Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaafkan Bawahan, Harus pula Memaafkan Tuan Rumah

26 Juli 2022   09:20 Diperbarui: 26 Juli 2022   09:24 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebajikan membutuhkan keikhlasan, sepeeti tanaman membutuhkan hujan|foto ilustrasi: shutterstock

Ternyata Pak Ibrahim bukanlah tipe orang yang bisa memahami kesulitan orang lain, sekalipun dia mempunyai jabatan di proyek tambang batubara tempatnya bekerja. Setidaknya saya menilai dia sebagai orang yang memiliki pendidikan.

Saya memilih kata-kata yang menunjukkan kemarahan karena merasa terganggu dengan desakannya.

"Pak Ibrahim, tolong dengar...
Ternyata Bapak ini bukan lelaki yang bisa bicara sopan kepada istri orang, yaa...
Sudah saya katakan besok pagi suami yang akan mengantarkan barang-barang itu. Suami sedang bekerja, dan pagi hanya tinggal beberapa jam lagi...
Mesin air itu harganya hanya lima ratus ribu, bukan jutaan, kenapa Pak ibrahim sangat takut?
Suami saya bisa mengampuni karyawannya, tapi ternyata Pak Ibrahim bersifat seperti perempuan yang suka membesar-besarkan masalah.
Apa untungnya kalau suami saya lapor tentang pencurian itu? Toh dia juga yang mengganti!"

Telepon saya matikan.

Pelajaran baru

Jika tahun lalu saya kembali belajar dari suami tentang memaafkan orang lain, kejadian dengan Pak Ibrahim ini membuat saya belajar memaafkan untuk level tuan rumah, yang secara ekonomi tentunya jauh berada di atas kami. Dan ini lebih sulit.

Saya katakan sulit karena:

  • Saya bukan tipe perempuan yang bisa menerima kekerasan verbal sekalipun
  • Saya menilai seharusnya orang kaya lebih bisa menerima risiko, baik dalam berbisnis maupun dalam hal pencurian di rumahnya
  • Saya menilai orang yang bekerja dengan baju rapi, sepatu berkilat, dan menyandang gelar akademis, sudah seharusnya memiliki cara pandang lebih luas dan lebih bijaksana
  • Saya pikir suami hanya tamat STM dan seorang pekerja konstruksi (pekerja kasar) tetapi selalu berpikir tentang jangka panjang

Bukan kebajikan bila perbuatan tidak diiringi keikhlasan

Rabu pagi pukul sepuluh, suami menepati janji untuk mengantarkan barang-barang milik Pak Ibrahim. Tidak lupa suami juga mengirimkan foto barang tersebut di lokasi, serta foto nota pembelian mesin air.

Suami katakan kepada saya, "Ikhlaskan apa yang sudah terjadi, yaa."

"Saya tidak mau bicara dengan dia lagi.

Saya tidak mau ditelepon lelaki yang tidak bisa menghargai perempuan seperti saya."

"Sudah kublokir nomor Pak Ibrahim di hp mu. Sudah yaa. Lupakan dan ikhlaskan..."

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun