-bunga lotus serta mantel warna putih yang sebenarnya jarang kupakai. 

Seperti beberapa pakaianku lainnya, mantel ini adalah pilihan Sunny pula.  Suamiku senang memilih sesuatu untukku, dan aku selalu merasa spesial saat memakainya. 

Aku dan Sunny menikah hampir tujuh tahun yang lalu. Saat itu pesta berlangsung sederhana dan hanya dihadiri keluarga serta sahabat dekat. 

Ada satu hal yang kusukai dari Sunny. Dia paham betul bagaimana memanjakan istri. Seolah kebiasaan mama merasuk ke dalam dirinya. 


Kadang sebelum tidur, aku memandangi wajahnya dengan penuh rasa cinta. Sunny pasti lelah karena bekerja seharian. Meaki begitu dia masih berusaha menyenangkan hatiku dengan perlakuan-perlakuan kecil. Kadangckadang menyisir rambutku sebelum tidur. Beberapa kali dia memasak mie hangat saat aku menginginkannya tengah malam.

"Kita ke toko tanaman, ya Pak," kataku mengingatkan sais kereta. Lelaki tua berbadan gemuk itu mengangguk tanpa berkata apa-apa.

Sebenarnya aku sudah tidak sabar dengan rencanaku. Beberapa bunga yang kutanam mati. Itu karena keteledoranku memperhatikan pergantian musim dan sama sekali tak ingat tentang penyemprot hama.

Angin berembus pelan dari sisi kereta yang kutumpangi. Aku menikmati pemandangan orang-orang bersepeda, juga nenek tua yang berjemur di depan tokonya. 

Mataku menemukan gadis kecil berusia empat atau lima tahun yang berjalan bersama ibunya. Dia memakai dress pendek  dengan rambut coklat yang dikuncir. Tampak imut dan lucu.

Kami tidak saling kenal, tetapi dia membuat kedua mataku menangis. 

Tiba-tiba aku merasakan kembali hal yang baru saja hampir berlalu. Srbuah kesedihan yang membuatku tidak ingin bertemu siapa pun. 

Aku hampir gila. Aku tetus saja menolak apa yang menimpa kami, tapi itu justru membuat kepalaku semakin ditimpa benda berat. 

Tuhan mengambil kembali bayi pertama kami. Bayi Erika baru berusia tiga bulan saat dokter mengatakan dia mengalami enselefalitis. Itu adalah radang otak yang bekerja sebagai infeksi virus atau bakteri. 

Sebagai manusia kami tidak dapat menghentikan takdir buruk ini. Bayi kami meninggal setelah sebulan dirawat tim medis. Tuhan mengambil kembali kebahagiaan yang kami nantikan lebih dari enam tahun.

Ces's la vie. Itulah kehidupan. 

Aku selalu mengingat kata-kata yang diucapkan Sunny untuk menghiburku. Kita tidak bisa memiliki semua yang kita inginkan dengan tangan kita. Manusia harus menerima yang diberikan Sang Pencipta. Kegembiraan, bahkan kesedihan.

"Aku akan membantumu turun, Nyonya." Ternyata kereta sudah sampai. 

Aku menghapus air mataku. Setelah menerima beberapa keping recehan, sais kereta pamit dan berlalu.

Aku menarik napas panjang, lalu melepaskannya perlahan. Jika saja Sunny ada di sisiku saat ini, dia pasti memelukku dengan erat, sambil mengucapkan kata yang sama dengan berulang.

"Relakan dia, relakan dia..."

Aku sendiri tak yakin suamiku sudah merelakan peristiwa ini. Mungkin dia hanya berpura-pura kuat di deoanku, sementara di dalam tidur dia bermimpi bayi kami.

Setidaknya aku pernah menemukan Sunny terbangun dengan keringat di wajahnya. Saat aku bertanya ada apa, dia menyembunyikannya dan mengajakku kembali tidur.

Kami berdua tidak dapat melupakan penderitaan bayi Erika selama dirawat di rumah sakit. Aku bahkan berkali-kali tak sadarkan diri,  sedangkan Sunny tidak tidur sepanjang malam. 

Sayang kami tidak dapat bertukar tempat dengan bayi kami. Kami merasa gagal melindungi bayi mungil yang selama enam tahun kami idamkan. 

"Selamat pagi, Jesika..." sapa seseorang yang sudah berdiri di depanku. Aku mengamatinya, sembari dia tersenyum dan wajahnya memunculkan kenangan lama.

Aku tidak ingat benar, kapan dan dimana kenangan itu. Tapi aku bisa merasakan aroma kebahagiaan layaknya orang jatuh hati.

"Sam?" aku tak percaya dia begitu nyata. Apakah aku benar-benar bertemu mantan tunanganku?

Tidak. Mungkin pikiranku begitu lelah dan semua yang tersimpan dari bawah sadar muncul begitu saja. 

"Apa kabarmu, sampai kau terlihat murung dan berdiri begitu lama di sini?" tanyanya lagi. Itu Sam. Ya, aku mengenal suaranya dengan baik. Juga senyumnya.

Kurasakan pipiku menghangat, dan jantungku berpacu. Aku tidak sedang bermimpi. Sam benar-benar nyata kali ini!

Dulu, aku mencintai Sam melebihi apapun. Dan Sam juga mencintaiku setengah mati.

Suatu hari Sam menemui papa dan mama, lalu tak lama kemudian kami bertunangan. Menurut rencana, kami akan menikah enam bulan kemudian dengan dihadiri kedua orang tua Sam.

Malang bagi Sam. Seseorang menjeratnya dalam skandal obat terlarang. Belakangan aku tahu ada gadis lain yang tidak ingin kami menikah. 

"Aku turut sedih atas meninggalnya bayi kalian."

"Kau mendengar berita itu?"

"Ya. Aku selalu mencari kabar tentangmu. Aku masih menyimpan cintaku yang dulu." 

Aku menghentikan sebuah kereta yang lewat. Aku ingin pulang saja. Tidak ada gunanya membahas masalah yang sudah berlalu, bukan?

***

Kota Kayu, 28 Nopember 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun