Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penyihir Kota Kembang: I. Lahir dari Penderitaan (Part 1)

28 September 2022   15:00 Diperbarui: 28 September 2022   15:00 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Dahulu kala zaman baheula pisan, penyihir datang ke Tatar Pasundan Purwa. Ada yang bilang mereka datang untuk keajaiban di tanah kami, karena seperti yang dikatakan oleh Martinus Antonius Wesselinus Brouwer: "Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum".

Tetapi, sebenarnya para penyihir datang hanya untuk menikmati lotek, odading dan karedok leunca untuk kemudian menetap di sini sejak cicipan pertama. Penyihir dikenal haus darah, kejam, dan jahat, tetapi para Penyihir Kota Kembang, sebuah komunitas kecil yang berkumpul di Toko Serba Ada Nyi Citraloka, berbeda.

Ini adalah kisah mereka.

***

"Aku ada di dalam api itu, nyala api yang membakar dunia. Hanya kegelapan dan kehampaan, tidak ada yang lain kecuali aku."

- Buku Harian Citraloka, 1810.

Jalan Braga 3210, atau 666, kadang-kadang 6 6/6---tergantung kemampuan psikis pengamat---adalah bangunan dua lantai yang tampak biasa. Kuno, tapi biasa.

Di lantai atas tempat tinggal yang menjadi museum debu, jamur, dan sarang laba-laba dari seluruh tanah Pasundan. Di bawahnya toko dengan tulisan Toko Serba Ada Nyi Citraloka dengan warna kuning neon. Kadang merah neon. Kadang hijau neon. Selalu neon meski tanpa lampu. Membuat yang membacanya bertanya-tanya: Naon?

Saat masuk, bagi pengamat awam mungkin terlihat dan terasa seperti toko biasa dengan produk berlabel jelas berjajar di lorong dengan rapi. Ada seorang gadis muda di konter dengan rambut ala Bob Marley biru oranye dibalut seragam merah.

Dia mungkin tersenyum dan melambai saat pengamat awam tersenyum dan balas melambai. Kemudian pengamat awam mungkin berjalan mengelilingi toko, memutuskan untuk membeli daun teh kering dan melanjutkan ke tujuan berikutnya, bertanya tentang warna rambut yang membuat mata sakit.

Tapi tentu saja, pengarang bukan pengamat biasa.

Jika kamu orangnya teliti, ada satu hal yang jelas-jelas salah tentang Toko Serba Ada Nyi Citraloka.

Ada terlalu banyak pintu.

Tak percaya? Silakan hitung sendiri.

1, 2, 3

12, 13,

17 ... 66?

Bagaimana kamu bisa salah menghitung?

Gerakkan jari kamu dan coba menghitung lagi. Hasilnya pasti berbeda.

Tapi jangan khawatir, ada keajaiban luar biasa yang bekerja di sini. Keajaiban yang merasuk ke dalam alam sadar kamu, mengacaukannya sehingga kamu tidak akan pernah memahami dimensi sebenarnya dari toko slash rumah sepi di jalan Braga 3210 atau 666 atau 6 6/6 ini.

Kumpulkan tim yang terdiri dari seribu satu orang untuk menghitung berapa jumlah pintu toko, dan tetap saja, kamu akan mendapatkan jawaban yang berbeda-beda yang secara statistik gagal dipahami.

Lagi pula, jika penghuninya tidak ingin kamu menemukannya, kamu tidak akan pernah menemukannya.

Toko itu jauh lebih besar dari yang bisa kamu bayangkan. Dan di sisi lain pintu yang berada di belakang gadis yang tersenyum cerah dengan rambut gimbal warna-warni, di gua yang remang-remang, sebuah pertemuan sedang berlangsung.

Pertemuan anggota Komunitas Penyihir Kota Kembang, disingkat KOHIRKOBANG.

Berbalut busana merah sangria---dresscode pertemuan tahun ini---dengan tagar nama putih pearl river yang berputar-putar di kulit mereka, tertulis dalam bahasa kuno yang hilang dari umat manusia tiga milenia silam.

Mereka semua mengenakan bandana merah imperial yang diikat menutupi rambut di kepala mereka---semua kecuali pemimpinnya. Kepalanya telanjang. Menurutnya bandana itu konyol, out-of-date seratus tujuh puluh tiga tahun enam bulan dua belas hari silam dalam salah satu skandal dunia mode terheboh dalam sejarah dan prasejarah.

Dua belas orang berjejer di meja panjang. Lilin merah menjadi satu-satunya sumber cahaya di dalam gua. Seekor kucing hitam vantablack seperti lubang hitam di pusat galaksi dengan mata cokelat kayu---mata yang terlalu cerdas bahkan untuk seorang manusia---terlalu peka untuk kucing biasa. Dia duduk di atas meja di depan pemimpin dengan ekspresi geli di wajahnya saat punggungnya diusap lembut.

Dengan tampang bete, mereka semua mendengarkan seorang pria berbicara. Sebenarnya, klien tidak perlu berlutut. Tetapi mereka telah melihat tampangnya yang seperti tikus curut dan memutuskan bahwa mereka akan membiarkannya berlutut.

"Bicaralah!" kata Citraloka, sang pemimpin. Citraloka adalah seorang wanita tinggi langsing dan anggun. Kadang tingginya bisa mencapai tusuk di puncak Gedung Sate. Bubuy Hideung si Kucing bergegas pergi ke sudut gua tempat bayangan bersembunyi.

Citraloka telah hidup jauh lebih lama dari siapa pun di gua, atau siapa pun yang masih hidup di sunia. Suaranya dan matanya tak mungkin berbohong. Dia telah menyaksikan kerajaan bangkit dan runtuh. Dia telah melihat pria lahir dan mati. Beberapa dari mereka karena dibuatnya bunuh diri. Mendengar pria itu berbicara, dia dengan serius mempertimbangkan untuk menambahkannya ke dalam daftar panjangnya.

"O, baiklah. Terima kasih sebanyak-banyak dari beta," kata pria itu. Lengan terentang lebar bagai aktor drama yang akan menampilkan solilokui.

Para penyihir mengerang.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun