Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Mencoba Masuk Penjara

23 September 2025   06:06 Diperbarui: 22 September 2025   23:47 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Aku sudah melakukan semua hal dalam daftar keinginanku, tetapi itu semua hal yang biasa, membosankan  - dan mahal. Terbang layang, menonton pertandingan sepak bola di Stadion Jalak Harupat, makan di restoran berbintang lima di puncak pencakar langit.

Aku menginginkan sesuatu yang lebih menantang dan gratis. Jadi aku memutuskan untuk mencoba bagaimana rasanya dipenjara.

Bahkan kebanyakan pembunuh pun tidak tertangkap, dan aku tentu saja tidak ingin membunuh atau merampok siapa pun, atau bahkan mencopet. Aku pernah melihat korban kembali ke mobil mereka dalam keadaan shock, bahkan menangis.

Jadi, ketika aku yakin penjaga sedang mengawasi, aku berdiri di tepi kolam renang kota dan mulai buang air kecil ke air. Tapi dia hanya memasukkan jarinya ke mulut seolah-olah tersedak dan bersiul.

"Jangan pipis sembarangan, orang tua bangka!"

Aku malu sekali dan menyelinap pergi. Aku bahkan tidak ditangkap, apalagi dipenjara.

Lalu aku mencoba mengutil. Untuk memastikan aku akan ditangkap, aku melambaikan tangan ke arah kamera toko elektronik sambil menyelipkan ponsel pintar mahal di balik jaket. Sekuriti mereka yang handal "menangkap"-ku dan berkata, "Untung saja ini Jakarta. Kami tidak menuntut untuk barang di bawah dua puluh lima juta."

Selanjutnya, aku mencoba mengemudi secara ugal-ugalan. Larut malam, jalan tol akhirnya cukup sepi.

Ketika suara cewek di aplikasi peta berkata, "Kamera ETLE di depan," aku memacu hingga kecepatan mencapai  147 kilometer per jam dan keluar-masuk jalur.

Yang aku dapatkan hanyalah surat tilang. Denda lima ratus ribu--- tidak perlu hadir di pengadilan.

Kali berikutnya, aku yakin akan dipenjara. Aku berdiri dengan pistol yang aku beli secara ilegal di depan kamera pemantau kecepatan. Ketika seorang polisi mendekat, aku menembak kamera itu. Kamera itu hancur berkeping-keping.

Aku ditangkap.

Aku berkata, "Bapak Hakim Yang Mulia, saya bersalah. Hukum saya."

Hakim berkata, "Mengingat usia Anda dan tidak adanya catatan kriminal, saya menjatuhkan hukuman kerja sosial kepada Anda."

Aku menulis ini dari luar toilet umum di Terminal Pulo Gebang, tempat aku bertugas membersihkan 100 toilet dalam dua bulan. Sikat toilet dan karbol ada di dalam ember.

Ini bukan yang aku bayangkan untuk menjadi puncak daftar keinginanku.

Jawa Barat, 23 September 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun