Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pakaian untuk Bayi

23 Maret 2023   05:11 Diperbarui: 23 Maret 2023   05:16 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.undispatch.com/trump-admin-just-made-life-harder-moms-moms-literally-no-good-reason/

Aku melihat mereka saat berjalan menuju tenda yang aku tempati bersama emak dan adikku. Dua lelaki berpakaian sedemikian rupa sehingga kamu bisa tahu bahwa mereka bukan dari sini: celana jeans biru, kemeja hitam pas badan, sepatu bot hitam, dan apa yang tampak seperti rompi antipeluru.

Mereka pasti bukan dari sini. Sepatu bot mereka sendiri menjadi petunjuk bahwa mereka bukan dari sini. Hanya Wak Amat yang memakai sepatu di sini. Meskipun dia hampir tidak pernah melepasnya, itu sama seperti mengenakan payung dengan lubang-lubang besar. Di malam hari ketika dia berbaring di atas tikarnya di tempat terbuka, anak-anak kecil akan memasukkan kerikil melalui lubang sepatunya. Dia membolehkan mereka melakukannya. Itu adalah permainan yang dia nikmati, sama seperti mereka.

Saat aku berjalan ke arah laki-laki yang berdiri bersama Emak, mereka menoleh ke arahku. Aku tidak yakin apakah itu karena kebisingan yang kubuat dengan menyeret kakiku, terbebani oleh berat kehamilanku atau apakah Emak telah menunjukkanku.

"Ah, kamu adalah Icah. Senang bertemu denganmu," kata yang berkacamata.

Aku tidak dapat mengingat namanya. Dia selalu penuh tawa. Dia sangat baik. Yang berkacamata.

Mereka datang untuk berbicara tentang bayiku. Dia bahkan bertanya apakah aku punya nama untuknya. Tidak ada yang menanyakan itu padaku. Maksudku, mengapa mereka bertanya ketika masih saja menghakimiku?

Dia selalu tersenyum. Bukan senyum dibuat-buat yang dimiliki para relawan LSM ketika mereka datang pada hari Minggu untuk memberi jatah susu untuk ibu dan anak.

Tidak, tidak. Dia memiliki senyum pengertian. Seolah-olah dia pernah hamil sebelumnya. Seolah-olah dia dipaksa telentang di lantai oleh tiga aparat, kakinya terbuka lebar. Seolah-olah dia pernah hamil sebelumnya dan tidak diketahui siapa di antara ketiga laki-laki itu yang merupakan bapak bayinya.

Aku melihat kemarahan di matanya ketika aku memuntahkan kemarahan dan kasih sayang ketika aku mengharapkan kasih sayang.

"Lihat aku, jangan lihat ke kamera," lanjutnya berkata seolah ada sesuatu keajaiban di matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun