Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sihir Acak

24 September 2025   20:24 Diperbarui: 24 September 2025   20:24 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Sihir Acak

Sangria sedang bermain di kotak pasir di taman pada hari dia mengucapkan mantra pertamanya.

"Bu, lihat!" serunya. Jari-jarinya yang gemuk bocah berusia lima tahun lengket dengan butir-butir pasir yang menggumpal. "Aku melakukan sihir!"

Ibu memandangi kastil Sangria: parit, benteng, panji-panji yang berkibar tertiup angin. Dia memekik kegirangan, mengangkat Sangria dan memeluknya erat.

"Oh sayang! Indah sekali!"

Sangria terkikik saat Ibu memutarnya di udara.

"Penyihirku!" Ibu berseru merdu sambil menghujani pipinya dengan ciuman. "Penyihir kecilku!"

Sangria berseri-seri, tertawa dan melambaikan tangannya seperti bidadari yang sedang terbang.

Setelah pagi itu di taman, Sangria membuat keajaiban di mana-mana. Di taman kanak-kanak, dia menghidupkan gambar galaksi dengan krayonnya. Di kelas satu SD, dia mengubah es loli menjadi pohon cemara. Di kelas dua, dia mengubah ruang kelasnya menjadi lautan kecil menggunakan cangkir kertas berisi air keran. Setelah rambut Bu Geraldine basah dan hiu pedang menggigit jari kaki gurunya, dia menyuruh Sangria untuk melatih sihirnya hanya saat istirahat.

Sejak saat itu, hari-hari sekolah Sangria lebih banyak dihabiskan dengan menunggu, duduk gelisah di kursinya. Saat bel tanda istirahat berbunyi, dia mendobrak pintu seperti tanggul di sungai jebol, berlari ke lapangan bermain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun