Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ini tentang Kita dan Hujan

18 Juni 2019   06:00 Diperbarui: 18 Juni 2019   06:10 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau masih ingat saat itu kita berlari membelah hujan. Seragam sekolah kita basah. Kita tertawa, mereka-reka cerita kepada orangtua untuk memberi alasan

Kemudian kita selalu berjalan di bawah pelangi. Saling berbalas puisi. Dan, tentu, mendaratkan tinjuku di hidung Ropingi ( ah, satu sekolah meledak karena aku berkelahi memperebutkanmu) 

Tapi kisah kita tidak seperti puisi-puisi indah yang kukirimkan padamu. Selepas SMA kau menghilang. Tak ada pesan tak ada kabar

Hingga dua bulan lalu, aku bertemu Ropingi. Kami ngakak bareng, teringat kekonyolan masa lalu. Aku ditraktir ngopi ( ah, sukses dia sekarang). Tapi ia mengelak saat aku tanya siapa istrinya 

Dan kini hujan lagi. Memang benar kata orang, dunia terasa begitu sempit. Kita bertemu di sebuah mal dalam cuaca yang sedang sakit 

Kau menunggu taksi 

Aku menunggu hujan berhenti 

Pesonamu masih seperti dulu, walau ada keriput di ujung matamu. Aku? Kau lihat sendiri, tak terlihat lagi warna hitam di rambutku 

Masih ada gemuruh di dadaku 

Hujan berhenti. Kau membuka pintu taksi. Mampir ke rumahku, katamu. "Masih ingat Ropingi? Dia kini menjadi suamiku."

Dan kini seperti berbalik, hidungku seperti ditinju Ropingi. Bahkan lebih dari itu 

Cilegon, 2019 

Catatan. 

Bung Ropingi, sory, namanya dipinjam. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun