Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 124: Mimpi

17 Desember 2023   09:32 Diperbarui: 13 Januari 2024   10:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Kamu ada dalam mimpiku tadi malam. Tiga mimpi.

Dalam mimpi pertama, kita masih muda. Takut akan dunia tidak menjadi fokus kita. Rambut hitam tergerai di bahumu. Mata hijaumu berkilau karena mimpi dan kegembiraan. Saat kamu tertawa, suara itu mengejar dan mengikatku padamu selamanya.

Kita sendirian, maksudku, kita berdua.

Kita duduk di sofa ruang tamumu sambil membicarakan banyak hal. Makin rebah lebih dekat ke bantal, lengan kita bersentuhan dan kamu menyandarkan kepalamu di bahuku. Aku merasakan lembutnya rambutmu di leherku. Aku tidak ingat apa yang kita bicarakan, tapi takkan pernah melupakan sentuhan pertama itu.

Kemudian kita ke luar ke pekarangan. Saat itu malam paling dalam dan bintang-bintang bersinar terang. Kamu meraih tanganku dan membimbing jalan. Aku mengikuti satu langkah di belakang, mengetahui bahwa aku akan selalu mengikutimu.

Kita berbaring di rumput berdampingan, melihat ke langit. Kita menunjuk konstelasi bintang yang bisa kami kenali. Kamu bilang aku tahu lebih banyak tentang mereka daripada kamu, memintaku untuk menyebutkan nama mereka.

Aku bilang, nama-nama itu tidak penting. Rasi bintang telah banyak dinamai pada waktu dan tempat yang berbeda. Kamu mengatakan bahwa kamu akan menamainya sendiri. Kamu memberi mereka nama, dan menoleh setiap kali untuk melihat apakah aku menyetujuinya. Sudah kubilang nama yang kamu pilih itu indah. Kita berciuman saat itu.

***

Dalam mimpi kedua, kita sudah tinggal serumah dan baru saja pulang dari pesta. Keringat berkilau di alis kita karena berdansa. Lampu ruang tamu tampak begitu terang. Terlalu terang.

Kamu melepaskan salah satu bohlam yang menyilaukan mata. Kita memainkan musik dengan keras, tidak peduli andaikan tetangga mengeluh, dan kita berdansa mengelilingi perabotan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun