Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penjual Balon di Seberang Jalan

7 Oktober 2021   06:34 Diperbarui: 7 Oktober 2021   06:41 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penjual Balon di Seberang Jalan| foto: Kuniawan Eka Mulyana /Tagar.id

Tentang masalah ini ia sudah memikirkan masak-masak. Sudah banyak kali Tirto termenung sampai sang istri menegur.

"Mas, mikirin apa, kok bengong begitu?"

Lelaki itu belum menjawab. Ia masih mencari kalimat yang paling mudah dipahami Nina. Kira-kira, apa?

"Kamu ingin kita segera punya momongan, yaa?" tebak istrinya dengan muka sedih.

Nina memang merasa bersalah. Setelah menikah, ia memutuskan menggunakan alat kontrasepsi. Ia belum ingin punya anak, sebab gaji suaminya tak akan cukup.

Memasuki tahun kedua, Tirto menemukan kartu berobat istrinya. Dia tak menyangka, Nina rutin melakukan suntik penahan kehamilan tanpa sepengetahuannya.

Istrinya meminta maaf begitu rupa, sampai menangis bombay segala. Tirto setengah menyesal, kenapa dulu ia mau menikah dengan orang berada. Apakah ia tidak takut nantinya dihina-hina?

Tahun demi tahun berjalan. Meski sudah tak memakai penjarak kehamilan apapun, Nina belum hamil juga. Bahkan sampai di tahun ke delapan pernikahan mereka.

Tirto mengerti. Mengapa mereka belum dipercaya menjaga amanah dari yang Kuasa. Ia sudah mengabaikan bapaknya, yang sejak ia lahir berjuang membesarkannya. Ia juga tak pernah pulang untuk nyekar di makam simbok. Tentulah, is sudah jadi anak durhaka sekarang!

Lelaki itu kini membulatkan tekadnya. Ia akan pulang dan mencuci kaki bapak. Ia akan minta maaf sambil bersimpuh. Hidupnya tak akan bahagia, jika ia seperti ini terus.

Tirto menepis genangan air matanya. Matahari sudah beringsut naik. Jalanan sudah jauh lebih ramai. Pedagang kopi keliling dan tukang ojek di kiri kanannya sudah berkumpul. Ia ingin menemui bapak. Rindu sudah menggunung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun