Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kehabisan Waktu

24 Agustus 2021   20:21 Diperbarui: 24 Agustus 2021   21:45 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada lagi waktu.

Yang terakhir habis beberapa saat lalu. Atau mungkin lebih lama lagi. Atau mungkin malah belum sama sekali.

Kami melakukan perjalanan menembus waktu, tentu saja. Pertama, kami berhasil melompat ke depan dan sampai ke bagian yang bagus. Bergerak ke arah yang biasa, tetapi daripada berjalan seperti biasa, kami berlari lebih cepat. Itu mudah saja, fisika kuantum dasar.

Tapi yang benar-benar yang kami ingin lakukan adalah melompat balik dan memperbaiki apa saja yang buruk. Tidak mudah. Jauh lebih sulit.

Semua otak genius terbaik kami bekerja selama bertahun-tahun. Atau mungkin sudah berhari-hari. Atau mungkin belum mulai, karena mereka belum lahir.

Kami menemukan cara menggunakan waktu luang untuk melompat kembali ke arah yang sebaliknya. Arah yang salah.

Bayangkan seperti melewati tali menuruni tebing yang kita pasang sendiri sehingga kita bisa naik lagi.

Kami memanfaatkan waktu yang belum kami gunakan untuk memperbaiki waktu yang kami telah lewatkan.

Tentu ada saja yang memperingatkan dampak pekerjaan kami, tapi mereka tidak bisa membantah hasil yang kami peroleh. Peperangan dan malapetaka yang pernah kita ketahui tidak pernah terjadi.

Masih ada yang khawatir. 'Kalian menguras sumur, tetapi apa yang akan Anda lakukan ketika sumur itu mengering?'

Kami mengabaikan mereka, karena masih banyak hal yang harus dikerjakan. Banyak kekeliruan sejarah yang harus diluruskan. Untuk setiap perbaikan besar, seribu konsekuensi yang tidak diinginkan membuat kami terus dan terus bekerja.

Kemudian, suatu titik kordinat entah, kami tidak dapat menemukan waktu untuk melompat kembali. Tidak ada lagi buhul di tali.

Segera setelah itu, atau jauh sebelumnya, kami menemukan bahwa kami juga tidak dapat melompat ke depan. Kami hanya bergerak ke arah yang biasa, dengan kecepatan yang biasa. Berjalan kaki tertatih.

Ketika ada yang salah, kami tidak bisa kembali untuk memperbaikinya, juga tidak bisa maju untuk menghindarinya.

Kemudian suatu hari, atau jam, atau tahun, atau detik, atau abad, kami berhenti bergerak.

Tidak ada tempat bagi kami untuk bergerak.

Dan sekarang, atau nanti, atau di sini, kita menetap.

Bandung, 24 Agustus 2021

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun