Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 11)

16 September 2022   13:15 Diperbarui: 16 September 2022   13:13 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Berhasil mencapai wastafel, Awang melanjutkan muntah selama beberapa menit sebelum Kuntum pulih dari rasa jijiknya dan menghampiri suaminya. Kemarahannya berganti dengan kekhawatiran. "Apakah kamu akan baik-baik saja, Wang? Kamu benar-benar membuatku takut! Aku tahu kamu minum, tapi ini sudah keterlaluan!"

"Tinggalkan aku sendiri, Kuntum," sembur Awang yang masih merasa mual pulih dari mabuknya yang menyedihkan. "Aku tidak mau untuk membicarakannya malam ini."

"Baiklah, jika itu yang kamu inginkan. Aku akan tidur. Kuharap kamu tidak keberatan aku tidur duluan. Aku ngantuk, Wang."

Melanjutkan memuntahkan sisa-sisa tuak dari perutnya hingga kosong, Awang berbisik, "Tidurlah, Kuntum. Biarkan aku sendiri."

Kuntum meninggalkannya dengan amarah yang meluap-luap bertanya-tanya apa yang salah dengannya. Bahkan dengan mempertimbangkan kecelakaan dan hantaman di kepalanya saat gempa sehari sebelumnya, Kuntum memperhatikan perilaku agak aneh siang tadi. Namun mengapa dia bertingkah seperti ini sekarang, kehilangan akal sehatnya, dan masih bertanggung jawab atas pasiennya?

Mereka punya banyak utang dan Awang tidak boleh kehilangan izin praktiknya. Mungkin dia telah mengalami hari yang sangat berat di klinik. Ya, pasti itu penyebabnya. Hanya itu yang masuk akal.

Tidak ada yang bisa dilakukannya malam ini. Hanya menunggu besok pagi. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk suaminya karena lelaki itu sangat mabuk. Kuntum merasa lelah setelah semalaman begadang, dan rasa lelah itu hanya menumpulkan kemampuannya untuk berpikir jernih. Besok akan menjadi hari yang baru, dan masalah mereka tidak akan ke mana-mana malam ini, kecuali mungkin ke peturasan.

Setelah isi perutnya terkuras habis tak bersisa berjam-jam kemudian, Awang akhirnya merangkak ke sofa di ruang tamu. Kuntum telah tertidur berjam-jam, tetapi usahanya untuk naik ke ranjang mereka dengan susah payah bagai mendaki bukit Tesso Nilo yang suram gagal saat perutnya kembali berkecamuk. Ketika akhirnya dia berpikir dia bisa memejamkan mata, ranjang bagai berputar membawanya tegak sebelum dia bisa tertidur. Kembali ke kamar mandi, dia terengah-engah beberapa kali lagi sebelum akhirnya ambruk ke lantai.

Perutnya tenang sebentar. Dia pingsan dan dunia menjadi gelap bersama hilangnya rasa sakit yang mendera.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun