Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Zombie! Zombie! 4 - 3

9 Mei 2023   22:20 Diperbarui: 9 Mei 2023   22:25 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

"Kami selamat dari kecelakaan helikopter," kataku.

"Oh, sangat mengerikan," kata Chinta. "Aku minta maaf. Aku senang kau bisa keluar sebelum helikopter kalian meledak."

"Itu kalian?" kata Zahra sambil berjalan cepat. "Kami melihat api dan asap di dasar bukit setelah kami mendakinya, dan kemudian helikopter---milikmu, kurasa---terbakar. Kami berharap tidak ada yang terluka."

"Kecelakaan itu tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang akan kita hadapi," kata Surya.

Kami terus berjalan selama beberapa menit, mengikuti jalan yang kuharap akan menuju ke suatu tempat. Akhirnya, kami berbelok di buah tikungan dan berhenti untuk mengintip ke sebuah rumah kaca dua lantai yang besar bergaya kontemporer. Sepertinya menangkap sinar matahari dari setiap sudut. Rumah siapa, kira-kira?

"Kita bisa bersembunyi di sana, kan?" Chinta dengan cemas menuju ke arah itu.

Nick melesat mengejarnya. "Tunggu. Aku perlu tahu persis berapa banyak dari apa yang kalian ceritakan. 'Banyak' tidak berarti apa pun. Bisakah kalian menyebutkan angka yang lebih spesifik? Lima? Lima puluh? Kalau itu kawanan zombie  dan mereka bersembunyi di rumah itu, sama saja ini adalah misi bunuh diri. Kita terjebak tanpa jalan keluar."

"Ada sekitar empat atau lima dari mereka," seru Zahra kepadanya.

"Baik. Bukan masalah sama sekali. Aku yakin pasti bisa menangani empat atau lima, "kata Surya, terdengar yakin pada dirinya sendiri.

"Untung kami bertemu denganmu kalau begitu." Chinta tersenyum malu-malu, matanya berbinar-binar menatap Surya. Jelas, seandainya situasinya berbeda, dia tidak akan ragu untuk menyatakan cinta pada abangku, tetapi hari-hari romansa asrama remaja sudah berakhir. Di antah berantah, dikelilingi oleh mayat hidup yang lapar berat, hanya ada sedikit waktu untuk bertukar nomor telepon. Yang lebih penting dari pada jatuh cinta adalah saling berbagi cara bagaimana menghindari gigitan zombie.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun