Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nenek Rita

24 Agustus 2025   12:12 Diperbarui: 24 Agustus 2025   10:12 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pikwizard.com

Tanaman bunga bougenville milik Nenek Rita yang bersinar dalam gelap lucu dan tidak berbahaya. Namun, keluarga memilihku untuk berbicara dengannya setelah dia mengkloning kucingnya yang mati, Colwell, sebanyak tiga kali. Nenek membesarkanku setelah orang tuaku tewas dalam kecelakaan mobil, dan aku selalu menjadi cucu kesayangannya.

Kecuali kertas timah yang menutupi jendela ruang bawah tanah, rumah sederhana berdinding papan putih miliknya benar-benar hilang dari kenangan masa kecilku yang berkabut. Aku setengah berharap Nenek akan menyambutku di beranda dengan sepiring kue cokelat kering di satu tangan dan segelas sirop di tangan lainnya. Tentu saja, Nenek tidak pernah membuat kue seumur hidupnya. Dia lebih memilih tabung reaksi dan mesin sentrifugal laboratorium daripada penggiling adonan dan pengayak tepung.

Aku mengulurkan tangan ke seberang meja dapur formika dan menggenggam tangannya cakar burungnya. "Para tetangga akan menyadarinya. Apakah Nenek ingin menghabiskan umur Nenek di penjara?"

Dia menuangkan wiski lagi ke dalam kopinya dan menyesapnya. "Mariam sayang. Jangan biarkan sepupumu memaksamu. Aku tahu mereka memaksamu untuk datang ke sini." Nenek tertawa kecil dengan caranya yang sungguh menawan. "Takut aku akan mengubahnya kembali menjadi kodok."

Aku menahan keinginan untuk memutar bola mataku.

Tiga kucing hitam dan putih yang identik bergelung di sekitar pergelangan kakiku dan menggosokkan hidungnya ke sepatuku. Aku mendorong mereka agar menjauh.

"Tiga persis sama?"

"Colwell sungguh menggemaskan. Lebih banyak kucing yang seperti dia akan lebih baik."

Nenek tersenyum. Kucing-kucing itu melompat. Satu mendarat di bahunya, yang dua lainnya duduk di  pangkuannya.

Aku menghembus napas yang sangat panjang berkali-kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun