Tapi sepertinya aku belum menghilangkan kecurigaannya. "Kau tadi bilang kau kenal Wang Chu Ming, kan?"
'Tentu saja saya kenal dia," kataku dengan sedikit tidak sabar. "Saya tahu semua dealer dan kurator. Apa Anda ingin saya datang lagi nanti dengan membawa surat pengantar?'
"Jangan gitu," bujuk Bulbul.
"Nah, kalau begitu," nada suaraku berubah rendah, "saya sarankan Anda mengizinkan saya melihat beberapa lukisan. Siapa tahu? Sebaiknya jangan membuang-buang waktu saya dan juga waktu Anda."
Bulbul melotot dan kemudian berbalik. "Akan aku ambilkan," katanya singkat.
Dia berjalan menyusuri koridor dan aku melihat ke sekeliling geladak. Aku bergerak hati-hati menuju kabin kapal pukat.
Mendadak aku berhenti dan melihat ke atas. Pelampung keselamatan yang usang menarik perhatianku. Tertulis di pelampung itu dalam cat hitam: Kartika.
Pada saat itu semua potongan puzzle jatuh ke tempatnya dalam otakku. Aku ingat pelaut Kuba yang sekarat yang menggumamkan 'Kartika' berulang-ulang; Aku ingat terkejut saat menemukan bahwa gadis kecil di rumah Tuan Syarif  yang dipanggil 'Kartika'. Din kini kapal pukat 'Kartika'. Yang artinya 'Bintang'.
Jelas sudah, aku berada di wilayah musuh yang rawan dan berbahaya.
BERSAMBUNG