Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Nggak Gampang "Hidup" sebagai Zombie (Enam)

15 Maret 2023   15:13 Diperbarui: 15 Maret 2023   15:13 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Gilar masih muda, menurut hitungan Kei, baru berusia pertengahan enam puluhan atau sekitar itu. Dia suka memanggilnya 'Nak', seperti yang dia lakukan sekarang.

"Bukannya hantu, Nak", katanya.

Kei bermaksud untuk mengatakan setengah kebenaran dan melihat apakah itu berhasil. "Ini tentang keponakanku, Gogon. Muncul pagi-pagi sekali. Dari tampangnya, dia habis berkelahi."

"Anak abangmu Tobon?" tanya Gilar  yang tahu betul keluarga Kei. Mereka tidak memiliki rahasia satu sama lain setelah sekian lama, dan mengenal keluarga satu sama lain dengan baik atau lebih baik daripada keluarga mereka sendiri.

"Bocah itu selalu menyukai sesuatu," Gilar melanjutkan, bangkit dari kursinya dan meletakkan koran pagi di tempat dia duduk. Dia mondar-mandir sedikit di pintu depan, mengintip ke luar untuk melihat apakah ada pelanggan yang mungkin muncul. Dia tahu tidak akan ada, setidaknya tidak selama setengah jam. Dan kemudian hanya Dadang, yang akan datang untuk bercukur khusus sembilan ribu rupiah, seperti yang dia lakukan setiap hari Selasa, apakah rambutnya perlu dipangkas atau tidak.

"Dia anak yang baik." balas Kei, mengambil sapu dan menyapu debu yang tak ada di lantai secara acak. Tempat itu bersih.

Mereka berbicara perlahan, bergantian melakukan rutinitas mereka yang tidak jelas dan tidak perlu. Itu adalah hidup, nyaris. Jika bukan karena jaminan sosial dan cicilan rumah sederhana itu sejak lama, Kei bahkan tidak mau memikirkan itu. Namun, sekarang setelah dia melakukannya, dia jadi bertanya-tanya berapa lama Gogon akan tinggal, dan berapa biayanya.

"Setidaknya anak itu tidak makan atau minum," katanya pada dirinya sendiri. "Jadi biayanya akan murah. Yang benar-benar dia butuhkan, sejauh yang kutahu, adalah beberapa pakaian. Tidak bisa terus memakai pakaian berlumuran darah itu. Celana, sepatu, jaket, kemeja. Pakaian dalam, kaus kaki. Semua harus dibeli," dan dia menghitung di kepalanya berapa biaya semua itu dan kapan dia akan menyiasatinya.

Sayang sekali Gogon lebih tinggi lima belas sentimeter  dan mungkin dua puluh lima kilogram lebih berat darinya, jadi Gogon tidak bisa memakai barang-barangnya.

"Jadi, apakah anak itu berkeliaran sampai ke sini?" tanya Gilar. "Dia di tempatmu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun