Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Saat Setangkai Mawar Tertebas Samurai

6 Desember 2019   21:55 Diperbarui: 6 Desember 2019   21:56 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com 

Kepada penyair Mim Yudiarto 

Ingin kubaca ulang novel Musashi ( yang katamu setebal bantal ), tapi aku sudah lupa di kardus mana novel itu kusimpan. Tidak juga di rak buku. Atau, mungkin, sudah habis diserbu rayap yang -  barangkali  -  ingin merasakan menjadi ronin. Rayap-rayap itu tak punya tuan, bukan? 

Ah, aku lupa, kalau aku tak punya rak buku, yang bagiku keberadaan rak itu terlalu mewah untuk rumah kontrakanku yang kecil. Tentu ia akan berkelahi, berebut tempat dengan motor bututku dan barang-barang yang tak perlu

Baru kuingat pula, novel itu tak pernah kumiliki. Aku hanya meminjam-sewa di Taman Bacaan ( yang di awal 80-an di Jakarta masih ada tempat penyewaan buku ). Pun aku harus menimbang, bagaimana memperpanjang langkah di hadapan jalan, yang ujungnya pun masih serupa bayang-bayang. Kau tahu, harga novel itu bisa membuatku duduk berhari-hari di Warteg, sambil angkat kaki

Tapi aku masih terkesan bagaimana Shinmen Takezo, lelaki pecundang, kemudian menjelma menjadi Musashi, lelaki yang samurainya berkelebatan ke antero langit Jepang 

Berdiri dengan dua pedang

Dan selalu ada yang menunggu 

Tapi ada masa ia hanya mengirim pesan, menebas setangkai bunga mawar yang tumbuh di halaman. Ini pesan ngilu, akan menyesal kalau ingin mencoba mengganggu 

Tangkai tertebas rapi tak pecah, yang hanya bisa dilakukan seorang mumpuni sudah lama terasah. Sang penantang pun gemetar surut langkah

Tapi bukan itu, Mim, tugas puisi. Membuat kata-kata menajam pedang, mengirimkan gigil ke persendian dan tulang-tulang. Tugas puisi adalah menumbuhkan kembali seribu mawar yang tertebas tadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun