Kami berbaring bersisian di rerumputan, nyaris bersentuhan. Jarak antara kami sedekat dua inti atom.
"Apakah kamu pernah berpikir kita akan pergi ke luar angkasa?" tanya Kathryn sambil mengamati langit. "Kita? Maksudmu kamu dan aku, atau sebagai spesies tertuju ke semua manusia yang pergi ke luar angkasa dalam hidup kita?"
"Aku tidak tahu."
Aku menatapnya, rasi bintang berkilau di matanya. "Bagaimana menurutmu?"
"Aku berharap nggak pernah," katanya. "Aku berharap kita bisa menemukan cara untuk menyelamatkan planet kita ini."
"Ya."
"Aku berharap aku bisa berbuat lebih banyak," katanya. "Tapi yang kulakukan hanya membuat status facebook tentang menyelamatkan hutan dan tweet anti pemerintah yang ugal-ugalan, kamu tahu? Aku berharap bisa memulai sebuah revolusi."
Aku mencintaimu, kata otakku, tapi kata-kata itu tersangkut di suatu tempat di dadaku, menusuk tulang rusukku, menyumbat katup jantungku. Suatu hari nanti cinta akan membunuhku, dan seseorang akan memotongku dan menemukan setiap ucapan 'aku mencintaimu' di rongga dadaku.
"Aku akan membantumu," kataku. "Aku jagoan revolusi."
Kathryn tertawa, dan aku bisa merasakan tubuhnya bergetar. Kemudian dia meraih tanganku, hangat dan erat. "Bagus," katanya. "Aku akan berteriak memakai speaker di atas peti sabun, kamu membuat poster propaganda."
Aku hampir tidak bisa bernapas karena mencintainya. Sebenarnya, aku tidak peduli dengan revolusi. Sulit membayangkan masa depan, membayangkan apa pun selain malam ini. Kanvas langit malam berlukiskan bulan purnama sehabis gerhana, tangannya entah kenapa menggenggam tanganku. Tapi aku akan membuat seribu poster propaganda jika itu yang dia inginkan.
"Sesuatu yang khusus, atau sesuatu yang umum seperti REVOLUSI ATAU MATI?"
Dia akhirnya mengalihkan pandangannya dari bintang-bintang, menatapku.
"Apakah kamu pernah khawatir dunia akan kiamat sebelum kita menjalani seluruh hidup kita? Atau akan ada, seperti, terjadi revolusi yang sebenarnya dan menjadi akhir yang mengerikan?"
"Kadang-kadang," kataku. "Bagaimana jika itu terjadi, dan aku tidak bisa melihatmu lagi?"
"Itu akan sangat menyebalkan."
Dan kemudian dia menutup jarak di antara kami. Dua inti atom menyatu erat.
Saat dia menciumku, rasanya seperti perjalanan menuju luar angkasa. Rasanya seperti menyelamatkan planet bumi. Rasanya seperti melangsungkan revolusi.
Bandung, 21 November 2021