Mulut Malin menganga takjub bagai kembang mekar di musim semi. Peristiwa berbelok ke kiri tak terduga lainnya. Semua kepeng yang dia buang untuk air bau dan kotor, padahal dia bisa menikmati makanan segar tanpa biaya.
Kerambil.
Dia menendang pasir dan debu. Tuak, arak, dan minuman apa saja yang dibuatnya akan jauh lebih enak, menarik kasta pengunjung yang lebih baik dengan lebih banyak kepeng untuk dibelanjakan.
Mungkin.
Ini masih di Langkaseh, masih di pinggiran Batas-Tak-Bertuan yang tidak banyak berani menjelajahinya.
Kerambil.
Dia harus keluar dari pulau gersang sialan ini.
Pernafasan Air meraung girang. Bunyinya melengking sehingga Malin harus menutup lubang telinganya. Dia melompat-lompat, lebih bersemangat daripada pelacur Tavabia yang berpura-pura mencapai puncak. Wajahnya menjadi basah, kedekatan air membuat pori-pori kulitnya membesar. Dia berlari ke arah mata air dan mencelupkan jari-jarinya lalu lengannya, memercik, dan menangis haru.
Musashito menjambak rambutnya, menariknya ke belakang. "Kita hanya beristirahat, bukan untuk tinggal."