Oh, tentu kamu bisa mematikan mesin  dan keluar dari mobil, lalu berdiri di sana selama satu atau dua menit, merasa seperti pemberontak, tepat di depan rambu jika kamu mau, asal kamu tetap waspada.
Tapi cobalah untuk menjauh selama beberapa menit, dan melakukan sesuatu. Misalnya menginjak gundukan pasir dengan sepatu, atau memetik bunga yang cantik dari perdu liar, dan kemudian kamu kembali ke mobilmu, maka kamu akan menemukan surat tilang besar yang terselip di bawah penghapus kaca depan.
Atau lebih buruk lagi, mobilmu benar-benar hilang, diderek ke halaman kantor polisi di sisi terjauh kota yang tidak akan pernah kamu temukan. Kamu akan berdiri di sana di sisi jalan dengan ibu jari mencuat berharap sedikit belas kasihan dari orang yang lewat, dengan tanda 'DILARANG PARKIR DI SINI' usang yang besar itu mengintai di atas bahumu, doyong ke kepalamu.
Tidak. Kamu tidak akan lolos begitu saja, dan untuk alasan yang bagus.
Rambu itu bukan dipasang karena sekadar iseng belaka. Mereka yang memutuskannya telah memikirkan masalah ini dengan sangat serius sebelum membuat komitmen semacam itu. Rambu itu menjadi topik pembicaraan di beberapa rapat komite dan didukung oleh sepuluh tanda tangan berbeda dari berbagai kepala dinas sebagai bukti rambu itu berhak berdiri di sana.
Ini adalah rambu yang sepenuhnya, dan tidak dapat disangkal, dengan otoritas penuh untuk menyatakan dilarang parkir dengan bersungguh-sungguh.
Jangan tanya kenapa. Itu tidak penting. itu bukan urusan kamu. Ada alasan, alasan bagus, tetapi kamu tidak perlu tahu.
Kamu tidak akan mengerti. Kamu hanya akan mengeluh tentang ketidakadilan bla bla bla.
Jadi teruslah maju, teruslah mengemudi. Dengan gigi persneling rendah jika kamu mau, tapi teruslah maju.
Dilarang parkir di sini. Serius!
Tidak boleh parkir di sini, sampai kiamat.
Bandung, 7 Januari 2022
Sumber ilustrasi