Ia melepaskannya, dan terus melepaskannya.
Tim tanggap darurat menarikku menjauh darinya dengan keras sehingga mereka hampir kehilanganku di ruang hampa yang menganga di belakang kami.
Seperti itulah rasanya.
Di trampolin di halaman belakang ketika kami masih kecil, perasaan inilah yang harus kami rasakan, bukan bohongan. tapi membayangkan gravitasi hilang, langkah kami terlalu berlebihan lebarnya, tangan kami terentang berayun-ayun ke samping seolah kami tidak bisa mengendalikannya.
Helmku riuh dengan perintah dan permintaan maaf serta jaminan dan pertanyaan dari tim tanggap darurat.
Aku menariknya dari mereka, berputar menuju Bumi untuk terakhir kalinya.
Di suatu tempat di bawah sana, dua anak sedang berbaring di rumput memandang ke seberang jarak yang mustahil ini. Salah satu dari mereka menjelaskan kepada yang lain bagaimana rotasi bumi bulan dan orbitnya mengelilingi bumi membutuhkan waktu yang sama, artinya sisi bulan yang sama selalu menghadap ke bumi.
Salah satu dari dua bersaudara itu sudah mengetahui kata ajaib untuk butiran debu bulan.
Dia mengucapkannya seperti sebuah rahasia, seperti janji, seperti mantra yang bisa membawanya ke sana jika dia mengatakannya dengan benar, dan, tiga delapan puluh empat ribu empat ratus kilometer di atas mereka, aku mengulurkan tangan untuk menahan planet biru kecilnya di antara  ibu jari dan jari telunjukku. Untuk menghentikan dunia mereka yang berputar begitu cepat. Membiarkan kedua anak itu tinggal di sana sebentar lagi.
Kamu bertanya bagaimana abangku meninggal di bulan.
Dia tidak meninggal di sana.