Dia menata rambutnya dengan cara yang sama seperti yang dia lakukan tujuh belas tahun lalu. Tidak banyak yang berubah. Lebih cokelat dari sebelumnya tapi Ferry merasa dia melakukan itu untuk menutupi uban yang pasti mulai merayap muncul. Matanya terlihat lebih kecil, bibirnya lebih tipis.
Saat Ferry berdiri dengan tangan di daun pintu kafe, siap untuk masuk, dia ragu-ragu. Seberapa banyak gadis yang pernah dia kenal ada pada wanita di dalam situ?
Apakah dia masih mandi dengan busa sabun melimpah larut malam dengan segelas anggur di tangan? Apakah dia masih berdebat mempertahankan pendapatnya dengan penuh semangat dan keyakinan yang begitu besar? Apakah dia masih mendengarkan dengan saksama sehingga kamu percaya bahwa kamu adalah satu-satunya orang lain selain dia di dunia ini?
Ferry melihat pantulan dirinya di jendela kafe. Perut yang mulai gendut, rambut menipis, alis tebal tenggelam dalam dahi berkerut karena beban pikiran.
Dia memeriksa arlojinya. Dina pasti sedang berada di tengah-tengah rutinitas mandi dan tempat tidur, merasa aman karena mengetahui bahwa dia sedang keluar dengan klien untuk menyelesaikan kesepakatan.
Dia sudah mengatur ceritanya minggu lalu saat jantungnya berdebar setengah senang, setengah jijik.
Selangkah lebih jauh akan membawanya melewati garis batas yang belum dilintasi.
Wanita itu mendongak dari meja dan melihatnya. Dia tersenyum malu-malu dan tahun-tahun berlalu begitu saja. Mengempiskan perutnya, menegakkan bahunya ke belakang, dan dia membuka pintu....
Bandung, 1 Februari 2023
Â