Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesta-Pesta yang Tidak Kita Tangisi

19 Agustus 2025   06:06 Diperbarui: 18 Agustus 2025   22:39 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia menatapku sejenak dengan intensitas yang membuatku takut, tapi kemudian dia mengangguk dan menyisir rambutku dengan jarinya. "Tidak apa-apa," katanya. "Aku mengerti."

Apakah dia sungguh-sungguh? Syauki sungguh-sungguh. Syauki tahu. Lihat apa yang didapatnya.

"Kita harus kembali," kataku, jadi kita kembali bersama orang banyak.

Ada lebih banyak orang berkumpul di rumah duka sekarang, dan matahari telah terbit. Cerah dan hangat. Menurutku, Syauki akan menyukainya. Dia benci ruangan gelap. Bukan berarti itu penting lagi.

Kami berkumpul dengan teman-teman Herman, yang bercerita tentang pemakaman yang mereka hadiri ketika mereka masih kecil, dan bagaimana semua orang menangis sekeras-kerasnya, dan Herman meremas tanganku sepanjang waktu sampai berkeringat dan kotor, tapi dia tidak merasa jijik.

Aku melihat ke peti mati Syauki.

Gadis dari pesta menangis itu ada di sana, berdiri di dekat peti mati, berpakaian hitam, seperti berperan sebagai seorang janda. Dia masih tampak tidak terkesan. Dia pura-pura terisak sambil mencondongkan wajahnyanya ke tubuh Syauki. Aku bertanya-tanya, meskipun dia benar-benar bisa menangis, apakah dia akan tetap berpura-pura? Dia memberikan ciuman ke bibir Syauki dan tersenyum saat berjalan pergi.

Debu beterbangan di udara. Itu membuat segalanya terasa tua, uzur, mubazir. Seolah-olah momen ini sudah berlalu.

Aku merasa kesulitan bernapas. Bertanya-tanya apakah ini juga merupakan yang pada akhirnya sesuatu yang akan kita kembangkan? Pada akhirnya, apakah suatu saat akan tiba ketika kita akan memikirkan hari ini dan semua air mata yang kering ini dan berkata, ingat, ingat ketika kita tidak bisa menangis?

Syauki baru saja meninggal dan kami tidak bisa menangis. Betapa kanak-kanaknya kita saat itu.

Cikarang, 6 Januari 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun