Aku menyeret tas kabin di sepanjang selasar, menunggu giliranku.
Antrean yang mengular beringsut maju. Pramugari tersenyum letih saat penumpang menuruni tangga. Saat meninggalkan pesawat, aku menghirup udara Cengkareng yang segar dan lembap. Bagus untuk meregangkan kaki yang lelah setelah penerbangan panjang.
Melewati keamanan dan pengambilan bagasi, alarm sabuk konveyor beraksi.
Lalu aku memperhatikannya. Dia berada di sisi lain ban berjalan, menunggu tasnya dengan sabar.
Mengenakan atasan lengan panjang dengan lingkaran biru tua dan celana baggy yang digulung, memperlihatkan sepatu hitam yang biasa dipakai para remaja. Tas tangannya berat, menggantung di lengan bawahnya. Rambutnya bergelombang, diikat seperti nanas madu.
Koper bagasiku tiba saat dia mengambil miliknya. Aku mengikutinya melewati imigrasi dan bea cukai, menembus cahaya terang benderang yang menyambut di aula Kedatangan.
Seseorang telah menunggunya. Dari cara dia berlari ke arahnya, kurasa dia adalah kekasihnya.
Lelaki itu mengenakan jins biru luntur. Rambutnya  cokelat yang seperti bulu tikus, disisir rapi ke satu sisi. Lelaki pesolek.
Dia memeluk pria itu dengan mesra. Dia memegang lengannya saat si pria mendekat ke wajahnya.
Gadis itu melirik ke arahku, melihatku menatap saat aku berhenti sejenak. Aku merasa cemburu sekilas melihat kedekatan mereka dan memalingkan muka.
Bibirnya merah menyala, lekat pada aura kewanitaannya bagai cakar elang mencengkeram mangsa. Dia mencium di wajah pria itu yang tampak keras kepala, mengelak dan menyeka lipstik dari pipi.
Si gadis tertawa kecil yang ditanggapi dengan senyum lebar.
Dia menciumnya lagi, tapi kali ini dia melirik ke arahku saat dia menempelkan bibirnya di pipi di pria. Menahan ciuman itu dengan masih melirik ke arahku, seolah menyombongkan tentang hadiah yang didapatnya. Lalu kembali meletakkan tangannya di lengan bawah si pria.
Apakah dia memang menatapku?
Dia memakai jaket kulit dengan hati merah dan tulisan 'Love is for Suckers'Â yang ditulis dengan huruf kursif warna perak di punggungnya. Seperti muncul dari tahun 80-an dengan penampilan tomboi.
Mereka berjalan bergandengan tangan menuju kehidupan yang menanti.
Menyedihkan.
Aku kembali ke kerumunan tanpa nama untuk tidak pernah melihatnya lagi.
Bandung, 5 Januari 2023